Jumat, 07 Juni 2024

Batu Satangtung Lebak Siliwangi

 


AUM Swastiastu _/||\_ Nama Çiwa-Buddhaya, AHUNG Sampurasun, HONG Wilaheng Awighnamastu Jagat Dewa Bhatara Bhuana Langgeng, ONG-SANG-BANG-TANG-ANG-ING-NANG-HMANG-SING-WANG-HYANG, OM NAMAH SIWAYA
*SALAM BUDHIDHAYA NAGARI DWIPANTARA NUSANTARA TRI TANGTU BHUANA SUNDA-JAWA-BALI NAGA-RA-KERTA-GAMA*
Batu Satangtung Lebak Siliwangi
July 3, 2013
Sampai saat ini masih banyak warga Bandung yang mengetahui Lebak Siliwangi sebagai hutan belantara yang tak bisa diakses warga. Di balik Lebak Siliwangi dan isunya mengenai pembangunan restoran dan apartemen, ada sesuatu yang menarik yang belum tentu orang tahu. Dua batu berdiri tegak di kawasan Lebak Siliwangi yang dipayungi dua payung buatan. Satu batu berdiri tegak ke atas berbentuk hampir lonjong dan satu batu di depannya berbentuk gepeng melingkar. Di tengah dua buah batu itu terdapat sesajen dan di depan batu tersebut terdapat sesajen dan menyan bekas ritual yang dilakukan.Dua buah batu tersebut dikenal dengan batu satangtung atau lingga yoni lingga yang berarti penis dan yoni yang berarti vagina. Lingga yoni diartikan sebagai pasangan. Batu satangtung dibangun oleh 42 suku adat di Indonesia kecuali Papua. Batu tersebut baru dibuat sejak dua tahun yang lalu. Menurut Rio, pelukis di Lebak Siliwangi, batu satangtung sering didatangi oleh turis-turis dari luar negeri, dan domestik. Banyak juga yang percaya bahwa batu itu bisa membawa keberuntungan. Ritual batu satungtang juga banyak didatangi semethon dari Bali. Sedangkan menurut Tommy, Ketua Sanggar Olah Seni, batu satangtung berfungsi sebagai simbol untuk ritual pemaknaan tentang nilai-nilai dari filosofi batu tersebut. Ritual atau sesajen dilaksanakan setiap Sabtu Kliwon. Warga yang mengikuti ritual berasal dari berbagai daerah di Indonesia bahkan dunia. Ritual tersebut identik dengan menyan.“Bagaimana ritual dan apa itu menyan memiliki pengertian-pengertian tersendiri yang mengandung kearifan lokal yang seharusnya bisa membentuk masyarakat memiliki nilai-nilai yang baik,” kata Tommy, saat diwawancarai pada Minggu, 30, Juni 2013.
Batu satangtung juga dilirik pengunjung sebagai tempat wisata yang mereka kenal memiliki adat budaya lokal.Terbukti bahwa tidak jadinya mendirikan restoran dan apartemen itu keputusan yang tepat karena ada nilai-nilai budaya yang harus dilestarikan. Kesadaran akan budaya lokal yang yang harus digali dan diamalkan menjadi tolak ukur untuk bagaimana kita mengambil sikap atas nilai-nilai budaya lokal.
Sedangkan dalam ajaran jati Sunda / Sunda Wiwitan
Menhir/Lingga/Batu Tunggal Satantung. Menhir (Lingga) Lingga adalah sebuah Batu Tunggal sebagai simbol atau penanda yang diletakan sebagai "pusat" kabuyutan, masyarakat Jawa Barat sering menyebutnya sebagai"Batu Tunggal Satangtung" dan merupakan penanda wilayah kabuyutan. Bentuk menhir (lingga) di beberapa negara yang tidak memiliki batu alam utuh dan besar pada umumnya digantikan oleh "tugu batu" buatan seperti yang terdapat di Mekah dan Vatican. Lingga sebagai batu kabuyutan berasal dari kata "La-Hyang-Galuh" (Hukum Leluhur Galuh). Maksud perlambangan Lingga sesungguhnya lebih ditujukan sebagai pusat/puseur (inti) pemerintahan disetiap wilayah Ibu Pertiwi, tentu saja setiap bangsa memiliki Ibu Pertiwi-nya masing-masing (Yoni).Dari tempat Lingga (wilayah Rama) inilah lahirnya kebijakan dan kebajikan yang kelak akan dijalankan oleh para pemimpin negara (Ratu) yang menjadi simbol MAPANJI / PATAKA GULA-KALAPA = Bende-RA (Hyang Surya RA-Ditya / Surya Majapahit-Sunda Wiwitan-Sundayana-Surayana) Permulaan Peradaban Bangsa Nusantara / kiblatnya Bangsa Nusantara, Merah-Putih. Merahnya adalah Ibu Pertiwi yaitu Tanah (Bhumi darimana kita dilahirkan dan kemana nanti kita pulang keasal), Putih adalah Ayah / Bapa Akasa sang pemberi bibit yang keduanya menyatu menjadi kesuburan, maka di Tanah Sunda-Jawa-Bali kental sekali istilah eling marang ka Purwa-Daksina yaitu simbol Purwa / Timur (Putih) Sang Hyang Isora / Iswara sbg Matahari, dan Daksina / Selatan (Merah) : Lingga-Yoni, Ayah dan Ibu kita yaitu leluhur yang paling dekat dengan kita dan keatasnya lagi para leluhur kita, karena hanya dari beliaulah kita lahir kedunia bukan dari leluhur orang lain disana tetapi leluhur kita dari sini. Hal ini sangat berkaitan erat dengan ketatanegaraan bangsa Galuh dalam ajaran Sunda, dimana Matahari menjadi pusat (saka) peredaran benda-benda langit. Fakta yang dapat kita temui pada setiap negara (kerajaan) di dunia adalah adanya kesamaan pola ketatanegaraan yang terdiri dari Rama (Manusia Agung), Ratu (Maharaja) dan Rasi (raja-raja kecil/kareysian) dan konsep ini kelak disebut sebagai Tri Tangtu Buana atau Trisula Nagara : Sunda-Jawa-Bali : KaRAMAan-KaRATUan-KaRESI-an yang digunakan pada masa Kerajaan seperti Prabu, Raden , Resi, Dang Hyang, Wiku, Empu, Rakean, Rakyan dsb. Umumnya sebuah Lingga diletakan dalam formasi tertentu yang menunjukan ke-Mandala-an, yaitu tempat sakral yang harus dihormati dan dijaga kesuciannya. Mandala lebih dikenal oleh masyarakat dunia dengan sebutan Dolmen yang tersebar hampir di seluruh penjuru dunia, di Perancis disebut sebagai Mandale sedangkan batunya (lingga) disebut Obelisk ataupun Menhir. Mandala (tempat suci) secara prinsip terdiri dari 5 lingkaran berlapis yang menunjukan batas kewilayahan atau tingkatan (secara simbolik) yaitu :
1. Mandala Kasungka
2. Mandala Seba
3. Mandala Raja
4. Mandala Wangi
5. Mandala Hyang (Inti lingkaran berupa titik Batu Tunggal Satangtung) Ke-mandala-an merupakan rangkaian konsep menuju kosmos yang berasal dari pembangunan ke-manunggal-an diri terhadap negeri, kemanunggalan negeri terhadap bumi, dan kemanunggalan bumi terhadap langit suwung (ketiadaan). Dalam bahasa populer sering disebut sebagai perjalanan dari mikro kosmos / bhuana alit (ingsun-atma manusia), menuju makro kosmos / bhuana agung (keberadaan yang pernah ada dan selalu ada) Sang Dzat Hyang Tunggal (Sang Parama Atma).
 
Sedangkan makna Arca Lingga Yoni Dalam Agama Hindu
Pengertian Lingga dan yoni adalah perlambang alat kelamin laki - laki dan perempuan. Dalam kamus Jawa menjelaskan bahwa “Linga tanda, ciri, isyarat, sifat khas, bukti keterangan, petunjuk; Lingga, lambang kemaluan lelaki (terutama Lingga Siwa dibentuk tiang batu), patung dewa, titik tugu pemujaan, titik pusat, pusat poros, sumbu”.
Yoni rahim, tempat lahir, asal Brahmana, Daitya, Dewa, Garbha, Padma,Naga, Raksasa, Sarwa, Sarwa Batha, Sudra, Siwa, Widyadhara-Widyadari (Bidadara-Bidadari) dan Ayonia." Dengan adanya lingga yoni disuatu tempat menandakan bahwa tempat tersebut adalah daerah yang subur. Lingga yoni paling sering ditemukan berada di dekat Candi / tempat suci Parhayangan ataupun Kahyangan yang disucikan. Lingga berbentuk batu tegak seperti kemaluan laki - laki dengan bentuk bujur sangkar pada bagian paling bawah, segi delapan pada bagian tengah dan bulat di bagian teratas. Lingga berasal dari kata sansekerta yang berarti tanda, ciri, isyarat, bukti dan keterangan. Sedangkan yoni berdenah bujur sangkar dan biasanya terdapat tonjolan di salah satu sisinya. Di tengah yoni biasanya terdapat lubang untuk menanamkan lingga. Permukaan yoni tidak rata dengan bagian tepi lebih tinggi yang berfungsi agar air tidak keluar apabila di siram dari lingga dan hanya akan keluar melalui cerat. Yoni pada era Kerajaan Majapahit memiliki perbedaan daripada zaman sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada tubuh yoni yang terdapat hiasan serta naga.
Fungsi Lingga Yoni
Mengukuhkan takhta seorang yang berjaya di suatu tempat. Memperingati suatu peristiwa penting. Yoni yang berpasangan dengan lingga berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan lingga
Lingga Yoni dalam agama Hindu, lingga dan yoni adalah perlambang kesuburan seperti yang terlihat pada peradaban lembah indus. Lingga dianggap sebagai perwujudan Dewa Siwa sebagai phallus. Sedangkan yoni sendiri berarti unsur wanita. Pendirian lingga erat kaitannya dengan penaklukan suatu kerajaan. Lingga yoni dalam agama Hindu digunakan untuk mendapatkan minuman berenergi Dewata dengan menuangkan lima jenis (panca gawya) yaitu air bunga, susu, madu, ghee (mentega dari susu), serta susu asam (yogurt).
Campuran tersebut kemudian dituangkan dari atas lingga sambil mengucap puja mantra kepada Dewa Siwa dan campuran cairan tersebut mengalir hingga ke ujung moncong yoni dan barulah boleh untuk diminum. Upacara semacam ini disebut #abhiseka, dan sudah tidak pernah kita lihat di Nusantara namun masih tetap berlangsung di India. Bentuk Tri Lingga Purusha dan Yoni, Lingga memiliki penggambaran alat kelamin laki - laki yang merupakan simbol DewaTrimurti (Brahma, Wisnu, Siwa). Ujung lingga berbentuk bulat (Shiva bhaga), pada pertengahan lingga berbentuk segi delapan atau padma (Whisnu bhaga), dan paling bawah berbentuk persegi empat (Brahma bhaga). Sedangkan bagian yoni merupakan perlambang dari prakerti atau pradhana (wadag/alam material). Ada juga yoni yang terdapat makhluk seperti naga, macan dan lain - lain sebagai penyangga. Naga dalam ajaran agama Hindu diibaratkan sama dengan ular terkhusus kobra seperti Dewa Ular Naga Ananta Sesa yang dilambangkan sebagai tempat berbaringnya Dewa Wisnu dan Dewa Naga Vasuki / Basuki yang membantu pengadukan samudera mantana untuk mendapatkan tirtha keabadian amerta bersama Kurma Awatara Dewa Wisnu yang kedua oleh para Dewata dan Raksasa.
Lingga model Sunda, Jawa, Bali dan India inilah keUNIVERSALAN ajaran leluhur kita Ke-BHINEKA-an terapi esensi tattwa filsafatnya sama yaitu Ika satu tunggal tiada yg kedua tan hana dharma mangarwa.

ISVARAH GITA Chapt-3. Sloka 11-15

 


Ulasan:
Purusa adalah unsur yang bersifat kejiwaan sedangkan Prakerti adalah unsur material. Penyatuan keduanya terjadi penciptaan. Prakerti berevolusi menjadi Pancatanmatra yaitu lima benih, dan setelah melalui evolusi yang panjang akhirnya menjadi Pancamahabhuta, ini kemudian membentuk alam semesta dan isinya.
Filsafat Samkya dan Vaisnave memuat 25 prinsip namun Shivaita memuat 36 prinsip/ttatva.
OM NAMAH SHIVA YA 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🌹
Sloka: 11-15
//puruṣaḥ prakṛtistho hi bhuṅkte yaḥ prākṛtān guṇān ahaṅkāravimuktatvāt procyate pañcaviṃśakaḥ 11//
Purusha, hanya jika ditempatkan di Prakriti, menikmati atribut Prakriti. Karena dia bebas dari Ahamkara (ego), dia disebut sebagai prinsip ke-25. (11)
//ādyo vikāraḥ prakṛtermahānātmeti kathyate vijñānaśaktirvijñātā hyahaṅkārastadutthitaḥ 12//
Transformasi pertama Prakriti disebut Tatva atau prinsip agung. Dari Tatva, lahirlah ego, yang mengetahui dengan kekuatan pengetahuan. (12)
//eka eva mahānātmā so 'haṅkāro 'bhidhīyate
sa jīvaḥ so 'ntarātmeti gīyate tattvacintakaiḥ 13//
Jiwa yang agung disebut Ahamkara. Itu disebut sebagai Jiva atau Antaratma (jiwa batin) oleh para filsuf. (13)
//tena vedayate sarvaṃ sukhaṃ duḥkhaṃ ca janmasu
sa vijñānātmakastasya manaḥ syādupakārakam 14//
Kesenangan dan rasa sakit dirasakan melaluinya (ego). Itu terdiri dari pengetahuan, dan pikiran adalah asistennya. (14)
//tenāvivekatastasmāt saṃsāraḥ puruṣasya tu
sa cāvivekaḥ prakṛtau saṅgāt kālena so 'bhavat 15//
Dari situ, lahirlah indiskriminasi (tidak dapat membedakan antara kebenaran dan yang tidak nyata). Karena ini, dunia manusia muncul. Diskriminasi lahir karena asosiasi Prakriti dengan waktu. (15)
OM LOKAH SAMASTAH SUKHINO BHAVANTU...

Selasa, 21 Mei 2024

Melik Durga

 

Melik Durga atau Melik Layah Bebed biasanya dikenali dari ciri-ciri yang paling menonjol, yakni pada lidah terdapat bercak warna hitam. Bercaknya itu pun ada yang berbentuk tertentu sehingga ceciren atau ciri tersebut bisa dinyatakan melik, sebab tidak semua bercak hitam pada lidah disebut Melik Durga.
.
Melik Durga dan melik lain pada umumnya dianggap kutukan yang mendatangkan mara bahaya. Tidak sepenuhnya benar demikian. Melik justru adalah anugerah yang didapatkan baik dari karma, kelahiran dan bisa jadi dikehidupan sebelumnya mereka yang melik belajar banyak hal tentang ilmu-ilmu rahasia. Yang jelas semua itu anugerah dari Sanghyang Widdhi sebagai Sangkan Paran.
.
Melik adalah tanda rahasia yang merupakan anugerah sehingga orang yang memiliki milik bisa dipastikan memiliki kemampuan-kemampuan supranatural, spiritual dan kemampuan istimewa lainnya. Akan tetapi, daya-daya tersebut terkadang belum bisa mereka arahkan dan kendalikan sehingga wadah tubuh belum siap menerima berkah melik tersebut. Ketidak mampuan mengarahkan daya-daya tersebut terkadang berdampak kurang baik terhadap diri si melik.
.
Bagi orang Melik Durga atau Layah Bebed misalnya, ia dapat dipastikan memiliki daya kekuatan atau sakti lebih dominan. Ucapannya bisa saja Siddhi sehingga apa yang diucapkannya disertai dengan emosi, maka akan terjadi. Olehnya yang memiliki melik ini mesti bisa mengontrol ucapannya. Bisa dibayangkan jika kekuatan itu diarahkan atau terarah dengan baik, maka akan berguna bagi dirinya sendiri dan orang lain.
.
Tidak hanya itu, bagi perempuan yang memiliki Melik Durga cendrung memiliki aura yang menarik sehingga bisa membangkitkan berahi lawan jenis. Energi api dalam wujud berahi bisa saja membakar dirinya dan orang lain. Kekuatan yang demikian terkadang menjadi penyebab orang yang Melik Durga selalu menghadapi masalah asmara dalam hidupnya. Singkatnya, banyak orang suka banyak pula memusuhinya. Tetapi, jika kekuatan tersebut dapat diarahkan dengan baik, maka akan berdayaguna dalam melakoni kehidupan.
.
Dan, daya kekuatan yang bisa dinyatakan kekuatan istimewa jika diarahkan dengan baik bagi ia yang memiliki Melik Durga adalah ia akan bisa mempelajari Ilmu Pangiwan dengan cepat. Belajar ilmu Liak (linuih ikang aksara) akan lebih mudah dan bukan tidak mungkin kekuatannya menyamai tingkatan ilmu Liak Sari.
.
Namun akan terbalik, jika ia yang memiliki Melik Durga tidak bisa diarahkan atau mengarahkan kekuatannya sendiri. Maka, ia akan cendrung ditarik oleh kekuatan meliknya untuk menjadi Wisya, Desti dan Aji Wegig tanpa ia sadari. Terlebih yang melik Durga unsur api sangat dominan di dalam tubuhnya. Api adalah sarwa bhaksa, bisa saja ia akan membakar semuanya. Jadi, Melik Durga atau melik apapun, bukan musibah, kutukan dan sejenisnya tetapi berkah dan anugerah, syukurilah. Yang perlu dilakukan adalah meruwat dan diarahkan energi tersebut dengan baik.
 

PELANGKIRAN

 

* Pelangkiran berasal dari kata "langkir" yang artinya tempat memuja.
Pelangkiran adalah niyasa yg bersifat umum dan tergantung letak juga tujuan pemujanya menstanakan betara/dewa siapa yg ingin dipuja.
* Beberapa jenis pelangkiran seperti:
1.diwarung/toko adalah stana untuk Betari sri sedana sebagai pemberi kemakmuran
2.disumur/kran air untuk stana betara wisnu
3.didapur untuk stana betara brahma
4.dikamar tidur untuk stana kandapat
5.dipasar tempat jualan untuk stana betari dewa ayu melanting
6.dikantor/tempat pertemuan untuk stana bhagawan penyarikan atau dewi saraswati.
Juga fungsinya untuk anak baru lahir sampai upacara 3 bulan maka dibuatkan plangkiran dari ulatan lidi berbentuk bulat dan digantung diatas tempat tidur. Itu adalah stana sanghyang kumare,manifestasi perwujudan betare siwa tugasnya mengemban sijabang bayi. Setelah upacara 3 bulanan sampai beranjak dewasa - tua selanjutnya diganti dgn bentuk tempel ditembok sebagai stananya kandepat (bukan hyang kumara lagi). Plangkiran juga untuk "pengayatan" sanggah merajan yg jauh dr perantauan.
Didalam lontar "aji maya sandhi" disebutkan ketika kita sedang tidur maka kandepat itu kluar dr tubuh dan bergentayangan.ada yg duduk di dada,diperut,tangan dsbnya..sehingga mengganggu tidur kita. Oleh karna itu perlu dibuatkan pelangkiran sebagai stananya agar mereka dpt melaksanakan tugas sebagai penunggu urip.
Setiap kita meninggalkan rumah sempatkan diri untuk berpamitan ke kandepat dan disaat pulang usahakan membawa oleh2 makanan/kue dll sekedarnya saja sebagai tanda INGAT!
Juga disaat gajian atau uang hasil dihaturkan dulu disitu dan biarkan semalam. Keesokan paginya baru dilungsur. Setiap mau tidur luangkan waktu agar memanggilnya untuk menjaga kita disaat tidur
 

Sanghyang Aji Saraswati

 

Dalam laku Tantra Kadyatmikan dan Kwisesan, Sanghyang Aji Saraswati tidak saja dipuja dalam sosok atau citra dewi tertentu, tetapi ditempatkan di dalam diri sebagai Sanghyang Aksara Jati atau Sanghyang Sastra Jati dalam wujud aksara yang sangat rahasia. Dimanakah beliau ditempatkan di dalam tubuh? Beliau mendiami beberapa tempat yang sangat rahasia di dalam diri. Saya akan menceritakan satu tempat saja.
.
Sanghyang Aji Saraswati menempati pangkal lidah (bogkoling jihwa). Di tempat itu beliau berdiam dalam wujud aksara yang sangat rahasia. Pangkal lidah atau Campuhan yang menghubungkan antara Sanghyang Tri Nadi dengan lubang hidung, kepala dan mulut. Pada titik itulah disebut Marga Tiga atau pertigaan tubuh dimana persipangan jiwa ketika jiwa akan terlepas dari raga. Konon, ketika jiwa akan terlepas dari raga, di pangkal lidahlah ia menunggu sari nafas atau prana untuk mendorong jiwa terlepas bisa melalui ubun-ubun, mata, mulut, hidung dan telinga. Semua itu bergantung niat.
.
Pada pangkal lidah pula disebut alam Anyastana, yakni batasan antara alam Bapa Akasa dengan alam Ibu Pertiwi. Alam Bapa Akasa dari langit-langit mulut ke atas dan alam Ibu Pertiwi dari cekok leher ke bawah. Pertemuan antara alam Bapa Akasa dengan alam Ibu Pertiwi di pangkal lidah sebagai simbol Sabda di mana Bayu bersatu dengan Idep. Olehnya, Sanghyang Aji Saraswati disebut sari-sari aksara atau sastra pengetahuan dalam bentuk sabda. 
 
.
Jadi, para penekun Kadyatmikan dan Kawisesan ketika hendak belajar mati (kelepasan), mereka memanunggalkan Bayu ( energi ) dan Idep ( pikiran ) pada Sabda ( getaran ). Getaran ini menjadikan Tirtha Panca Pawitra yang berdiam di otak mengalir melalui Sanghyang Trinadi dalam Sabda Ang, Ung dan Mang. Kemudian, tirtha menyentuh ujung api yang menyala dari dasar tubuh. Ketika air bertemu dengan api, maka munculah asap atau kukus (Sang Atma). Asap atau kukus ini kemudian naik sampai di pangkal lidah dan di sana menyatu dengan sari nafas atau udara. Pada akhirnya di pangkal lidah terjadi campuhan antara asap, air atau tirtha dengan api dan udara atau angin. Setelah itu tinggal diniatkan asap yang sudah bercampur api, air dan angin hendak mengarah ke lubang pintu yang mana untuk terlepas.
.
Sebelum sampai pada itu, alami dan masuki tubuh untuk bertemu dengan kediaman Sanghyang Aji Saraswati di dalam diri. Untuk itu, Tantra Kadyatmikan dan Kawisesan mengarahkan kita untuk melampaui sosok atau citra Sanghyang Aji Saraswati, sebab sejatinya beliau bukan sosok tetapi aksara rahasia yang berdiam di pangkal lidah. Jadi, bisa saja aksara itu menakutkan, tidak sebagaimana sosok yang selama ini dicitrakan bahwa Dewi Saraswati itu cantik.
*Rahajeng Rahina Saraswati, semoga Sanghyang Aji Saraswati memberikan karunia sari aksara dan sastra pengetahuan.
~ sandi reka ~
 

SANGHYANG SHRI ASTAPHAKA ADALAH HASIL PEMBANGKITAN KESADARAN BUDDHI PADA HARI SUCI KUNINGAN DI PURA SAKENAN.

 

- [x] #penggalian dari Lontar Tutur Budha Sawenang
Sramat purnam bhawa bhawanam, goh dawak wisanam jagatrayam asri jubisyah…
artinya ; penyebab kehidupan pada dunia ( buwana agung ) dan tubuh fisik manusia ( buwana alit ) adalah sama, begitupula kesadaran pada alam nyata dan sunyata.
Memahami kesamaan pada kedua buwana dan hakekat hidupnya, maka bisa dikatakan kita telah mampu melihat serta mengetahui apa yang terjadi diluar dan juga didalam sebagai kesadaran yang sama, maka dapat dikatakan kita telah mencapai “samma sambodhaya” atau dikenal KAHUNINGAN.
Dikatakan juga kita telah mencapai kebijaksanaan, penuh dengan laku kesucian, penuh dengan kebenaran, juga penuh dengan keunggulan.
Memperoleh kesadaran buddhi ini merupakan jalan pribadi-pribadi, yang ditunjukan oleh seorang guru, kepada siswanya dalam wujud YOGA.
Mamun setelah dirasakan baik sebagai keputusan hidup ( pandhita ), maka jalan itu adalah sepenuhnya milik siswa tersebut, dan berhak pula melantunkan segala macam PUJA, dari wedha sor, madhya weda sampai weda luhur.
Inilah jalan utama Sanghyang Budha Sawenang yang sangat rahasia dan penuh dengan kualitas sastra-jnana yakni kemampuan pengindahkan dirinya dan juga buwana dalam satu alunan bathin pada pulau yang sangat indah.
Istilah SAKENAN yang berada pada pulau yang penuh kemulyaan, namun sejatinya merupakan tempat yang merupakan penjabaran ajaran budha sawenang oleh guru yang dikenal Shri Sakyamuni kepada Shri Astapaka.
Perpaduan yoga dan puja menghasilkan mamfaat paramaguhya yang sempurna, sampai pada pencapaian para praktisinya siddhi dalam berucap, bertindak dan berfikir, maka dikenal Sanghyang Siddhiwakya.
Tahapan ke-4 pencapaian Sanghyang Budha Sawenang memberi ruang yang sangat padat pada dominasi kanuragan sebagai lintasan spiritual pada siswanya.
Fokus pada olahan energi pada terbentuknya sumsum tulang yang sehat pada tulang punggung belakang, tulang kaki, tulang tangan serta tulang tengkorak menyebabkan tersedianya potensi sel darah merah, sel darah putih, kalsium serta unsur pertumbuhan yang lain semakin maksimal.
Maka dari itu wajar sekali para praktisinya memiliki kesuksesan hidup yang sempurna, yang nyata pada kehidupan nyata, entah itu kemampuan yang berfungsi kedalam diri pribadi ( asta aradhanasiddhi ), maupun yang dapat ditunjukan keluar diri pribadi sang praktisi ( asta radhanasiddhi ).
Kedua jenis kesiddhian ini dinyatakan sebagai Asta Vajra dan siswanya dikenal dengan Sanghyang Jinna.
 
Kedisiplinan melakukan yoga dan puja, khususnya sebagai masyarakat beragama, yang diarahkan pada kehidupan yang harmonis bersama seluruh mahluk hidup, serta selalu disiplin melaksanakan yajnya, akan merangsang pertumbuhan masyarakat yang adil dan makmur, sehat, bahagia dan sejahtera.
Model ajaran ini sangat efektif dijaman Kaliyuga ini sebagai penyangga lembaga umat yang mengalami degradasi politik dan motif keserakahan dalam bingkai carut marut berbangsa dan bernegara.
“Gyah samudramyam jaset, satat bikam, danuh bhaskaram”.
Walaupun memiliki pengetahuan seluas samudra, kekuasaan seluas bidang cahaya matahari, namun tidak lebih baik dari mereka yang memiliki pikiran tidak pernah bingung.
Sehingga tidaklah penting ukuran pengetahuan setingkat sarjana, sejauh negara dan semahal biaya…..karena penyangga kesadaran tentang hidup sejati sangat kosong.
Ditambah lagi dengan perkembangan ajaran sampradaya yang merangsuk semakin nyata, bagaikan benalu yang hidup pada cabang-cabang pohon, maka pendalaman pada prinsip kesucian, kesiddhian bathin dan pengetahuan pada lontar dan tutur-tutur kuno seperti tutur Aji Bang Banas, tutur Guhya Wijaya Duratmaka, sampai tutur Tawang Suwung wajib dipakai disiplin dalam hidup sembari bekerja untuk kebutuhan hidup keluarga.
Kesempurnaan menyerap pada ajaran dalam tutur tersebut membuat umat tidak pernah akan takut atau mundur dari desakan perkembangan ajaran sampradaya yang jauh lebih rendah kualitasnya dibandingkan ajaran leluhur kita yang amat sempurna.
Maka itu sebagai umat yang cerdas dan kuat, dikenal ksatria brahmana, merupakan hal yang paling mutlak disaat ini untuk kembali pada ajaran siwa-budha sebagai keputusan leluhur sebelumnya, yang dikenal Siwa Sidantta.
Bagaimana kita mampu menjaga ajaran leluhur jikalau kita tidak pernah menggali ajaran-ajarannya *)?
Aspek prilaku menyucikan diri, nangun yajnya dan berbuat baik secara maksimal, jikalau tidak pernah melakukan penggalian berupa mengunjungi para guru, brahmana dan para pengawi yang mumpuni dibidang sastra dan jnana, bagaimana mungkin dapat menghasilkan kualitas bathin yang sejalan dengan apa yang dilakukan, yang dapat hanyalah “ seremoni latah “ atau sekedar menjalankan tradisi tanpan memahami makna dan mamfaatnya.
Begitupula ketika membantu masyarakat lain pada saat memperoleh penderitaan, tanpa memahami makna dari “ karma “ maka bantuan kita akan sia-sia, bahkan akan terjadi lompatan karma buruk yang tak terlihat, sehingga karma buruk itu akan pindah secara nyata pada kehidupan pada yang membantu tanpa disadarinya.
Pelayanan yang tulus yang berwujud jnana pada pelaksanaan panca yajnya, yang ditopang dengan kesiddhian merupakan hal yang mendasar untuk memperoleh hasil yang maksimal pada masa kini, baik sebagai bhakta maupun sadhaka.
Kahuningan ini dapat dijadikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan penggalian ajaran, sehingga dapat dijadikan sumber energi pada pembangkitan sumber daya umat, melalui ritual keagamaan yang sangat sederhana namun kaya akan makna dan mamfaat, khususnya untuk “wisudha bhumi bali “ yang memang berpotensi untuk hal tersebut diatas.
Demikianlah paparan sedikit tentang mamfaat dari penggalian tutur Budha Sawenang dalam selipan ajaran Hari Suci Kuningan dan semoga dapat dijadikan dasar dan tanggungjawab kehidupan pada umat yang sedang kebingungan mencari guru dan pengetahuan leluhur yang tersembunyi.
Serta sebagai gambaran sederhana untuk masyarakat serta merupakan ilustrasi ajaran bagi yang sama sekali belum memahami bahkan mengetahui apa itu kesadaran bathin yang ditempuh melalui YOGA dan JAPA yang dikenal Astapaka.
Om Ah Hum
Om Mani Padme Hum
Vajra Guru Shri Sakyamuni Siddhi Hum

Senin, 20 Mei 2024

SOMA ( WAS) KLIWON UYE

 

 
Saat PERGI dan KEMBALINYA PANCA MAHA BHUTA, SANGHYANG SIWA bertemu dengan HYANG GIRI NATHA ,
sering dinamakan HARI PARA DEWA .
TERKUTUKLAH manusia yang tidak memperhatikannya , akan
LUPA INGATAN dan #PENDEK_UMUR .
Wajib !!! ...
Manusia MEMUJA dan YOGA SEMADI
Hari ini, Senin 13 Mei 2024 atau Soma (wadon, 4) Was (wadon, 9) Kliwon (Lanang, 8)wuku Uye, urip Tri Premana hari ini adalah 21 yang artinya ;
Pikiran :Pugeran,
Kesimpulan : Manusa,
Langkah :Pati
Sarana :
DiPelinggih .....
• Pecanangan , Buratwangi,
• Wangi – wangian ,
Bungkak Sudamala ❤
• Dupa Stangi .
Di Teben .......
• Nasi Kepelan Putih 3 buah maiwak Bawang Jahe, katur maring Sang Tiga Bhucari.
• Segehan Putih 5 tanding maiwak Putih taluh, katur maring SangKala Kali magenah ring Purwa.
• Segehan manca Warna 8 tanding maiwak sehe wenang, katur maring SangKala Sadwara megenah ring Madya.
• Segehan Selem 4 tanding maulam Taluh bekasem, katur maring SangKala Mangap Megenah ring Uttara.
• Api Takep ,
• Tetabuhan ( Arak, Tuak , Brem )
Di Pintu Masuk Sanggah / Rumah ,
• Segehan Manca warna
• Burat Wangi
Ong Rahayu
®Warih Mula Keto