Jumat, 11 Juli 2025

SEJARAH GEMPA BUMI DI BALI "GEJER BALI" (BALI BERGUNCANG)

 


Foto Tahun : 1917
Koleksi Tropen Museum

Nampak reruntuhan bangunan pada foto yang menggambarkan betapa dahsyatnya gempa bumi pada saat itu yang pernah mengguncang pulau Bali sehingga mebuat banyak rumah,tempat ibadah dll yang luluh lantak.
Berdasarkan catatan sejarah, daerah Bali dan sekitarnya dikenal sebagai daerah yang rawan gempa bumi, Tercatat beberapa kali gempa besar yang menyebabkan korban jiwa dan kerugian harta benda, diantaranya gempa tahun 1917, gempa Seririt (1976), gempa Culik (1979) dan gempa Karangasem (2004).

Pada tahun 1917 gempa bumi dahsyat mengguncang seluruh daratan Bali. Akibat gempa bumi ini tercatat korban tewas 1500 orang. Gempa bumi dikenal sebagai Gejer Bali yang artinya Bali berguncang. Gempa bumi dahsyat yang kedua setelah Gejer Bali adalah Gempa bumi Seririt yang terjadi pada tanggal 14 Juli 1976. Gempa bumi ini berkekuatan 6.2 Skala Richter dengan episentrum di daratan. Gempa bumi Seririt menelan korban tewas sebanyak 559 orang, luka berat 850 orang dan luka ringan 3.200 orang. Dilaporkan juga, hampir 75% dari seluruh bangunan rumah di Tabanan dan Jembrana mengalami kerusakan. Gempa bumi Karangasem pertama (6.0 Skala Richter) terjadi pada tanggal 17 Desember 1979 yang menelan korban tewas sebanyak 25 orang, 47 luka berat. Dampak gempabumi telah meimbulkan puluhan rumah roboh dan ditemukan retakan tanah sepanjang 500 meter.
Gempabumi Karangasem kedua (6.2 Skala Ricter), terjadi pada tanggal 2 Januari 2004 menelan seorang korban tewas dan 33 orang luka-luka. Beberapa daerah yang mengalami kerusakan parah adalah daerah Tenganan, Dauh Tukad, Abang, Tohpati, Muncan, dan Bukit.

(sumber: Daryono, BMKG)
balai3.denpasar.bmkg.go.id/sejarah-gempa-merusak


Lukisan klasik Bali ini berjudul “Rama menembak rusa emas yang di dalamnya tersembunyi raksasa Pati Marica”




 Lukisan klasik Bali ini berjudul “Rama menembak rusa emas yang di dalamnya tersembunyi raksasa Pati Marica”, karya I Dewa Putu Sugi (Soegih). Lukisan ini merupakan bagian dari Koleksi Tropenmuseum dan telah dikembalikan kepada Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada 10 Juli 2023 sebagai bagian dari proses restitusi budaya.

🖼️ Deskripsi Visual dan Konteks Epik
Lukisan bergaya Kamasan/Wayang ini menggambarkan salah satu adegan penting dari epos Ramayana, yaitu:
Rama sedang membidik rusa emas (kijang ajaib) yang sebenarnya adalah penyamaran raksasa Pati Marica, utusan Rahwana.
Latar hutan lebat penuh satwa seperti kijang, monyet, dan burung menjadi simbol ruang spiritual dan sekaligus jebakan ilusi.
Di bagian bawah, Pati Marica digambarkan dengan tubuh besar dan ekspresi licik, memperlihatkan transisinya dari kijang menjadi wujud aslinya.
Adegan ini adalah awal dari penculikan Sita, istri Rama, yang menjadi pusat narasi epik Ramayana dan sangat berpengaruh dalam seni pertunjukan Bali seperti sendratari Ramayana, wayang kulit, dan lukisan klasik.
🌿 Makna Reflektif dan Filosofis
Rusa emas bukan sekadar hewan ajaib, melainkan simbol ilusi duniawi (maya):
Rama, seorang kesatria utama, tetap tergoda oleh keindahan yang palsu demi membahagiakan Sita.
Pati Marica menjadi cermin bahwa kejahatan sering menyamar dalam keindahan, dan uji kesetiaan dan kesabaran dimulai dari gangguan terkecil.
“Dalam kilau emas seekor kijang, terbentang jebakan takdir bagi yang mulia. Dalam anak panah Rama, bukan hanya tubuh yang dibidik, tapi juga awal dari petualangan batin.”
Lukisan ini menyimpan nilai tinggi tidak hanya sebagai karya seni rupa, tetapi juga sebagai arsip visual dari moralitas Hindu-Bali, spiritualitas, dan estetika pewayangan. Sangat cocok digunakan dalam kurasi pameran museum, pendidikan narasi Ramayana, atau ilustrasi nilai-nilai dharma dalam budaya visual Nusantara.


Sabda alam -Om Nama Shiwaya Śiva Sandaran Tertinggi Samsāra dan Sloka Kekal

 


> ēṣa śivaḥ śāśvata ēka ēva
sarvavyāpi sarvabhūtāntarātmā
karta pradhānasya puruṣaḥ purāṇaḥ
saṁsārasyaikaṁ paramaṁ nidhānam
— Ṛgveda, Śiva Saṅkalpa Sūktam, mantra 25
Inilah Śiva, tunggal dan kekal,m
yang meliputi segala dan adalah jiwa dari semua makhluk;
pencipta pradhāna (substansi alam) dan puruṣa (jiwa), yang purba,
Dia adalah satu-satunya sandaran tertinggi dari saṁsāra —
lingkaran kelahiran dan kematian.
🧠 Ulasan Filosofis:
Sloka ini bukan sekadar pujian terhadap Dewa,
melainkan pernyataan filsafat terdalam dalam Weda:
bahwa ada satu asas kekal,
yang meliputi, mendiami, dan mengatur semua fenomena.
Śiva digambarkan sebagai:
Satu dan Kekal (śāśvata eka eva)
Maha Hadir (sarvavyāpi)
Ātman semua makhluk (sarvabhūtāntarātmā)
Pencipta dualitas pradhāna–puruṣa
Dan sebagai satu-satunya pelabuhan dalam samsāra
Ini bukan sekadar Dewa personifikasi,
tetapi hakikat kesadaran yang menopang seluruh alam semesta.
🕯️ Renungan:
Setiap kali kita terseret dalam arus kelahiran, kesedihan, keinginan, dan ketakutan —
ingatlah: ada satu nidhāna — satu tempat kembali yang tak tergoyahkan.
Bukan di luar.
Bukan di surga.
Tapi dalam keheningan terdalam,
tempat Śiva berdiam sebagai diri tertinggimu.
> Bukan tubuh, bukan pikiran, bukan identitas —
tapi kesadaran murni yang selalu ada,
bahkan saat semua lenyap.

Kamis, 19 Juni 2025

Ketika Petapakan Terbakar atau Dicuri Keyakinan Tak Pernah Terbakar

 


Bagaimana perasaan kita jika melihat petapakan Ida Betara terbakar, dicuri, atau rusak karena musibah? Perih, marah, dan hancur. Tapi justru di saat seperti itulah, kita diuji: Apakah kita menyembah bentuk luar atau menghayati hakekat-Nya yang tak tersentuh oleh dunia?
Umat Hindu Bali sangat mencintai simbol-simbol suci petapakan, pratima, barong, rangda, arca, dan pelinggih karena semua itu adalah wahana suci pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam berbagai manifestasi-Nya. Namun, di dunia yang penuh dinamika ini, tidak jarang kita menghadapi kenyataan pahit: petapakan terbakar, dicuri, jatuh saat pengarakan, atau bahkan ternodai oleh musibah yang tak terduga.
Wajar jika hati kita hancur. Karena secara materiil, tenaga, dan waktu, umat memang mengalami kerugian. Mungkin bertahun-tahun mengumpulkan dana untuk membuatnya, mungkin ratusan orang ngayah dengan sepenuh hati, atau mungkin leluhur kita sendiri yang dahulu mewujudkannya.
Namun mari kita jujur pada batin:
Apakah yang terbakar itu sesungguhnya Ida Betara? Ataukah hanya wadag duniawinya?
Sejatinya, petapakan hanyalah lambang dan wahana, bukan wujud sejati-Nya. Beliau tidak bisa terbakar oleh api, tidak ternoda oleh pencurian, dan tidak hilang hanya karena benda itu tak lagi terlihat. Beliau abadi dalam kesucian, hadir dalam hati umat-Nya yang tulus.
Peristiwa ini bisa jadi bukan semata kelalaian manusia, tapi bagian dari rencana niskala Ida Sang Hyang Widhi. Mungkin Beliau sedang membersihkan, menyucikan kembali, atau ingin agar umat-Nya kembali fokus pada hakekat bhakti, bukan pada kemelekatan bentuk fisik semata.
Dan tenanglah, segala kerugian materiil, waktu, dan tenaga yang telah hilang, bisa kembali dicari dan dipulihkan. Dunia ini luas, kesempatan selalu datang kembali. Tapi kesucian hati dan ketulusan keyakinan itulah yang paling penting untuk terus kita jaga.
Pesan Penguatan
Jangan berkecil hati, wahai umat. Jika petapakan-Nya terbakar, bukan berarti Beliau meninggalkan kita. Justru bisa jadi Beliau tengah menguji dan menguatkan batin kita: apakah kita menyembah-Nya karena bentuk, atau karena cinta dan keyakinan yang murni.
Lanjutkan sembahyangmu. Bersihkan tempat-Nya. Tapi yang lebih utama, bersihkan batinmu. Karena Beliau tidak pernah benar-benar jauh Ia hadir dalam hati yang penuh bakti dan sabar.
Disclaimer:
Artikel ini ditulis sebagai bentuk refleksi spiritual dan penguatan batin bagi umat Hindu Bali yang sedang menghadapi musibah terhadap petapakan atau simbol-simbol suci. Tidak untuk mengurangi rasa hormat terhadap bentuk luar, tetapi untuk mengajak umat memperdalam keyakinan bahwa yang sejati tidak akan pernah bisa dirampas. Dunia ini fana, tapi bhakti yang tulus akan tetap kekal.

Rabu, 07 Mei 2025

ARTI DARI KEBERADAAN PURA GELAP DI PURA BESAKIH




Pura Besakih sebagai tempat pemujaan Tuhan adalah simbol Bhuwana Agung. Bagi umat Hindu di Bali tentu sudah tidak asing lagi akan keberadaan Pura Gelap yang ada di Pura Besakih. Pura Gelap merupakan salah satu Pura Catur Lawa adalah sebagai Pura Pemujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Bhatara Iswara pelindung arah timur alam semesta atau Bhuwana Agung. Istilah ”gelap” dalam nama Pura Gelap ini bukan berasal dari bahasa Indonesia. Kata ”gelap” dalam nama Pura Gelap ini berasal dari bahasa Kawi yang artinya petir atau kilat dengan sinarnya yang putih menyilaukan. Pura ini juga dinyatakan sebagai penegak dan pemelihara kesucian ”kependitaan”. Pura Gelap lambang dari pusat sinar Bhuwana Agung. Dengan sinar alam semesta ciptaan Tuhan ini semua kekuatan unsur alam ini menjadi berfungsi sebagai sumber kehidupan semua makhluk hidup penghuni alam ini. Karena itu Pura Gelap ini menjadi pusat meditasi umat manusia yang berkehendak membangkitkan sinar suci yang bersemayam dalam dirinya atau di Bhuwana Alit. Kalau sinar Bhuwana Agung dapat terpadu dengan sinar di Bhuwana Alit atas usaha umat manusia maka keharmonisan hubungan Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit pun terjadi. Hal ini sebagai salah satu penyebab terwujudnya kehidupan yang bahagia atau hita karana. Pura Gelap tidak semata-mata sebagai tempat meditasinya para pandita, tetapi juga sebagai tempat meditasi semua umat terutama mereka yang ingin mengembangkan kepemimpinannya secara baik dan benar.

MAKNA UPACARA BATARA TURUN KABEH DI PURA BESAKIH


 



Batara Turun Kabeh artinya semua Dewa manifestasi Tuhan turun dan bersatu untuk memberikan anugerah kepada umatnya yang berbakti kepada Tuhan. Upacara Batara Turun Kabeh dilakukan setiap tahun pada Sasih Kedasa. Pada upacara tersebut simbol-simbol sakral yang utama yang ada di semua kompleks Pura Besakih itu diusung secara ritual dan distanakan di Balai Pesamuan. Ini menggambarkan bahwa semua Dewa manifestasi Tuhan berkumpul di Balai Pesamuan Agung Pura Besakih untuk memberikan anugerah kepada umatnya sesuai dengan kadar karma dan baktinya. Pesamuan Agung ialah sebuah balai panjang dimana terdapat Çiwa Lingga dan tempat stana arca arca prelingga. Di tempat ini Ida Bhatara berstana bersama dalam interaksi dengan umat. Di sebelah kiri Balai Pesamuan terdapat Pelinggih Sang Hyang Ider Bhuwana. Dua pelinggih ini memiliki hubungan yang sangat erat dalam menggambarkan keberadaan kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa di alam semesta ini. Keberadaan Pura besakih selama ini dipercaya oleh seluruh umat Hindu sebagai pusat kegiatan upacara agama, dimana Pura Besakih menurut beberapa sumber disimbolkan sebagai Madyanikang Bhuana – Jagat Raya, Gunung Agung sebagai Lingga Cala Linggih Ida Bhatara Siwa yang bergelar Ida Hyang Putran Jaya sebagai penguasa jagat. Hal tersebut tersirat dalam Raja Purana Besakih dan beberapa lontar seperti lontar Padma Bhuana, yang mewajibkan umat Hindu ngaturang yadnya di Pura Agung Besakih. Dapat disimpulkan tujuan dari pelaksanaan Upacara Batara Turun Kabeh ialah untuk memohan anugerah kepada Tuhan Yang Maha Esa agar Bali dan seluruh Jagat terbebas dari musibah dan bencana sekaligus dianugerahi kesejahteraan dan kedamaian.




PESAN BANTEN KEBUTUHAN UPAKARA KLIK DISINI

FUNGSI LAIN DARI PAON / DAPUR MENURUT HINDU-BALI




Dapur yang dalam bahasa bali biasa disebut paon atau pewaregan yang umumnya berfungsi untuk memasak. Biasanya di dapur terdapat pelangkiran yang berfungsi sebagai stana Bhatara Brahma. Dalam lontar Wariga Krimping disebutkan bahwa, Dewi Saraswati yang merupakan sakti dari Dewa Brahma sebagai dewa yang memberikan penyucian diri. Maka ketika seseorang mengalami sebel atau cuntaka, setelah melakukan upacara Pitra Yajna dapat memohon panglukatan kepada Dewa Brahma di pelangkiran dapur. Dalam lontar Dharma Kahuripan dan lontar Puja Kalapati, bahwa tahapan upacara metatah disebutkan, dalam rangka magumi padangan. Upacara ini juga di sebut mesakapan kepawon dan dilaksanakan di dapur. Selain yang telah disebutkan diatas, Fungsi lain dari Paon/ Dapur yang tidak kalah penting adalah untuk menetralisir ilmu hitam atau pun butha kala yang mengikuti sampai ke rumah. Jadi hendaknya ketika baru sampai rumah janganlah langsung masuk ke dalam kamar atau ruangan utama di rumah. Hendaknya masuk ke dapur terlebih dahulu.