|
Dagang Banten Bali
|
entas-entas
http://baliberkarya.com/index.php/read/2016/08/05/201608050005/Ngaben-ala-Jawa-Pertama-Kali-Digelar-di-Banyuwangi-Ini-Bedanya.html
Baliberkarya.com-Banyuwangi - Ratusan umat Hindu di
Kecamatan Muncar Banyuwangi menggelar ngaben massal ala Jawa. Upacara
yang disebut entas-entas yang digelar pertama kali ini, digelar di Desa
Kumendung, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Kamis (4/8/2016).
Total sebanyak 130 sawa (jenazah leluhur) dari 35 KK yang diberikan
dalam upacara ini. Prosesi entas-entas dilakukan secara sederhana. Beda
ngaben ala Bali. Bebantenan atau sesaji yang digunakan juga sederhana,
seluruhnya menggunakan budaya Jawa.
Prosesi diawali dengan upacara penyucian sesaji. Nasi tumpeng buceng,
tumpeng golong, tumpeng pengentas, tumpeng brok, polo pendem (ketela dan
sejenisnya), polo gemantung (buah-buahan), dan sesaji pisang serta
kelapa digelar. Masing-masing memiliki makna tersendiri. Salah satunya
buah kelapa yang disimbolkan sebagai kehidupan.
Prosesi dilanjutkan dengan ritual entas-entas. Alunan mantra berbahasa
Jawa dan gending Jawa mengiringi prosesi ini. Puncaknya, seluruh sawa
yang disimbolkan dengan kendil berisi bunga dibungkus kain putih. Lalu,
setiap ahli waris membawa kendil masing-masing. Upacara diakhiri dengan
persembahyangan bersama. Kemudian, seluruh sawa diarak menuju Candi
Moksa Jati di Desa Kumendung.
Ritual ini dipimpin oleh tiga pandita Hindu Jawa. Masing-masing, Romo
Ageng Wijoyo Buntoro (Sidoarjo), Romo Rsi Hasto Dharmo (Sidoarjo) dan
Romo Rsi Rahmadi Dharma Catur Telaba (Batu-Malang).
"Ini sebagai simbol leluhur kita sudah menjalani upacara entas-entas.
Ini merupakan penghormatan dan pengangkatan roh leluhur ke planet yang
lebih tinggi, bahkan moksa," kata Oentoeng Margiyanto, sesepuh umat
Hindu Muncar usai upacara kepada wartawan.
Menurutnya, meski pertama kali digelar, upacara ini banyak diikuti umat
Hindu. Namun, karena keterbatasan tenaga, hanya 35 KK yang bisa ikut.
Sementara, masing-masing KK hanya dibebankan iuran Rp 300 ribu. Meski,
satu KK memiliki lebih dari satu sawa, biaya tetap sama.
"Jadi, ini gotong-royong. Biayanya sangat murah. Lantaran bebantenan
yang kita gunakan sangat sederhana. Ini tidak mengurangi makna upacara
pitra yadnya atau penghormatan ke keluhur. Kita akan digelar rutin
setiap tahun," jelasnya.
Sementara Ketua PHDI Banyuwangi, Suminto mengatakan upacara entas-entas
sebagai bagian penyempurnaan ajaran agama Hindu di Jawa. Pihaknya
berharap, kegiatan ini akan jadi inspirasi umat Hindu Jawa lain untuk
menggelar upacara serupa. Sebab, biayanya sangat terjangkau dan
prosesnya sederhana.
"Kita mendorong umat Hindu unutk menghormati leluhur di upacara
Entas-entas ini. Dan semoga arwah sesepuh diterima di sisi-Nya,"
pungkasnya. (BB)