Senin, 11 Juli 2022

Anggar Kasih Tambir dan Kajeng Kliwon

 


#Anggar Kasih Tambir merupakan hari suci yang sangat istimewa, karena pada hari itu bertepatan juga dengan hari suci Kajeng Kliwon Uwudan.
#Anggar Kasih Tambir dirayakan setiap 6 bulan sekali atau setiap 210 hari sekali, tepatnya pada setiap sapta wara Anggara (Selasa) dan panca wara kliwon serta
wuku Tambir.
#Dalam kutipan dari lontar Sundarigama disebutkan ; yang lain lagi yang perlu diperhatikan ketika Anggara bertemu Kliwon disebut sebagai Anggar Kasih.
#Anggara Kasih atau Anggar Kasih, yang merupakan hari untuk mewujudkan cinta kasih
terhadap diri kita sendiri.
#Pada hari suci Anggar Kasih itu hendaknya kita merawat diri kita sendiri, dengan jalan melakukan pembersihan atau peleburan dari segala kecemaran (mala)
dan bencana.
#Dan hal yang paling utama adalah untuk melebur segala kecemaran yang ada pada pikiran yaitu, dengan jalan melakukan perenungan suci dan juga menghaturkan persembahan berupa banten wangi - wangi, Puspa wangi, Asep astangi dan dilanjutkan dengan metirta pembersihan serta pada malam harinya melakukan renungan
suci atau semadhi.
#Pada saat hari suci Anggar Kasih Tambir itu adalah merupakan hari dimana Sang Hyang Ludra untuk melaksanakan yoga dengan tujuan untuk memusnahkan ataupun untuk menghilangkan
segala kecemaran
di dunia ini.
#Kajeng Kliwon juga merupakan salah satu hari suci bagi umat Hindu yang jatuhnya pada setiap15 hari sekali, hari suci Kajeng Kliwon merupakan pertemuan antara dua unsur triwara yang terakhir Kajeng dengan unsur pancawara yang
terakhir Kliwon.
#Kajeng merupakan hari prabhawanya dari Sang Hyang Durga Dewi yang merupakan perwujudan dari Ahamkara yang merupakan manifestasi dari kekuatan Bhuta Kala dan Durga yang ada dimuka bumi.
#Sedangkan Kliwon merupakan hari prabawanya dari Sang Hyang Siwa sebagai kekuatan dharma yang merupakan manifestasi dari kekuatan Dewa.
#Dan pada saat hari suci Kajeng Kliwon diyakini oleh umat Hindu sebagai harinya Sang Hyang Siwa untuk melaksanakan yoga samadhinya untuk keselamatan dunia.
#Mengenai hari suci Kajeng Kliwon dalam lontar Sundarigama disebutkan ; sementara itu pada hari raya Kajeng Kliwon untuk upakaranya sama seperti hari Kliwon hanya tambahannya yaitu segehan warna
lima tanding.
#Untuk itu setiap umat diharapkan pada saat hari suci Kajeng Kliwon untuk melakukan penyucian diri dan bersikap untuk lebih berhati - hati dalam bertindak, karena kekuatan negatif cenderung lebih besar dari pada kekuatan yang positif, dan itu semua akan dapat mempengaruhi kehidupan dari manusia yang ada dimuka bumi ini.
#Pada hari suci Kajeng Kliwon ada beberapa umat yang meyakininya bahwa, Sang Tiga Bhucari memohon restu dari Sang Durga Dewi untuk membuat bahaya, mengundang semua desti, teluh terang jana dan juga untuk menggoda orang yang tidak berbuat baik atau orang yang berbuat adharma.
#Dengan demikian sudah sepatutnya dan sudah menjadi suatu kewajiban kita sebagai umat Hindu untuk menghaturkan persembahan dimerajan, pura dan tempat
suci lainnya
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
#Yadnya atau Banten yang dipersembahkan berupa ; canang sari, canang raka, puspa harum, segehan kepelan, segehan putih kuning, segehan panca warna dsb. Didepan pintu pekarangan sebelah atasnya dihaturkan sesajen pada Sang Hyang Durga Dewi berupa canang wangi, burat wangi, canang yasa dan semua itu hendaknya disesuaikan dengan tempat atau keadaan serta kemampuan dari
setiap umat.
#Dan dengan kita menghaturkan semua persembahan itu diharapkan agar bisa untuk mewujudkan keseimbangan alam Niskala dari alam bhuta menjadi
alam Dewa.
#Semua jenis Banten (upekara) adalah merupakan simbul diri kita, lambang kemaha - kuasaan Hyang Widhi dan sebagai lambang Bhuana Agung.
(Lontar Yajna Prakrti)
#Kata segehan berasal kata Sega yang berarti nasi, jika dalam bahasa Jawa disebut sego. Oleh sebab itu, banten segehan itu isinya di dominasi oleh nasi dalam berbagai bentuknya, lengkap beserta lauk pauknya.
#Bentuk nasinya ada yang berbentuk nasi kepelan (nasi dikepal)
wujud banten segehan berupa alas taledan (daun pisang, janur), diisi nasi, beserta lauk pauknya yang sangat sederhana seperti ; bawang merah, jahe, garam dan lain - lainnya dan dipergunakan juga api takep yang terbuat dari dua buah sabut kelapa yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda tambah (+) atau swastika, bukan api dupa, disertai beras serta tetabuhan
berupa air, tuak, arak
dan juga berem.
#Makna dari Segehan#
Segehan mempunyai arti suguh atau menyuguhkan dalam hal ini segehan
dihaturkan kepada para Bhuta kala agar tidak mengganggu dan juga Ancangan atau Iringan dari Para Bhatara dan Bhatari, yang tak lain adalah merupakan akumulasi dari limbah atau kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan juga perbuatan manusia dalam kurun
waktu tertentu.
#Dan dengan sarana segehan itu diharapkan nantinya dapat untuk menetralisir dan dapat menghilangkan pengaruh negatip dari limbah tersebut. #Segehan juga dapat dikatakan sebagai lambang harmonisnya hubungan antara manusia dengan semua ciptaan dari Tuhan (palemahan).
#Segehan ini biasanya dihaturkan setiap hari atau pada saat rerahinan dan hari - hari tertentu, dan penyajiannya itu diletakkan didepan pelinggih atau dinatar Merajan, Pura, halaman rumah, didepan pintu gerbang, pertigaan, perempatan
jalan dsb.
#Segehan dan Caru itu juga banyak disinggung dalam lontar Kala Tattva, lontar Bhamakertih, dan
Susastra Smerti.
#Segehan nasi Kepel Putih merupakan segehan yang paling sederhana dan biasanya untuk dihaturkan setiap hari.
#Segehan panca warna itu biasanya di letakkan atau dipersembahkan di natar merajan, halaman rumah, pintu keluar masuk pekarangan (lebuh, pemeda­l) dipertigaan, perempatan
jalan dsb.
#Semua unsur dari Segehan itu sejatinya memiliki suatu
filosopi di dalamnya yaitu :
#Alas dari daun atau taledan kecil yang berisi tangkih disalah satu ujungnya, taledan yang berbentuk segi empat yang merupakan lambang dari arah mata angin.
✓Nasi putih 2 kepal, yang melambangkan dari
Rwa bhineda
✓Jahe, secara ilmiah memiliki sifat panas, semangat dibutuhkan oleh manusia tapi tidak boleh emosional.
✓Bawang, memiliki sifat dingin, manusia harus menggunakan kepala yang dingin dalam berbuat tetapi tidak boleh bersifat dingin terhadap masalah-masalah sosial (cuek)
✓Garam, memiliki PH-0 artinya bersifat netral, garam adalah sarana yang mujarab untuk menetralisir berbagai energi yang merugikan manusia (tasik pinaka panelah sahananing ngaletehin)
✓Tetabuhan Arak, Berem, Tuak, adalah sejenis alkhohol yang secara ilmiah sangat efektif dapat dipakai untuk membunuh berbagai macam kuman atau bakteri
yang merugikan.
✓Dalam ilmu kedokteran alkohol digunakan juga untuk mensterilkan dari alat-alat kedokteran.
✓Metabuh pada saat masegeh bertujuan agar semua bakteri, Virus, kuman yang dapat merugikan
yang ada disekitar tempat itu akan menjadi hilang
ataupun mati ...

Buda Wage Merakih

 


#Hari suci Buda Wage Merakih disebut juga dengan Buda Cemeng Merakih, kata Cemeng itu dapat diartikan juga sebagai Ireng, gelap, hitam dan juga malam.
#Buda Wage Merakih merupakan hari suci yang perhitungannya berdasarkan wuku, dan merupakan pertemuan antara unsur saptawara Buda (Rabu) dengan panca wara Wage dan juga wuku Merakih. #Buda Wage Merakih diperingati dan juga dirayakan oleh umat Hindu setiap 6 bulan sekali atau setiap
210 hari sekali.
#Pada saat hari Buda Wage Merakih, seseorang diharapkan untuk mewujudkan inti hakekat kesucian pikiran, dengan jalan mengendalikan sifat - sifat kenafsuan atau indria - indrianya.
#Dalam satu tahun kalender Bali, umat Hindu merayakan hari suci Buda Wage atau Buda Cemeng sebanyak 6 kali dan
yang terdiri dari ;
1️⃣ Buda Wage ukir
2️⃣ Buda Wage Warigadean
3️⃣ Buda Wage Langkir
4️⃣ Buda Wage Merakih
5️⃣ Buda Wage Menail
6️⃣ Buda Wage Klawu
#Buda Wage Merakih merupakan hari pemujaan terhadap Sang Hyang Manik Galih atau Dewi Sri atau Dewi Laksmi yang merupakan sakti dari Dewa Wisnu atau yang sering juga disebut dengan Sang Hyang Sri Nini yang berfungsi sebagai Dewi kesuburan
dan juga Dewi kemakmuran.
#Di dalam kutipan lontar Sundari Gama
disebutkan bahwa ;
Buda Wage disebut juga Buda Cemeng, pada hari suci tersebut merupakan hari payogan dari Sang Hyang Manik Galih, dengan jalan menurunkan Sang Hyang Omkara Amrta atau inti hakekat kehidupan diluar ruang lingkup dunia skala.
#Disanggar atau dimerajan dan diatas tempat tidur menghaturkan canang wangi - wangian dan juga persembahan kepada Sang Hyang Sri dilumbung serta pada malam harinya melaksanakan perenungan suci
atau semadhi, yang bertujuan untuk menenangkan pikiran dan kedamaian serta kebahagiaan.
#Dalam kutipan Bhagawad Gita 2.48 ada disebutkan bahwa ;
Yoga tidak selalu melakukan tapa, Brata dan semadhi, yoga dapat pula berarti melakukan kewajiban atau pekerjaan yang seimbang dalam menjalankan kehidupan kita masing - masing, terlepas dari keberhasilan ataupun kegagalan kita tetap harus berusaha dan berjuang untuk melakukan kewajiban atau pekerjaan tersebut ...
#Dari semua itu dapat kita petik hikmahnya, bahwa sebagai umat manusia kita harus berusaha untuk
bisa mengendalikan diri dan juga mengekang segala hawa nafsu yang ada pada diri kita ...
#Siapapun yang mampu mengendalikan indrianya dan memusatkan pikirannya kepada Ku, dialah orang
yang memiliki
kesadaran sejati ...
(Bhagawad Gita 2.61)

Parabel tentang Penciptaan dari Vedanta: Ishvara dan Laba-Laba

 


Brahman (Tuhan absolut yang Esa, yang tak berwujud) sesungguhnya tak dapat dijelaskan oleh konsep atau kata-kata manusia, namun Sanatana Dharma (Hinduisme) berusaha menjelaskan tentang Brahman dengan pengertian yang dapat dipahami manusia.
Brahman seperti dalam seri tulisan sebelumnya berarti ekspansi atau perluasan, ia adalah Tuhan yang tak personal (impersonal God), ketika Brahman menciptakan alam semesta atau berekspansi, ia disebut dengan istilah Ishvara. Nama ini berarti Tuan yang jika diisi sisipan h berbunyi Tuhan. Dalam bahasa Inggris identik dengan kata Lord.
Sinonim dari kata Ishvara adalah Bhagavan yang laziim dipakai oleh terutama kaum Vaishnava. Kata Bhagavan berasal dari akar kata Bhaj yang antara lain bermakna memuja, Ia kata yang ditujukan untuk Kepribadian yang Suci, Mulia, Illahi. Namun tak ada perbedaan antara Bhagavan dan Ishvara. Ini cuma dua istilah yang berbeda untuk hal yang sama.
Brahman adalah Tuhan impersonal yang tak berwujud sedang Ishvara adalah Tuhan yang Personal yang diwujudkan . Dalam Sanatana Dharma. Ia adalah kesadaran dan enerji ketuhanan yang termanifestasikan dari Brahman yang absolut. Sebagai Ishvara ia disebut dengan berbagai nama tergantung dari berbagai paham Hinduisme. Secara tradisional dalam Sanatana Dharma ia diidentikkan dengan terutama Vishnu/Narayana dan Shiva.
Ada parabel (perbandingan simbolis) merakyat dari Brahman sebagai ishvara dalam hal penciptaan menurut Advaita Vedanta:
Ishvara diibaratkan (bukan harfiah) dalam penciptaan: bagaikan seekor laba-laba yang membuat jaringnya. Ia tak membuat alam semesta dari ketiadaan tapi dari dirinya sendiri. Bagaikan laba-laba yang meproyeksikan jaring laba-laba dari perutnya sendiri. Kemudian ia menjaganya lalu nanti suatu saat menarik jaring-jaring itu kembali ke dalam dirinya.

Pewintenan dan bagaimana kita mengenal sastra Kanda empat dan Dasa Aksara

 


Kutipan Pinisepuh Pasraman Sastra Kencana Wsm terkait Pewintenan dan bagaimana kita mengenal sastra Kanda empat dan Dasa Aksars
Om swastyastu
Semeton sami, suksm atas perhatian dan atensinya terhadap pewintenan pada ts di atas yang diangkat oleh salah satu anggota kami yang telah mengikuti proses pewintenan jarak jauh, dan efeknya bukan hayalan ilusi dan emajinasi tetapi di rasakan nyata dan dapat difungsikan sesuai dengan pengujian pada buku panduan yang dikirim lewat post
Nama lengkap dari pewintenan ini adalah pewintenan Siwa Nata Raja Jagat Karana,
Pada umumnya pewintenan ini ditujukan untuk para pemimpin dalam bidang apapun kepemimpinannya, banyak pula diikuti para investor bukan hanya orang biasa atau penekun spiritual, pejabat dan pengusaha sangat banyak dan data beliau ada dalam buku induk, seluruh sesepuh kami wajib mengikuti proses pewintenan tersebut dan banyak pula diikuti para Sulinggih bahkan para Nabe Sulinggih , data ada khusus
Untuk memahami pewintenan Siwa Nata Raja Jagat Karana maka pertama
Pahami dulu apa itu Siwa , apa itu Nata, apa itu Raja, apa itu Jagat, apa itu Karana,
cari tatwa filsafat dan filosofinya
Yang kedua untuk mengetahui apa itu Nata Raja, pahami tatwa Jagat Nata yang sampai di buatkan pura untuk para pemimpin daerah khususnya dibali disebut pura Jagat Nata
Untuk paham kekuatan Jagat Nata atau Nata Raja, maka pahami dulu bagaimana proses sastra wreastra di ringkas menjadi Kanda Empat, lalu proses Kanda Empat Butha yang terdiri dari bayu gni teja apah pertiwi menjadi sumber kekuatan Panca Detya, setelah itu pahami proses Panca Detya menjadi kekuatan Kanda Empat Subiksa, setelah itu pahami proses Kanda Empat Subiksa menjadi Sanghyang Panca Maha Butha atau Sanghyang Panca Taksu Ider Buana sebagai Kendali kekuatan Panca Detya dan Panca Maha Butha, dan kelima kekuatan itu menjadi sari sarining buana atau sari sarining Kanda lalu di sebut Kanda Empat Sari,
Pahami siapa Kanda Empat Sari itu dan apa gelar nama pada Kanda Empat Sari, selanjutnya pahami penyatuan Kanda Empat Sari itu menjadi Ratu, dan pahami proses penyatuan Ratu dengan Siwa agar disebut Siwa Ratu dalam dalam aplikasi kehidupan disebut Sulinggih
Dan pahami proses Ratu dan Raja dalam berbagai tugas kepemimpinan,
Jika paham tatwa Kanda Empat secara lengkap maka pasti akan paham tatwa Nata Raja,
Untuk pemahaman Jagat Karana,
pahami tatwa sastra Dasa Aksara
dari proses wreastra menjadi Dasa Aksara, dari proses Dasa akasa menjadi Dasa Bayu,
dari proses Dasa Bayu menjadi Panca Bayu
atau dari Dasa Aksara menjadi Panca Aksara
Dan dari Panca Aksara dan Panca Bayu melahirkan 3 kekuatan yaitu Panca Brahma, Panca Amerta, dan Panca tirta atau Panca sudha
penyatuan ketiga itu akan melahirkan Panca Bayu murti,
Selanjutnya pahami Panca Aksara menjadi Tri Aksara dan penyatuan Panca Bayu Murti menjadi Tri Murti untuk menciptakan kekuatan bayu suci, sabda sidhi idep mandi, sebagai puncak kewenangan sang wiku jnana,
Setelah itu pahami proses penyatuan Tri Murti menyatukan kekuatan bumi dan langit lalu menjadi Maha Ibu dan Maha I Bapa,
Pahami Maha Ibu menyatukan Sapta Petala dan menjadi sarining buana atau maha ibuk menyatukan Kanda Empat Sari agar menjadi Ratu lalu di sebut Jagat Nata, dimana di pura Jagat Nata itu menjadi tempat pemujan para pemimpin atau raja jaman dahulu, disini proses kekuatan Maha Ibu menyatukan seluruh kekuatan bumi dan Kanda Empat Sari di sebut ratunya bumi atau Maha Ibu atau Nata Raja,
Selanjutnya pahami proses Maha I Bapa menyatukan Tri Buana Sapta Loka yang terdiri dari kekuatan Dasa dewata menjadi Dasa Bayu, Panca dewata menjadi Panca Bayu, Tri dewata menjadi Tri Murti, kemudian dari Tri Dewata menjadi Dwi Dewata atau proses bumi dan langit menjadi Maha Ibu dan maha I Bapa,
Disini lahir kekuatan Siwa Dhurga atau Rwa Bineda
selanjutnya pahami proses Dwi Dewata atau Dwi Aksara menjadi Eka Aksara atau penyatuan Maha Ibu dan Maha I Bapa menjadi Tunggal atau Maha Maha Tunggal lalu disebut Sanghyang Tunggal atau Tuhan atau Sanghyang Widhi menjadi sumber dari segala hukum sebab akibat atau karma pala ,
dan pada posisi Tuhan sebagai Sanghyang Tunggal dan menjadi sumber dari segala sumber maka disebut Jagat Karana,
jagat karana adalah sifat tuhan sebagai sumber lahirnya karma pala atau hukum sebab akibat atau hukum Rwa Bineda
Kalau paham proses diatas pasti akan mengerti bagaimana Siwa Nata Raja Jagat Karana itu, bukan pengetahuan utk kebanyakan orang, bukan untuk pengetahuan tipu2, atau awi awian,
Pewintenaan ini sangat cocok untuk para pemimpin karena pemimpin itu sama dengan raja pada tempo dulu , dan jaman sekarang raja adalah pemimpin sesuai sesuai profesi nya
Jika benar2 paham tentang Kanda Empat dan Dasa Aksara apalagi sudah banyak membaca lontar Kanda Empat dan Dasa Aksara, coba disarikan isinya dan pahami bagaimana proses cikal bakal wreastra menjadi Kanda Empat Sari dan wreastra menjadi Dasa Aksara, Panca Aksara, Tri Aksara, Dwi Aksara dan akhirnya Eka Aksara,
Kami pastikan akan paham dan mengerti bagaimana pewintenan Siwa Nata Raja Jagat Karana itu terjadi
Ini bukan pewintenan kerokhanian seperti winten sari, winten pedamel, winten samkara eka jati yang bertugas untuk nganteb Banten dan bukan juga pewintenan Dwi Jati untuk Muput Banten
Inilah perbedaan antara kedyatmikan dengan kerokhanian
Jika hanya belajar kerokhanian saja tentu akan kurang paham dan tidak ada kerokhanian pewintenan spt ini, tapi jika belajar kedyatmikan Bali asli menggunakan dasar Kanda Empat dan Dasa Aksara pasti akan paham hal ini,
Seperti halnya ketika ada orang bilang ilmu belut putih bukan belut putih yang jadi gurunya, ketika ada ilmu cambra berag bukan cicing gudig gurunya tapi Sastra yang diturunkan oleh sang guru yang di olah di rangkai agar melahirkan kekuatan atau energi,
Pun begitu ketika kita ingin membangun kekuatan kesiwaan pada diri sehingga siwa sekala dinyatakan dilahirkan dari sastra, karena itu perlu memahami inti sari atau benang merah dari sastra itu sendiri agar dapat di sarikan isinya demi kebaikan diri dan orang lain agar tercapai rahayu rahajeng dan jagatditha secara seimbang, tidak hanya hanya sebatas wacana dan teori saja,
Teori perlu diuji dan dibuktikan dalam aplikasi hidup selaras kah atau tidak teori dengan praktik serta cocokkah dengan hasil, jika tidak sesuai dengan hasil maka teori itu perlu dikaji lagi
Inilah Kanda Empat dan Dasa Aksara yang dikatakan pingit sehingga tak bisa ditelan mentah2 isinya ketika belajar Kanda Empat dan Dasa Aksara,
Mogi rahayu sareng sami,
Wasudewa kutumbakam
Semoga bisa memberi gambaran tentang sastra Kanda Empat dan Dasa Aksara menurut kajian kami di Pasraman Sastra Kencana dan Wahyu Siwa Mukti.

Subhasita

 


Ahimsā satyam akrodhas
tyāgah sāntir apaisunam
daya bhutesv aloluptvam
mārdavam hrīr acāpalam
BG 16.2
Ahimsa atau tidak menyakiti lewat pikiran, pengucapan maupun perbuatan; kejujuran, bebas dari amarah, tanpa rasa kepemilikan atau keakuan, ketenangan pikiran, bebas dari mempergunjingkan orang, welas asih terhadap semua mahluk; bebas dari keinginan dan keterikatan, lembut dan sopan, bersahaja, tidak terpengaruh oleh nafsu keinginan, teguh dalam pendirian yang luhur serta penuh pengendalian diri.
Ahimsa adalah cara untuk mengalami penyatuan dengan Ia yang disebut bersinar dengan cemerlang dengan sendirinya (Savitar). Menjadi spiritual adalah bermakna Spirit + Actual. Atma adalah kesejatiamu bukan yang lain.
A.W.Sudewa Rendi
Vajrapani

Segalanya adalah Tuhan (Sarvam Khalu Idham Brahman)....Tuhan itu Sempurna, jangan sampai ego menguasai kita shg lupa dgn Kemaha Sempurnaan Tuhan😬😬😬

Pancha Mahā Bhuta: Bhuta Yajna dan Bhuta Shuddhi

 


Om Swastyastu Semeton,
Bhuta, aksharanya ditulis sebagai Bhoota, dan di adaptasi menjadi Bhuta. Di Bali sering ditulis dengan Buta. Bhuta berasal dari 2 suku kata, yaitu Bhu yang artinya "akan menjadi " dan akhiran "Ta" yang memberi penegasan "telah" (telah menjadi).
Akan menjadi, artinya dari sesuatu yang tidak kita ketahui, "hal" Itu, -Tat-, menjadi elemen-elemen materi. Inilah pengertian Bhuta. Dari Tat, terdengar Pranavā Om, sehingga "menjadilah" Akasha atau Ruang-Waktu.
Elemen pertama ini membawa informasi atau memori paling awal atau paling lengkap, dalam wujud Dark Energy-Dark Matter, sebagai Ruang-Waktu. Jadi, Ruang-Waktu "penuh" dengan "informasi atau memori dari Tat". Karena inteligensia informasi awal ini, terjadilah pergerakan (akibat frekuensi dan vibrasi suara) didalam Ruang-Waktu atau disebut juga dengan Vayu. Pergerakan ini memunculkan gesekan antar Dark Energy-Dark Matter sehingga menimbulkan panas, cahaya, api. Muncullah elemen Tejas atau Agni. Kemudian terjadi kondensasi dan kohesi sehingga muncul elemen Jala, yang mana kita juga sebut dengan air (yang memiliki prinsip kohesi). Terakhir, proses ini memunculkan elemen Pṛthvī atau tanah.
Kelima elemen ini disebut Mahā, karena dari permutasi dan kombinasi yang jumlahnya tak berhingga (antar kelima elemen ini), mampu menciptakan berbagai makhluk atau benda. Baik makhluk bergerak maupun makhluk tidak bergerak. Dari para dewa, hingga manusia, hewan, tumbuhan, batu, sungai, makhluk-makhluk dari dimensi yang "gelap", planet, galaksi.... Apa saja, termasuk atom-atom dan partikel subatomnya, semua, tanpa terkecuali, merupakan hasil dari permutasi dan kombinasi dari Pancha Mahā Bhuta ini. Itu sebabnya, bhuta juga sering dimaknai sebagai makhluk-makhluk.
Yajna bermakna persembahan. Asal akshara menyembah adalah sembah. Ada perbedaan signifikan dengan akshara korban dan pengorbanan. Dalam persembahan, sang penyembah tidak menyadari atau tidak merasa dirinya berkorban sama sekali. Sang penyembah begitu mencintai subjek persembahannya sehingga ia tidak menyebut dirinya sedang berkorban, tapi mencintai. Atau kemungkinan kedua, yaitu, ia yang menyembah, melakukan persembahan semata-mata karena melihat Diri yang satu dan sama pada setiap makhluk, yang artinya juga mencakup menyembah Dirinya sendiri.
Kita tahu, jika sedari masih berwujud satu elemen, yaitu Akhasa atau Ruang-Waktu, Pancha Mahā Bhuta ini sudah membawa informasi. Itu sebabnya ada istilah Akhasic Record. Jadi, tidak hanya elemen Jala atau air yang mampu membawa atau menyimpan informasi sebagai memori. Semua elemen.
Artinya, seluruh elemen alam, dari sungai, bebatuan, bukit, gunung, hutan..... Semuanya dapat menyerap informasi "baru" dan menyimpannya dalam waktu yang begitu lama, dan mampu melepaskan informasi ini dalam wujud yang berbeda-beda. Informasi yang kita berikan dalam kegiatan sehari-hari terhadap lingkungan laut misalnya, dapat terlepaskan dalam wujud laut yang tenang atau gelombang tsunami.
Dalam pengertian inilah kita "melakukan" Bhuta Yajna. Persembahan kepada lingkungan, termasuk hewan dan tumbuhan, untuk merubah informasi buruk yang mungkin pernah terekam dalam Pancha Mahā Bhuta penyusun lingkungan tersebut, yang berpotensi untuk terlepaskan dalam wujud bencana-bencana yang tidak kita harapkan. Dalam proses melakukan Bhuta Yajna ini, tentu saja kita jangan sampai kembali memberikan informasi "buruk" pada Pancha Mahā Bhuta penyusun lingkungan.
Hal yang sama kita lakukan pada Pancha Mahā Bhuta didalam diri. Hal ini disebut dengan Bhuta Shuddhi. (Shuddhi bermakna untuk membersihkan). Semua karma atau perbuatan kita dari begitu banyak kelahiran, masuk sebagai informasi dan tersimpan sebagai memori pada Pancha Mahā Bhuta penyusun diri kita, sebagai potensi phala karma (potensi akibat yang harus kita terima). Jadi, dengan pemahaman Bhuta Shuddhi ini, kita akan lebih memperhatikan Tri Kaya Parisudha kita, agar informasi yang masuk dan tersimpan sebagai memori di Pancha Mahā Bhuta penyusun diri kita ini, bukanlah informasi yang buruk dan tidak mulia.
Sebisa mungkin, kita selalu menggunakan suara lewat mantra atau bija mantra, untuk memohon berkah pada Maha Kāla atau Shiva yang menguasai Ruang-Waktu atau Akhasa (Waktu adalah Kāla) dan Dark Energy dalam Ruang-Waktu yang dikuasai oleh Dewi Mahā Kali. Karena kita menyadari, apapun yang dapat dirubah pada Kalā (Ruang-Waktu, Akhasa) lewat energinya (Dewi Kali) akan diteruskan sebagai informasi baru pada keempat elemen Pancha Mahā Bhuta lainnya. Mantra yang kita uncarkan (chanting), membawa frekuensi dan vibrasi tertentu yang akan menyebabkan Vayu (pergerakan) pada Ruang-Waktu didalam dan diluar diri kita.
Berjapalah, senantiasa melakukan Yajna (persembahan), hormati dan sayangi lingkungan (termasuk sungai, tumbuhan, dan hewan) merupakan tindakan nyata manusia Hindu, dalam usahanya menyelaraskan diri dengan hukum alam dari Pancha Mahā Bhuta, dan dalam usahanya untuk menjadi manusia yang utuh dan membawa berkah pada lingkungan.
Matur Suksma.
Om Shanti, Shanti, Shanti Om

Agni Hotra adalah tradisi yang berlandaskan pada Weda

 


Agni Hotra adalah tradisi yang berlandaskan pada Weda yg murni, bukan tradisi daerah tertentu spt India, Bali atau daerah lainnya.
Yajnya ini dihormati sbg mahkotanya yajnya atau rajanya upacara.
Dalam Mahabharata disebutkan, Raja adalah yg paling terkenal diantara manusia...
Gayatri adalah yg paling mulia diantara mantra...dan Agni Hotra adalah yg paling penting diantara yajnya...
Dalam Reg Veda Bab 1
sloka 1 disebutkan,
"Om Agni Mile Purohitam Yajnyasya Deva Mrtvijam..Hotaram Ratna Datamam...."
Yg artinya...Kami memuja dewa Agni sebagai pendeta utama dalam Yajna..Dan Pelaksana Yajna yang akan mendatangkan kekayaan...
Dalam Bhagavad Giita disebutkan diantara yajnya Akulah Japa Yajnya.
Hubungannya dengan Agni Hotra adalah, dalam pelaksanaannya, dilantunkan begitu banyaknya mantra² Weda. Berbagai japa mantra juga diucapkan saat pelaksanaannya, sehingga membuat atmosfer spiritual yang sangat kuat. Inilah yg menjadi alasan mengapa Agni Hotra dimuliakan sbg mahkotanya yajnya.
Sekilas referensi sastra lokal nusantara.
+ Whraspati tatva.. Yajnya artinya melaksanakan upacara Homa.
+ Agastya Parva. Yajna adalah melaksanakan agnihotra, pemujaan kepada Hyang Shivagni/api shiva.
+ Silakrama. Kewajiban sadhaka dlm menjaga kesuciannya adalah dg melaksanakan Homa.
+ Sarasamuscaya. Gunanya mempelajari Veda adalah melaksanakan Agni Hotra.
+ Lontar Widhi Sastra Roga Sangara Bhumi. Bila pd kehidupan ini terjadi hal² yg aneh dan tdk wajar maka bumi hrs dilukat dg Homa.
+ Lontar Nitisastra Pedanda Sakti Wawu Rawuh. Jika terjadi kejanggalan dan kesusahan jagat maka sang tiga yaitu siva-budha & bujangga patut melukat dg Homa Traya (agni hotra).

Dlm Lontar Kala Tatwa ada 7 yadnya yg di jelaskan ,salah 1 dari 7 yadnya itu adalah yg disebut Aswemedha yadnya ,yg merupakan Yadnya yg tertinggi dari 7 jenis Yadnya yg ada ,di mana ada jg Homa yadnya.