Pada areal Sanggah Kamulan, ada sebuah pelinggih yang penting lagi disebut “Taksu”. Kata taksu sudah merupakan bahasa baku dalam kosa kata Bali, yang dapat diartikan sebagai daya magis yang menjadikan keberhasilan dalam segala aspek kerja, misalnya para seniman, seperti pragina, balian, dalang dan lain-lain, yang berhasil disebut “mataksu”.
Dan dalam ajaran Tantrayana, taksu itu bisa diartikan sama dengan “sakti” atau “Wisesa”. Dan yang dimaksud dengan sakti itu adalah simbul dari pada “bala” atau kekuatan. Dalam sisi lain sakti juga disamakan dengan energi atau “kala”.
Dalam Tattwa, daya atau sakti itu tergolong “Maya Tattwa”. Energi dalam bahasa Sanskrit disebut “prana” adalah bentuk ciptaan yang pertama dari Brahman. Dengan mempergunakan “prana” barulah muncul ciptaan berikutnya (Panca mahabhuta). Dengan digerakkan oleh “prana” kemudian terciptalah alam semesta termasuk mahluk isinya secara evolusi. Tuhan Nirguna Brahma atau Paramasiva dalam sistem Siva Tattwa, memanfaatkan energi atau sakti itu, sehingga Ia menjadi Maha Kuasa, memiliki Cadu Sakti dengan asta Aisvaryanya. Dalam keadaan yang demikian itu, Ia adalah Maha Pencipta, Pemelihara, dan Pelebur, yang dalam Wrhaspati Tattwa disebut Sadasiva Tattwa dan di dalam Filsafat Vedanta Ia disebut “Saguna Brahma”.
CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI
CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI
Menyimak dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa kalau Purusa (Sanghyang Tri Purusa) dang Sanghyang Tri Atma kita puja melalui palinggih kamulan, maka Sakti atau Mayanya dipuja melalui “Taksu”. Dalam upacara “nyekah” disamping adanya “sekah” sebagai perwujudan Atma yang akan disucikan, juga kita mengenal adanya “Sangge”. Menurut penjelasan Ida Pedanda Putra Manuaba (almarhum). Sangge itu adalah simbul dari “Dewi Mayasih”. Siapakah Dewi Mayasih itu? Bukankah ia mewakili unsur “Maya Tattwa” (pradana atau sakti) itu? Yang juga bersama-sama Atma, dalam upacara Nyekah ikut disucikan. Dalam ajaran “kandapat” kita mengenal adanya saudara empat, yang mana setelah melalui proses penyucian saudara empat itu dikenal dengan sebutan: Ratu Wayan Yangkeb Langit, Ratu Ngurah Teba, Ratu Gede Jalawung, Ratu Nyoman Sakti Pangadangan. Ratu Nyoman Sakti Pangandangan itulah dianggap dewaning taksu .
Kemungkinan dalam upacara Ngunggahang Dewapitara, unsur maya (sakti)nya yang telah ikut disucikan juga disthnakan pada palinggih taksu. Disinilah unsur sakti dari atma individu “menyatu dengan unsur sakti” dari Hyang Tripurusa, dan Atma itu sendiri menyatu dengan Hyang Tripurusa, pada Kamulan itu. Sehingga dengan demikian utuhlah pemujaan pada Sanggah Kamulan, adalah pemujaan Tuhan Tripurusa, dengan sakti (maya)nya.
Khusus palinggih Taksu, adalah berfungsi untuk memohon “kesidhian” atau keberhasilan untuk semua jenis profesi seperti seniman, pedagang, petani, pemimpin masyarakat dan sebagainya.
Khusus palinggih Taksu, adalah berfungsi untuk memohon “kesidhian” atau keberhasilan untuk semua jenis profesi seperti seniman, pedagang, petani, pemimpin masyarakat dan sebagainya.