Senin, 11 Juli 2022

RISHI MENCOBA MEMAHAMI VEDA

 


Hiduplah seorang Bijaksana bernama Bharadvaja resi (Ayah dari Dronacarya).
Beliau memiliki keinginan yang kuat untuk menguasai pengetahuan Veda.
Tapi Dia tahu bahwa dia bisa hidup hanya untuk maksimal seratus tahun.
Jadi dia melakukan banyak pertapa'an untuk menyenangkan Dewa Indra.
Dewa Indra pun muncul di hadapannya dan sang resi meminta kepada dewa Indra, “Tolong berikan saya seratus tahun lebih sehingga saya bisa menyelesaikan mempelajari tiga Veda”.
Dewa Indra mengatakan,”thathasthu (seperti keinginan anda)”. Kemudian resi Bharadvaja mempelajari Veda terus menerus.
Ketika pada akhir 100 tahun-nya mendekat, dia kembali berdoa kepada Dewa Indra dan dan meminta hidup 100 tahun lebih lagi. Dewa Indra pun memberikanya lagi.
Dengan cara ini ia lakukan perpanjangan umur 100tahun karunia dari Dewa Indra sebanyak lima kali.
Ketika ia berdoa lagi kepada Dewa Indra untuk umur panjang lebih lanjut, Dewa Indra muncul di hadapannya dan ia memutuskan untuk menginstruksikan resi tersebut.
Dia mengucapkan tiga vyahritis “Bhuh”, “Bhuva”, dan “svah” dan menciptakan tiga gunung besar.
Ketika Resi Baradvaja melihat tiga gunung besar itu dia pun berpikir, “Mungkin ini merupakan Wujud dari tiga Ilmu Pengetahuan Veda yang sudah saya kuasai.
Tiga gunung ini mungkin mewakili penguasaan saya atas tiga Veda yang saya Pelajari”.
Yang mengejutkan sang Resi adalah ketika Dewa Indra mengambil sedikit lumpur dari setiap gunung dan menjadikanya dalam segenggam.
Dewa Indra pun berkata kepada orang bijak Rsi Baradvaja, “wahai resi yang terhormat "Ini adalah apa yang Anda pelajari dari tiga Veda tersebut dan Sisanya tiga gunung tersebut adalah apa yang perlu Anda ketahui.
dan untuk mengetahui Sisanya Itu dapat mengambil banyak-banyak kehidupan untuk melakukan Pengetahuan ini”.
Resi Baradvaja sangat terkejut. Dia berpikir, “Saya sudah memperpanjang visa saya sebanyak 5 kali untuk tinggal di sini sehingga saya dapat menyelesaikan tiga Veda.
masih saya hanya mempelajari nya sangat sedikit. Itu berarti Veda tidak akan dapat sepenuhnya dipelajari oleh siapa pun”.
Kemudian ia meminta petunjuk Dewa Indra apa yang harus dilakukan.
Dewa Indra mengatakan, “Kitab Suci Veda tidak terbatas. Kecuali Sri Visnu, tidak ada yang bisa mengetahui Veda sepenuhnya. Yang terbaik adalah untuk mengetahui tujuan dari semua Veda. Tujuan dari semua Veda adalah Tuhan Hari. selalu Meditasi dengan selalu mengingat Kepada-Nya itu akan memenuhi tujuan dari semua Veda”.
Kemudian resi Baradvaja pergi ke mattapalli (tempat di Andhra Pradesh), mensucikan diri dengan mandi di sungai Gangga dan mulai memusatkan hati dan pikiran kepada Tuhan Narasimha. Karena terpuaskan oleh meditasi Resi Baradvaja, Tuhan Narasimha pun muncul dan menganugerahkan kepadanya tempat tinggal di Laksmi-Narashimha Loka.
PESAN MORAL DALAM CERITA:
Biasanya para murid yang mempelajari Veda dan kemampuan seseorang untuk membaca Sloka-Sloka Veda dengan pengucapan yang sempurna akan diambil sebagai kualifikasi untuk mempertimbangkan seseorang untuk menjadi “spiritual”.
Bagaimanapun kualifikasi untuk studi Veda dan kemampuan seseorang untuk membaca mereka tidak sama pentingnya dengan memahami Tuhan Yang Maha Agung yang merupakan tujuan dari Veda.
Karena ketika seseorang memahami Tuhan Krishna yang merupakan tujuan dari Veda semua pengetahuan Veda diturunkan padanya.
Sebaliknya meskipun jika seseorang tahu semua Veda, tidak ada jaminan bahwa dia akan memahami Personalitas Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan rahmat Tuhan Sendiri maka bisa kita memahami-Nya.
Dan tidak mungkin bagi setiap orang untuk mempelajari Veda sepenuhnya. Karena dikatakan ,”vedo vai anantah” (Veda tidak terbatas).
Jadi tujuan dari semua Veda adalah untuk Mengetahui Personalitas Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan Tujuan dari Veda.
Krishna menegaskan hal ini dalam Gita Bab 15.15 dengan mengatakan,
“vedais ca sarvair aham eva vedyah
vedanta-krd veda-vid eva caham

Sugra Ajung

 


Sugra Ajung, ini khusus untuk Ajung, sebuah saran dari anak kecil. Sudah yang comen bahwa sloka di Bhagawad Gita- (selanjutnya titiang singkat dengan BG)-tidak berdiri sendiri. Bab IX 27 justru mematahkan sloka 26. Kemudian juga disandingkan dengan apakah upacara yadnya itu satwika berarti merujuk Bab XVII tentang Gunatraya. Mundur dulu ke Bab II tentang Samkya dan Yoga, sloka induknya yang mana?. Karena di sana seluruh sloka induknya di Bab II hanya 19 sloka saja. Sebenarnya di Bab II BG sudah tamat. Itu yang pertama, yang kedua apabila kita ingin menggali pemahaman dari BG, hendaklah kita sepakati dulu BG yang digunakan yang memang gubahan untuk keagamaan. Ketiga, BG di gubah oleh ribuan orang yang kepentinganya dapat dikatagorikan menjadi tiga: Gubahan para sarjana liberal adalah pendekatannya sain, yang menganggap bahwa sloka-sloka BG adalah buatan manusia sebagai karya seni sastra. Gubahan kedua adalah kepentingan sektarian untuk modal misionaris (Waisnawa yang menjadikan jalan bhakti paling utama, Saiwais menekankan karmani, Brahma Kumari menekankan jnana dll). Keempat, BG bukan kitab berdiri sendiri, ia harus di sandingan dengan Upanisad sedikitnya 18 upanisad utama, kemudian di cocokan dengan kitab Brahma Sutra, ketiga kitab ini dikenal dengan Prasthanatraya. Sayangnya di Indonesia yang pertama menggubah, bukan orang Bali dia adalah Amir Hamsah 1933, dikemudian hari hadir saduran dari Wilson terjemahnya bahasa inggis oleh Nyoman S Pendit 1963, Kitab ini di cetak oleh Binmas Hindu dan disetujui oleh Parisada Pusat. Jadi pada hakekatnya Bali tidak menggunakan pedoman dari BG. Bali mengunakan Basya Sastra yang di tuangkan dalan kropak lontar yang dianggap sudah berdasarkan Weda Sirodite ( Weda Sirah-Pokok-pokok Weda Samhita). Dengan demikian, harus jujur mengakui BG mulai rame di bicarakan semenjak diadakannya pembacaan BG secara klosal di Pura Tanah Lot bebrapa tahun yang lalu, kini diperkenalkan penerbitkan 1 000 000 buku oleh pihak sektaraian dan disetujui oleh Parisada Pusat. Apakah sudah terealisasi? Harapan titiang, Ajung, agar pendalaman BG untuk Agama Hindu dalam praktek mulai meningkatkan kerohanian kita bersama, sehinga segala benruk Uperenga, Upakara dan Upacara sebagai sadhana dalam bentuk jejahitan, tetandingan sorohan yang dikemas menjadi BANTEN, dapat memaknai segenap simbul-simbul yang dilandasi seni dan budaya, mudah dikaji secara falsafati. Hasil yang kita harapakan arang Bali yang beragama Hindu adalah unggul dalam menjabarkan upacara bebantenan, cerdas dalam pergaulan budhi pekerti atau tata-susila, karena tata-susila itu sendiri adalah bagian dari kajain filsafat, oleh karena itu Tiga kerangka yang mendasari Hindu menjadi gugur. Cukup Upacara yang berbasis Filsafat atau Dharsana. Ingging asapunika Ajung. Jika ada yang salah dan kurang, itu adalah titiang yang salah, jika ada yang benar, adalah milik Hyang Widhi. Rahayu Ajung, sehat selalu agar ranah FB ini semakin hari semakin cemerlang dan berbobot. Swaha.


- Service Laptop / Smartphone Panggilan Denpasar

Tuhan yang menghilang dari Dwipantara Sang Hyang Citraratha

 


Nama Dewa ini tergantikan kemudian oleh sebutan Sang Hyang Pasupati. Sang Hyang Citraratha adalah Dewanya Seni (The God of Art). Jadi Beliau dipuja di masa lalu oleh insan seni di Nusantara. Relief Mengenai Sang Hyang Citraratha ada di Candi Borobudur.
Sang Hyang Citraratha disimbolkan sebagai arca dengan wujud mengenakan pakaian yang sederhana, mahkota sederhana yang menutupi setengah kepalaNya. Mengenakan tali Pawitra atau Upawita yang melingkar dari bahu kiri ke pinggang kanan, balutan kain, gelang kana, dst.
Pada masa lalu hingga saat ini, seni berorientasi sebagai persembahan dan simbol bhakti kepada Tuhan. Pemujaan kepada Tuhan sebagai sumber dari segala sumber keindahan dengan juga menghaturkan sebuah keindahan kepada Beliau. Seni itu adalah juga pemujaan.
Ketika kemudian Sang Hyang Citraratha tergantikan dengan sebutan Sang Hyang Pasupati. Maka ada banyak generasi saat ini kemungkinan akan merasa asing dan tidak mengetahui bahwa Sang Hyang Citraratha di puja sebagai Tuhan Kesenian. Meski demikian bukan berarti umat Hindu menyembah Tuhan berbeda oleh karena disimbolkan nama dan atribut berbeda. Segalanya tetap sesuai Mahawakya “Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti.” Sehingga pemujaan nama Tuhan yang berbeda tidak pernah menimbulkan pertengkaran dan perselisihan berdarah dimasa lalu. Tidak ada sejarah demikian baik di Nusantara dan Khususnya di Bali.
A.W. Sudewa Rendi
Wajrapani

Dwaita dan adwaita itu bagian dari wedanta dharsana ini berkaitan dg cara pandang eksistensi Brahman dan atman.
Advaita memandang brahman atman aikyam.
Dvaita memandang brahman dan atman selamanya terpisah, atman hanya percikan terkecil dari brahman.
Jadi kl mengacu pada wedanta dharsana apa yg menjadi tradisi Hindu diBali adalah bentuk kompilasi dari berbagai dharsana, sehingga sering disebut sidhanta atau yg merupakan saripati. Ada waisnawa, siwaisme, dan tantra.
Selain itu tergantung carapandang/wiweka umat dlm memahami ajaran yg diyakini, bisa saja bersifat advaita dan jg dvaita. Contoh pralingga atau petapakan Ida bhetara atau trimurti jika itu dipandang sbg aneka personalitas maka jelas itu sbg faham dvaita.
Namun jika itu dipandang sbg sarva lakshana bhatara maka itu adalah advaita.
Om Swastiastu. Kita Hindu di Bali, mengambil keduanya. Yakni Visisthaadvaita Vedanta. Memuja Tuhan dalam Nirguna Brahman, dan disaat bersamaan kita memuja Saguna Brahman.
Dwaitya adwaitya..dengan wujud sebutan, dengan tanpa wujud, bahwa dunia itu nyata, atau advaita dunia itu semu, sbagai hasil maya guna..
Semuanya meyetujui bahwa persatuan purusa prakerti menghasilkan , suksma sarira, citta budhi ahamkara, dasendriya, juga semesta..
Kalau yg terakhir dapat disimak pada jnana tattwa, atau juga wraspatti tattwa..
Rahayu

Detoksifikasi dan Puasa Ekadasi

 


Toksin atau racun merupakan salah satu sumber utama terjadinya penyakit di dalam tubuh. Toksin bukan hanya berupa ampas dari makanan yang kita makan dan makanan-makanan yang tidak tercerna, tetapi juga bisa berasal dari non-makanan seperti udara, zat/makanan aditif, logam berat pada air, bahan kimia industri, residu obat-obat farmasi dan sebagainya. Bahkan, pikiran dan emosi negatif (seperti marah, iri hati, benci) juga merupakan toksin bagi sel-sel tubuh. Disamping itu toksin juga diproduksi secara alamiah oleh tubuh kita sendiri.
Normalnya toksin atau racun ini akan dikeluarkan oleh tubuh secara alamiah setiap hari melalui sistem pembuangan (ekskresi) tubuh. Namun jika pembuangan toksin ini tidak berjalan secara normal, maka ia akan mulai merusak jaringan organ-organ vital dan akhirnya menjadi penyakit.
Penelitian telah banyak membuktikan kelebihan toksin dalam tubuh (toxity) berkaitan erat dengan penuaan dini, dan juga penyebab berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (pembunuh nomor satu) dan penyakit lainnya seperti liver, diabetes, kanker dan sebagainya.
Untuk mencegah dan menghindari toksin yang tak bisa keluar dengan semestinya dapat kita lakukan suatu cara percepatan pengeluaran toksin dengan cara detoksifikasi.
Apa Sich detoksifikasi itu?
Detoksifikasi merupakan proses pengeluaran toksin atau zat-zat yang bersifat racun dari dalam tubuh. Puasa merupakan salah satu metode detoksifikasi yang paling efektif dan berumur paling tua yang sudah dilakukan sejak dahulu, disamping itu juga ada cara detoksifikasi dengan penggunaan herbal atau obat-obatan.
Namun metode detoks yang paling aman
dan mudah adalah juice fasting, yaitu puasa yang menghindari makanan padat dan pembentuk acid /asam dan hanya mengkonsumsi jus buah segar saja sepanjang hari dalam porsi tertentu.
Tradisi veda juga menganjurkan kita untuk melaksanakan puasa ekadasi, yaitu puasa yang biasanya jatuh dua kali setiap bulan, biasanya 4 hari sebelum bulan purnama atau tilem (lihat kalender Vaisnava). Hari Ekadasi dianggap hari yang bertuah untuk mengembangkan tingkat spiritual, dengan cara melakukan dengan puasa penuh atau puasa dari biji-bijian. Oleh karena itu hari ekadasi disamping dapat meningkatkan daya spiritual kita maka dapat juga kita manfaatkan sebagai metode detoks untuk memulihkan kembali kesegaran tubuh dengan cara hanya minum jus dengan jumlah tertentu.
Detoksifikasi penting bagi manusia modern karena pola makan yang buruk, seperti kurang serat, banyak goreng-gorengan dan banyak zat aditif dan pengawet. Maka dengan body yang fit kita dapat meningkatkan seva pada Pribadi Tuhan Yang Maha Esa. Jadi teraturlah berpuasa Ekadasi.

FAKTA Swami Vivekananda

 


bukan Hindu sebagai Ibu, tapi ada nilai universal dari setiap agama termasuk Hindu.
Nilai Universal Dalam Semua Agama.
.
Seluruh sistem agama memiliki ide bahwa manusia ingin mencapai kesucian dan kesempurnaan. Agama bukanlah yang terdapat di dalam doktrin-doktrin yang dibaca dan dogma-dogma yang dipercayai, tetapi adalah apa yang dirasakan, yaitu keselamatan.
.
Daya untuk mencapai keselamatan terdapat dalarn diri manusia. Akhir seluruh agama adalah menyadari Tuhan di dalam jiwa. Itulah agama universal.
.
Jika dalam selunrh agama terdspat safu kebenaran yang universal, maka menyadari Tuhan adalah kebenaran tersebut. Ideal dan caranya bisa berbeda-beda, namun kesadaran itulah titik utamanya.
.
Seluruh unsur agama yang fundamental tersebut digambarkan oleh
Vivekananda sebagai Agama Universal. Dia mengatakan:
"Agama Universal adalah agama yang tidak memiliki tempat atau waktu tertentu, agama yang tidak terbatas.
Agama yang akan menerangi para pengikut Krishna dan Kristus, juga menyinari orang-orang suci maupun yang berdosa.
Agama yang tidak akan menjadi Brahmanis atau Buddhis, Kristen atau Islam, tetapi adalah keseluruhan dan semuanya.
Agama yang dalam keseluruhannya akan merangkul setiap manusia dalam tangannya dan memberikan tempat bagi setiap manusia".
.
Dipetik dari SyaifanNur, 2002, SWAMI VIVEKANANDA (1863-1902): REFORMER HINDUISME MODERN, Jurnal Religi, Vol. 1, No. 1, Januari - Juni 2002: 22-39

Disinilah uniknya ajaran sanata dharma bahwa semua adalah tuhan. Sarwam kaliwadam brahman.
Rgveda II. 1.3.4.11
Tvamagna indro vrsabhah satamasi Tvam visnur urugayo namasyah Tvam brahma rayivid brahmanaspate Tvam vidhartah sacase purandhya (3). Tvam agne raja varuno dhrtavratas Tvam mitro bhavasi dasma idyah, Tvamaryama satpatiryasya sambhujam Tvamamso vidhate deva bhajayuh (4). Tvam agne aditir deva disuse Tvam hotra bharati vardhase gira, Tvamila satahimasi daksase Tvam vrtraha vasupate sarasvati (11)
Artinya: Engkau adalah agni, Indra, pahlawan dari semua pahlaawan. Engkau adalah Visnu, yang langkahnya agung yang hamba puja. Engkau adalah Brahmanaspati, brahma yang memiliki seluruh kekayaan, engkau menyangga segala yang hamba cintai dan memohon kebijaksanaan (3)).
Engkau adalah Agni , engakau adalah maharaja Varuna, penguasa hukum yang sangat adil. Engkau adalah Mitra, pekerja yang mengagumkan yang hamba puja. Engkau adalah Aryama, devata para pahlawan yang menambahkan kekayaan kepada semua orang. Engkau Tuhan Yang Maha Esa dalam wujud-Mu sebagai Amsa yang bebas dalam persidangan agung (4).
Ya Tuhan Yang Maha Esa , engkau adalah Agni, Aditi devata yang menerima persembahan kami. Engkau adalah Hotra Bhatari, Pandita Agung dan Dewi kebudayaan, engkau adalah yang diagungkan oleh ribuan umat mausia dimusim salju. Engkau adalah penganugrah kekayaan, pembunuh raksasa Vrtra, dan Sarasvati, dewi ilmu pengetahuan dan kebijakan.

Memahami Weda

 


Saya sendiri memahami WEDA ibarat pertiwi, menghidupi segala macam tanaman/tumbuhan yg hidup drnya. Ada yg berbuah: manis, masam, pahit, dsb. Ada yg berbunga, berdaun, berakar atau batangnya yg memiliki kegunaan beragam. Semuanya tumbuh dg mengambil sari2 dr tanah pertiwi. Semuanya dinutrisi oleh tanah ibu pertiwi.
Demikianlah Weda, dipelajari, dipraktekkan dan dibudayakan oleh berbagai kalangan, masyarakat, suku dsb... menghasilkan Budaya, Tata cara, adat istiadat dan tradisi yg beragam. Semuanya bersumber dr WEDA (yg sangat luas san berkembang mencakup semua ilmu kehidupan).
Artinya Weda bukan hanya milik suatu agama, apalagi mengatakan milik agama Hindu, sangat keliru. Tp Hindu adlh salah satu penganut Weda.
Dharma adlh esensi Weda, dan semua yg tercopta taat pada Dharma.

Bila ingin SANTOSA tingkatkanlah kualitas diri (Sauca) melalui Tapa, Swadyaya dan Isvarapramidana Sesuai tradisi Atangga Yoga

 


Sebelum diksa diawali dengan menerapkan 5 pantangan, dalam arti mengendalikan sifat sifat buruk menuju Tri Kaya Parisudha dan meningkatkan Satwika.
Tentang waktu nya minimal selama 3 bulan.
Dan baru dilanjutkan dengan Diksa.
Setelah diksa ini dilanjutkan dengan menyepi bertapa selama sekitar 42 hari untuk menemukan kembali atau Memperlancar dan membiasakan diri bermeditasi agar terbiasa mencapai apa yang telah dicapai saat diksa.
Selama pengasingan diri inilah diterapkan Panca Niyama Brata seperti yg terkandung dalam TS. Antara lain:
==> 1. Sauca, selalu meningkatkan kualitas diri secara fisik, mental dan spiritual.
==> 2. Tapa berniat dg sepenuh hati untuk mencari selalu kedalam, dg penuh ketulusan.
==> 3. Swadyaya, menerapkan secara sesaksama dg tulus apa petunjuk Guru dan Agama.
==> 4. Isvarapramidana, dengan tekun selalu berserah diri dg sepenuh hati hanya kepada Ida Hyang Widhi Wasa.
==> 5 Santosa, dg menerapkan ke 4 langkah itu diharapkan kita bisa tetap tenang, damai dan senyum apa pun cobaan yang menerpa dalam hidup ini.
Perlu dicatat
Bahwa makin cepat kemajuan spiritual kita makin cepat kita mencapai Santosa.