Kerinduan Dewa Ciwa akan Dewi Uma, yang sudah lama dilupakannya.
Pada suatu ketika Dewa Smara atau sering disebut dengan Dewa Kama yang memengaruhi rasa cinta pada lelaku, sangat rindu kepada kekasihnya Dewi Ratih. Ketika itu ia sedang berburu di lereng sebuah gunung. Maka melepas rasa rindunya ia melepaskan anak panahnya ke udara. Anak panah ini ternyata nyasar mengenai Dewa Ciwa yangs edang bertapa. Singkat cerita Dewa Ciwa marah bukan kepalang karena ada yang menganggu pertapaannya, sehingga dalam kemarahannya mengeluarkan kemampuannya mengeluarkan api sehingga Dewa Smara hangus karena api semburan Dewa Ciwa itu.
Mengetahui hal itu Dewi Ratih
memohon kepada Dewa Ciwa agar dibunuh dengan api yang sama, sebagai kesetiannya
kepada Dewa Smara. Karena permohonan yang memelas maka Dewa Ciwa mengabulkannya
dan membakar dengan api yang sama untuk Dewi Ratih sehingga dia menjadi abu,
tepatnya seonggok abu yang berkumpul dengan abu jenasah Dewa Smara. Setelah
kejadian itu Dewa Ciwa sadar akan kekasih yang telah lama ditinggal sehingga
kerinduannya memuncak untuk menjumpai Dewi Uma.
Dewi Uma dan Dewa Ciwa pun
bercengkerema, dalam perjalanan cengkeremaan ini mereka bertemu dengan onggokan
abu. Dewi Uma menanyakan ke Dewa Ciwa tentang abu apa itu?. Dewa Ciwa pun
menjelaskan bahwa itu dua kekasih yang sangat satia, yaitu Dewa Smara dan Dewi
Ratih yang telah ia bunuh karena kelalaiannya, dan permintaan karena setianya.
Sewi Uma timbul rasa kasihannya,
padahal sebenarnya beliau ikut berperan disana agar Dewa Ciwa mengingatnya.
Untuk itu Dewi Ratih memohon kepada Dewa Ciwa untuk menghidupkan kedua kekasih
itu kembali. Permintaan Dewi Uma yang Ciwa sangat cintai tak dapat ditolaknya,
sehingga abu tersebut di hidupkan kembai dan Dewa Smara dan Dewi Ratih pun
tetap bertugas memupuk dan menciptakan rasa cinta dua pasang insan yang
berlainan jenis.
Nah sebagai perayaan kembalinya
Dewa Dewi Smara Ratih ini kemudian dirayakan sebagai Hari Kasih Sayang dalam
Hindu, dan diperingati pada saat Tumpek Klurut.