CARA MUDAH MENDAPATKAN PASSIVE INCOME KLIK DISINI
KEBERADAAN DEWI PARWATI, DEWI UMA, DEWI DURGA, DAN DEWI KALI
1. Pendahuluan
Agama Hindu memiliki beberapa konsep ke-Tuhanan yang unik. Diantaranya
ada dua konsep yaitu, konsep Nirguna Brahman dan konsep Saguna Brahman.
Nirguna Brahman adalah salah satu konsep yang menyebutkan bahwa Tuhan
itu tanpa wujud, tidak bias dipikirkan sama sekali. Sedangkan Saguna
Brahman adalah konsep yang menyebutkan bahwa Tuhan itu sudah memiliki
bentuk kepribadian dan sudah bias masuk ke dalam akal pikiran
manusia.Konsep Saguna Brahman inilah yang berkembang menjadi konsep
polytheisme yang nantinya menjadi konsep dasar dari munculnya konsep Tri
Murti yang sering diwujudkan kedalam wujud tiga pribadi Tuhan yang
berbeda, yaitu Brahma, Visnu, dan Siva.Konsep Tri Murti tersebutlah yang
berkembang menjadi konsep Deva-Devi dalam agama Hindu.
Kepercayaan
umat Hindu terhadap keberadaan Tuhan, didasarkan kepada tiga hal, yaitu:
berdasarkan petunjuk dari para Maha Rsi dan para Akhli atau tokoh
Agama, berdasarkan kesimpulan dari suatu penilaian yang logis, dan
berdasarkan langsung oleh para Maha Rsi atau orang-orang yang telah suci
Karena diyakini bahwa Tuhan menurunkan wahyuNya kepada orang-oprang
yang suci, baik itu dari pikiran, perkataan, maupun perbuatannya.
2. Konsep Tuhan dalam agama Hindu
Sebelum meneruskan pembahasan tentang Keberadaan Devi Parwati, sangat
penting kiranya untuk mengetahui suatu konsep tentang Tuhan dalam
Hinduisme.Agama Hindu tidak bergantung dari sebuah kitab suci tunggal
saja seperti yang dilakukan oleh agama besar lainnya di dunia ini.Namun
keseluruhan tubuh dari kepustakaan filosofis menerima kitab-kitab
Upanisad dan Bhagawad Gita sebagai sumber yang dapat dipercaya dan tidak
bertentangan dengan ajarannya.
Tuhan dalam agama Hindu adalah sang
pencipta segala apa yang ada. Kitab suci Hindu menggambarkan
kemahatahuan Tuhan dan kemahakuasaan Tuhan.Tuhan merupakan perwujudan
dari keadilan, kasih sayang, dan keindahan.Dalam kenyataannya, Tuhan
merupakan perwujudan dari segala kualitas terberkati yang senantiasa
dapat diterima oleh manusia.Konsep Tuhan memiliki dua gambaran yang
khas, tergantung dari kebutuhan dan selera dari para pemujaNya. Beliau
dapat dilihat dalam suatu wujud yang mereka sukai untuk pemujaan dan
penggapaianNya melalui wujud tersebut. Kemudian ada aspek Tuhan yang
lain sebagai konsep yang Mutlak, yang biasanya disebut sebagai Brahman,
yang berarti besar tak terbatas. Dan Tuhan adalah ketakterbatasan itu
sendiri.Telah dinyatakan bahwa untuk dapat menyatakan keberadaan Tuhan
adalah dengan menyebut Tuhan itu “Bukan ini, bukan itu”.Pada sifat
esensial Tuhan, beliau didefinisikan sebagai “Sat-Cit-Ananda” atau
“keberadaan-kesadaran-kebahagiaan”.Ini merupakan dasar dari segala
keberadaan, kesadaran, dan kebahagiaan.
Arti kata Brahman adalah
doa, oleh sebab itu sloka-sloka dalam kitab suci Hindu disebut sebagai
doa. Brahman kemudian diartikan sebagai obyek doa, Tuhan yang
digambarkan sebagai realitas tanpa pribadi (Titib, 1999:51). Kemudian
Brahman dikatakan berasal dari bahasa sanskrta dengan akar kata bhryang
berarti memberi hidup, menumbuhkan, menjadikan hidup, menjadikan
berkembang (Jendra, 2008:1). Sedangkan dalam kamus sanskrta-Indonesia
(Surada, 2007:239) kata Brahman diartikan sebagai jiwa tertinggi,
nyanyian, puji-pujian, kitab suci Veda, penebusan dosa, kesucian,
kebahagiaan terakhir, ilmu keTuhanan, kekayaan, makanan, pencipta,
matahari, dll.
3. Sakti atau daya Tuhan sebagai Dewi
Alam semesta yang kita saksikan dan alami merupakan suatu berkas energy,
baik yang terbungkus maupun tidak.Ini merupakan penemuan dariu ilmu
pengetahuan modern, yang secara incidental telah meruntuhkan perbedaan
antara materi dan energy. Ada satu energy dasar dibalik segala wujud
materi dan energy.Filsafat Hindu yang didasarkan pada Vedanta, lebih
umum dikenal dengan istilah Tantra.Tantra merupakan batang tubuh yang
luas dari literature keagamaan Hindu yang dibaktikan untuk mengemukakan
kepercayaan terhadap Tuhan.Sumber dan pemelihara segala ciptaan, baik
itu tingkat materi atupun kehidupan ataupun pikiran, adalah satu dan
hanya satu adanya. Sakti Brahman dari Vedanta dan Sakti atau Devi dari
Tantra adalah sama. Bila energy berada dalam keadaan statist tanpa
evolusi maupun involusi, bila alam semesta diciptakan bahkan tidak dalam
benih sekalipun, ia disebut Brahman. Bila ia mulai mengembang menjadi
ciptaan ini, memeliharanya dan menyerapnya kembali kedalam dirinya
sendiri, itu disebut sakti.
Dalam literature Mithologi Hindu seperti
juga dalam kitab-kitab tantra, energy ini selalu digambarkan dalam
wujud Devata perempuan, Devi, sebagai pendamping dari dewata
pasangannya.Setiap anggota Tri Murti memiliki Sakti atau Devi sebagai
pendampingnya.
4. Dewi Parvati
Seperti apa yang sudah
dijelaskan di atas, bahwa masing-masing dari Tri Murti memiliki Sakti
atau Daya yang mendampingiNya. Sehingga ketika menyebut
namaParvatipikiran kita tidak dapat terlepas dari bayangan Siva, sebab
Parvati disini adalah Daya dan pendamping dari Deva Siva, Deva
pemusnahan dan Deva Pemecahan.
Mayoritas dari para Devi Hinduisme
merupakan aspek dan ragam dari Parvati.Nama yang dikenal dan dipuja
sangat banyak untuk diketengahkan disini. Bila beberapa namaseperti
Parvati, Haimavati Girija, dan Daksayani menyatakan asal mulanya dari
Himalaya atau Daksa (salah satu nenek moyang umat manusia). Nama lain
seperti Siva, Mrdani, Rudrani, dan Sarvani menekankan aspek sebagai
pendamping dari Deva Siva. Namun yang lainnya seperti Aparna dan Uma
memiliki referensi khusus pada cerita tertentu dalam Purana.
Walaupun seluruh devata perempuan disebut dengan sakti dari pasangan
laki-lakinya, kata sakti dan devi bersifat lebih khusus bahkan bias
disebut lebih eksklusif. Yang digunakan untuk menyatakan sakti Siva,
aspek Parvati tak terhitung banyaknya.Dengan menganggap Siva sebagai
Mahadeva, Tuhan tertinggi, Parvati menyatakan dayanya sebagai pencipta,
pemelihara, dan penghancuran alam semesta.Himalaya menyatakan Akasa atau
ether, substansi mendasar pertama.Mena menyatakan kecerdasan.Karena itu
Parvati sebagai keturunannya menyatakan substansi kesadaran dari alam
semesta.Itulah sebabnya dia juga disebut Uma (sinar yang cemerlang).Pada
tingkat subyektif, Uma-Haimavati menyatakan Brahma Vidya atau
kebijaksanaan spiritual, untuk mencapai penyatuan dengan Siva.
4.1 Uma
Sakti Deva Siva diberi nama sesui dengan perwujudannya yang ganda,
yaitu berwujud “santa” atau tenang, dan bersifat “raudra” atau “krodha”.
Ketika dalam wujud santa, sakti Deva Siva ini disebut dengan Parvati,
yaitu seorang devi dengan penuh kecantikan dan kasih sayang. Selain
disebut dengan Parvati, juga disebut dengan Devi Uma atau dewi
Kedamaian.Didalam kitab Purana disebutkan Devi Parvati pada penjelmaan
pertamanya adalah Daksayani, yaitu putri dari Daksa dan Prasuti dan
menikah dengan Siva.Karena tidak mampu memahami keagungan Siva, Daksa
memakinya dan mulai membencinya.Ketika Daksa melakukan suatu upacara
Kurban Agung, salah satu tamu yang tak diundang adalah Siva. Sangat
bertentangan dengan saran pasangannya, Daksayani pergi ke tempat upacara
tanpa diundang dan mengakhiri hidupnya dengan membakar diri dalam api
yoga. Oleh sebab itu, kemudian ia dikenal dengan sebutan Sati yang tak
berdosa. Berikutnya dia terlahir kembali menjadi Parvati, putri dari
Himawan dan Mena.Setelah melakukan tapa yang mendalam, dia mampu
menyenangkan Siva dan membuat Siva dapat menerimanya kembali sebagai
pendampingnya.
Selama Parvati melakukan pertapaan, dia menolak untuk
makan dan minum, walaup daun kering sekalipun. Sehingga dia memperoleh
penampakan Aparna Ibunya Mena yang tidak tega menyaksikan putri
kesayangannya menderita dalam melakukan tapa, dan berusaha mencegahnya
dengan kata-kata “Uma, sayangku janganlah berbuat seperti ini” yang
kemudian nama Uma menjadi nama lainnya.
Seperti pendamping Siva,
Parvati juga memiliki dua aspek yang berbeda, yaitu aspek lemah lembut,
penyayang, dan berparas cantik, serta satu aspek lain adalah aspek
menakutkan dan mengerikan. Sebagai Parvati atau Uma dia dinyatakan
dengan aspek yang lemah lembut, penyayang, penuh cinta kasih. Dimana
dalam aspek ini, dia selalu bersama dengan Siva. Kemudian dalam aspek
ini dia memiliki dua tangan, yang kanan memegang teratai biru, dan yang
kiri menggantung bebas disebelahnya. Bila dinyatakan secara mandiri
(Parvati Tunggal/tanpa Siva), dia tampak dengan empat tangan, dua tangan
memegang taratai merah dan biru, sedangkan dua tangan yang lain
memegang Varada dan Abhaya Mudra.
4.2 Durga
Durga merupakan
aspek sakti yang paling banyak dipuja. Arti kata Durga yang sebenarnya
adalah “sulit didekati atau sulit dikenal”. Menjadi personifikasi dari
keseluruhan kekuasaan para Deva, Dia wajar sulit didekati atau dikenali.
Namun sebagai Ibu Alam Semesta, dia merupakan perwujudan dari kasih
sayang dan kelemahlembutan, bila dimohonkan.
Aspek Durga yang
dinyatakan dalam kitab-kitab Purana dan agama adalah pasukannya saja,
seperti Sailaputri, Kusmanda, Katyayani, Ksemankari, Harasiddhih,
Vanadurga, Vindhavasini, Jayadurga, dan lainya. Mereka akan lebih
menarik dalam ikonografi dan pada para pemohon yang dapat memperoleh
jenis keinginan lain terpenuhi oleh pemujaan aspek yang berbeda-beda.
Patung-patung Durga dapat memiliki empat/ delapan/ sepuluh/ delapan
belas/ duapuluh tangan. Matanya biasanya tiga, rambutnya dibentuk
menyerupai mahkota (Karandamukuta), dia secara indah diberikan pakaian
merah dan beberapa hiasan. Beberapa benda-benda yang dipegangnya, yang
lebih umum adalah: kulit kerang, cakra, trisula, busur, anak panah,
pedang, belati, tameng, genitri, mangkuk anggur, dan genta. Dia
digambarkan berdiri pada sebuah bunga Padma atau kepada kerbau atau
menunggangi seekor singa. Singa sebagai raja rimba merupakan simbolik
ciptaan binatang terbaik, dia juga menggambarkan keserakahan terhadap
makanan, sehingga ketamakan terhadap obyek-obyek kenikmatan yang tak
terhindarkan membawa pada nafsu.
Mahisasuramardini adalah Devata
yang mengambil wujud sebagai hasil dari pengumpulan kekuatan-kekuatan
semua Deva yang ditindas oleh Raksasa Mahisasura. Brahma, Visnu, dan
Siva marah mendengar ulah perbuatan jahat dari Mahisasura, dan dan sang
Devi lahir dari kemurkaan mereka, yang diikuti oleh kemurkaan para
Devata lain yang lebih rendah. Kekutan dari para Deva membentuk anggota
badan dan penggandaan yang tepat dari senjata-senjata dan dengan
menunggangi seekor singa yang mengerikan, Mahisasuramardini menantang
Mahisasura dan menghancurkannya bersama dengan pasukannya.Dia merupakan
kekuatan misterius yang mana seluruh alam semesta diresapi dan
dihidupkannya.Dia merupakan perwujudan dari kekayaan, kekuasaan,
keindahan, dan juga kebajikan.Dia merupakan pengejawantahan dari yadnya,
paravidya, dan aparavidya.
Ketika para Deva diserang oleh raksasa
Sumbha dan Nisumbha, mereka kembali memohon kepada sang Devi, dengan
pujian Aparajitastotra memujinya sebagai tak tertaklukkan imanensinya
pada segala makhluk hidup merupakan tema dari pujian-pujian ini. Dalam
menanggapi doa tersebut, sang Devi berwujud sebagai Kausiki Durga yang
muncul dari badan Parvati, dan dia sendiri menjadi Kali, yang gelap
setelah manifestasi ini. kecantikan Durga yang mempesona dunia menarik
perhatian Sumbha dan Nisumbha, yang mengirim usulan pernikahan melalui
seorang budak. Namun mereka tidak berdaya saat “kelemahan dan kebodohan”
dia telah bersumpah untuk menikahi mereka yang mampu mengalahkannya
dalam perang.
Durga memiliki tiga manifestasi yang utama, yaitu:
Mahakali, Mahalaksmi, danMahasaraswati. Mahakali memiliki sepuluh muka
dan sepuluh kaki.Dia berwarna biru tua, ibarat permata Nilamani. Di
kesepuluh tangannya menyandang sepuluh senjata, yaitu: pedang, cakra,
gada, anak panah, busur, pemukul besi, tombak, ketapel, kepala manusia
dan kulit kerang. Sebagai personifikasi aspek tamasika dari sang Devi,
dia juga Yoganidra, yang telah membuat Visnu tertidur. Kepadanyalah
Brahma memohon untuk meninggalkan Visnu sehingga dapat memusnahkan
Raksasa Madu dan Kaitabha. Mahalaksmi merupakan aspek rakasika dari sang
Devi. Beliau dilukiskan dengan warna merah seperti batu karang.Pada
kedelapan belas tangannya memegang genitri, periuk-perang, gada,
trisula, tombak, pedang, tameng, kulit kerang, genta, mangkuk anggur,
jerat dan cakra sudarsana. Beliaulah yang menghancurkan Raksasa
Mahisasura. Mahasaraswati adalah devata ketiga yang menyatakan aspek
satvika dari sang devi. Dia cemerlang bagaikan bulan di musim gugur dan
memiliki delapan tangan, yang masing-masing memegang genta, trisula,
mata bajak, kulit kerang, alu, cakra, busur dan anak panah.Dialah yang
merupakan lapisan fisik dari Parvati, sehingga dikenal sebagai Kausiki
Durga. Dia merupakan simbol kesempurnaan dan keindahan fisik. Dia
merupakan kekuatan dari kerja, aturan, dan organisasi.
4.3 Kali
Dari semua bentuk patheon Hindu, mungkin Devi Kali yang paling aneh
jika dipandang melalui pandangan modern. Siapa yang tidak ketakutan dan
merasa mual melihat bentuk wanita gelap yang telanjang yang mengenakan
celemek tangan-tangan manusia dan untaian kepala manusia, khususnya juga
saat dia memegang kepala manusia yang baru saja dipotong dan pemotong
yang digunakan membantai masih berlumuran darah.Semua ceritanya membuat
bingung para pembaca ataupun pendengar, terlebih ketika semua itu tidak
selaras dengan kelembutan dan kesopanannya sendiri.
Kata Kali
berasal dari kata yang tidak asing ditelinga masyarakat, khususnya
masyarakat Hindu di Bali, yaitu Kala atau waktu. Dia adalah daya dari
waktu, waktu yang kita semua mengenalinya dengan baik adalah pemusnah
segalanya. Itulah sebabnya Tuhan bersabda dalam Bhagadgita XI. 32:
“Aku adalah waktu yang maha perkasa untuk menghancurkan dunia yang
sekarang ini terlibat dalam memusnahkannya, walaupun tanpa engkau semua
angkatan perang yang ditempatkan pada barisan yang memusuhimu tak akan
hidup”.
Penggambaran Kali pada umumnya dijumpai dalam kitab-kitab
suci, gambar-gambar, dan patung, latar belakangnya adalah wilayah
kremasi atau tempat pembakaran mayat atau medan perang yang menunjukkan
tubuh-tubuh mati termasuk yang dirusak. Dia berdiri dengan sikap
menantang pada badan mati yang merupakan pendampingnya sendiri, yaitu
Siva.Bila Siva berwarna putih tulus, dia berwarna biru tua yang
berbatasan dengan kegelapan.Dia sepenuhnya telanjang, kecuali pada
celemek tangan-tangan manusia. Dia menggunakan untaian empatpuluh
tengkorak kepala manusia.Rambutnya yang lebat sepenuhnya kusut
awut-awutan.Dia memiliki tiga buah mata dan empat lengan. Pada tangan
atas, dia memegang potongan kepala manusia yang masih mengeluarkan darah
segar, demikian juga pedang yang digunakan untuk memotongnya. Dua
tangan bawah bersikat abhaya dan Varada Mudra.Mukanya merah dan lidahnya
menjulur keluar.
Latar belakang atau situasinya sangat selaras
dengan temanya. Potongan kepala dan pedang merupakan pernyataan grafis
tentang penghancuran yang sedang berlangsung.Tuhan dikatakan telah
menciptakan alam semesta dan kemudian memasukinya.Dengan demikian alam
semesta ini menjadi sebuah tabir, selubung bagi ketuhanan itu. Bila itu
dimusnahkan, maka ketuhanan itu akan tetap terbuka. Itulah makna Kali
yang talanjang sehingga dia diistilahkan sebagai Digambara yang artinya
berpakaian ruang.Menggunakan ruang angkasa yang tak terbatas sebagai
pakaiannya.
4.4 Lalita
Aspek lain dari dewi Parvati yang
secara luas dipuja di India Selatan adalah Lalita Tripurasundari.
Pengulangan Lalitasahasranama dan Trisati yang terkenal, seperti halnya
pemujaan lanbangnya sebagai “Sricakra” sangatlah popular.Bila Durga dan
Kali menyatakan daya aspek kekuasaan dari para Devi, Lalita menyatakan
aspek keindahannya.Oleh sebab itu wujudnya digambarkan sebagai sangat
cantik dan pemujaannya lebih lembut.
Menurut Lalitopakhyana dari
Barhmanda Purana, Lalita Deavi mewujudkan dirinya ditengah-tengah
jentera yang sangat cemerlang, yang muncul dari lubang upacara kurban,
ketika Indra melakukan upacara kurban dalam menghormatinya. Atas
perintah para deva yang berkumpul disana, ia memilih untuk menikahi
Kamesvara (Siva). Dia memusnahkan raksasa Bandasura dan melenyapkan
kotanya, Sonitapura. Visvakarma, yaitu arsiteknya para Deva membangun
sebuah kota Sripura yang indah pada pegunungan Himalaya, demi untuknya,
dimana dia bersama-sama dengan Pasangannya Siva Kamesvara menempati kota
tersebut secara abadi.
Bhandasura, raksasa yang tidak tahu malu,
yang tinggal di Sonitapura, kota darah dan daging, sebenarnya adalah ego
yang membuat sang roh menyamakan dirinya dengan badanmenjauhkannya
dengan Tuhan. Ketiika Sang Devi yang merupakan kekuasaan dan berkah
Tuhan membunuhnya, dia sebenarnya membebaskannya dari pembatasan yang
melilitnya. Lalita digambarkan dengan warna agak merah (seperti warna
fajar) dan luar biasa cantik.Pada keempat tangannya dia memegang busur
dari tebu, anak panah, kait gajah (ankusa) dan jerat (Pasa).
Kadang-kadang dia tampak memegang mangkuk anggur yang terbuat dari
intan.Salah satu kakinya yaitu yang kiri terlihat santai pada pedestal
(alas patung) yang juga dari intan.Busur yang terbuat dari batang tebu
sebenarnya menyatakan pikiran.Melalui pikiranlah sebenarnya kita
mengalami segala kegembiraan.
4.5 Aspek-aspek lain Parvati
4.5.1 Sapta-mtrka
Menurut Durgasaptasati salah satu naskah dasar dari kepercayaan ibu,
ketika Kausikidurga berperang dengan raksasa Raktabija yang darahnya
bila menetes akan mengeluarkan raksasa yang sama dengan dirinya. Maka
dari diri Kausikidurga, dia menciptakan tujuh emanasi. Tujuh emanasi
inilah yang disebut dengan Sapta Mtrka(tujuh ibu kecil).Mereka itu
adalah Brahmi, Mahesvari, Kaumari, Vaisnavi, Varahi, Narasimhi, dan
Aindri.Nama itu merupakan sakti dari Brahma, Isvara, Kumara, Visnu,
Varaha, Narasimha, dan Indra.Karena itu, mereka memiliki wujud senjata
sesuai dengan pasangannya.
4.5.2 Dasamahavidya
Sepuluh
aspek sakti kadang digambarkan dalam karya-karya tantric. Mereka
diistilahkan dengan Dasamahavidya yang merupakan pernyataan dari
pengetahuan dan kekuasaan, mengatasi sebagai sumber dari segalanya yang
dikenal. Pertama adalah Kali, yaitu devi yang memusnahkan segalanya.
Kedua adalah Tara, kekuasaan dari janin keemasan (Hiranyagarbha), dia
juga menyatakan kekosongan atau ruang tak terbatas.Yang ketiga adalah
Sodasi, personifikasi kesempurnaan. Yang keempat Bhuvanesvari,
menyatakan kekuatan dunia material, yang kelima Bhairavi, menyatakan
keinginan dan cobaan yang mengantar pada pemusnahan dan kematian, yang
keenam Chinnamasta, devata telanjang yang membawa kepalanya sendiri yang
terpotongditangannya dan meminum darahnya sendiri. Dia menyatakan
keadaan berlanjut menghidupi diri dari dunia yang tercipta dimana
terlihat penghancurandiri dan pembaharuandiri terus-menerus. Yang
ketujuh Dhumavati, yang melambangkan penghancuran dunia oleh api,
manakala hanya asap (Dhuma) dari abunya yang tertinggal, terkadang dia
disamakan dengan Alaksmiatau Jyesthadevi. Vidya kedelapan adalah Bagala
yaitu devi berkepala burung bangau, dan menyatakan sisi burung dari
makhluk hidup seperti kecemburuan, kebencian, dan kekejaman. Yang
kesembilan Matangi, yaitu perwujudan dari kekuasaan dominasi, dan yang
terakhir adalah Kamala yaitu kesadaran murni dari sang diri. Dia
disamakan dengan Laksmi, devi penganugerah.
4.5.3 Annapurna
Annapurna merupakan pemilik dan pemberi makanan. Parvati mendapat nama
tersebut karena dia selalu menyediakan makanan bagi Siva ketika ia
berkelana sebagai seorang pengemis. Dia terlihat menyiapkan makanan pada
wadah yang dari batu permata. Pemujaannya memastikan bahwa kepala rumah
tangga tidak akan pernah kekurangan makanan.
4.5.4 Aparajita
Apajita adalah Salah satu nama Durga dan serangkaian sloka terkenal
dalam candi berakhir dengan kata-kata “namas tasyai” disebut
Aparajitastotra.
4.5.5 Bala
Bala merupakan anak-anak
yang dianggap sebagai putri Lalita dan selalu berumur Sembilan tahun,
dia dikatakan telah memusnahkan tigapuluh putra Bhandasura.
4.5.6 Bhadrakali
Bhadrakali adalah salah satu dari beberapa aspek Mahakali.Dia muncul
dari kemarahan Uma, ketika Dhaksa menghina Siva dan berperang bersama
dengan Virabhadra untuk menghancurkan upacara kurban Daksa.
4.5.7 Bhutamata
Bhutamata merupakan Ibu dari para setan.Dia tinggal dibawah pohon
Asvatta dan memiliki pengiring sejumlah setan, raksasa, dan makhluk
setengah deva.
4.5.8 Camunda
Aspek Camunda samadengan
Kali, dia mendapatkan nama ini karena telah membunuh Canda dan Munda
dalam perang melawan Sumbha dan Nisumbha. Terkadang dia dimasukkan ke
dalam Saptamatrka.
4.5.9 Gayatri, Savitri, dan Sarasvati
Ketiga Devi ini menyatakan tiga aspek devata yang menjiwai mantram
gayatri terkenal yang diucapkan tiga kali sehari. Gayatri merupakan
devata yang menjiwai doa di pagi hari, mengatur rgveda dan api
Gharapatya. Dia memiliki empat wajah, empat/sepuluh lengan dan
menunggangi seekor angsa. Savitri menjiwai doa tengah hari, mengatur
yajurveda dan api daksina. Dia memiliki empat wajah, duabelas mata,
empat lengan dan mengendarai seekor lembu jantan. Saraswati adalah
devata yang menjiwai doa malam hari, mengatur samaveda dan api
Ahavaniya. Dia memiliki satu wajah dan empat lengan serta mengendarai
burung garuda.
4.5.10 Indraksi
Indraksi adalah devata yang
matanya mirip dengan mata Indra. Dia merupakan aspek devi yang khusus
dipuja oleh Indra seperti halnya wanita Apsara (gadis-gadis surgawi).
Dia banyak dihias dan memegang Vajrayuda. Bila dia disenangkan dengan
puji-pujian, dia bahkan bias menyembuhkan penyakit yang taktersembuhkan.
4.5.11 Jagad-dhatri
Devi ini adalah aspek lain dari sang devi yang lebih umum dipuja di
Bengala. Dia disebut “yang memelihara dunia”, dia memiliki empat lengan
yang membawa kulit kerang, cakra, busur dan anak panah serta mengendarai
seekor singa.
4.5.12 Kamesvari
Kamesvari adalah aspek
devi sebagai penguasa keinginan. Karena Siva memusnahkan Kama, Deva
Asmara, dia dikenal sebagai Kamesvara, yang merupakan penguasa nafsu
atau keinginan.Devi yang menjadi pendampingnya bernama Kamesvan. Dia
sebenarnya merupakan nama lain dari Lalita. Dia dapat memenuhi
keinguinan yang dimohonkan kepadanya.
4.5.13 Katyayani
Karena devi terdahulu pernah terlahir sebagai putri dari seorang Rsi
yang bernama Kata, dia dikenal sebagai Katyayani. Dia sepenuhn ya
merupakan daya kekuatan dari Tru Murti Hindu. Uraian tentangnya praktis
sesuai dengan cerita Durga sebagai Mahisasura-Mardini.
4.5.14 Manonmani
Manonmani disebut sebagai dia yang meningkatkan pikiran pada keadaan
yoga tertinggi.Dia merupakan sakti yang mantap pada pusat psikhis pada
puncak kepala, dibawah Brahma-randhra. Dia digambarkan berwarna biru
atau hitam kulitnya dan membawa sebuah mangkuk, tengkorak kepala, dan
juga sebuah pedang, bila dia bias disenangkan dengan doa pujian dari
para Bhaktanya, dia dapat memberkahi kekayaan dan menakuti
musuh-musuhnya.
4.5.15 Rajarajesvari
Rajarajesvari adalah
dia yang menjadi pengatur rajadiraja. Aspek Devi ini bahkan menguasai
Brahma, Visnu, dan Mahesvara seperti halnya Kubera (penguasa kekayaan)
yang dikenal sebagai rajadiraja.Dia merupakan aspek dari Lalita.
4.5.16 Sivaduti
Dalam peperangan melawan Sumbha dan Nisumbha, sang devi mengirim
pasangannya sendiri yaitu Siva sebagai duta kepada mereka. Karena itu,
dia dikenal sebagai Sivaduti yang menjadikan Siva sendiri sebagai
seorang duta. Dia kadang-kadang terlihat seperti Kali dan terkadang
terlihat seperti Durga.
5. Kaitan Parvati dengan Ngereh dan Rangda di Bali
Jika kita kaitkan antara keberadaan Devi Parvati dengan ritual ngereh
dan keberadaan Rangda di Bali, maka kita bias arahkan pikiran kita pada
aspek Devi Parvati dalam wujud beliau sebagai Durga. Dalam masyarakat
Bali dikenal ada istilah Petapakan.Petapakan adalah topeng dalam wujud
sosok makhluk magis yang meyeramkan, terbuat dari kayu tertentu,
dibentuk sedemikian rupa sebagai simbol unsur niskala (tidak nampak)
dari adanya Ida Betara Rangda.Ketakson berasal dari kata taksu mendapat
awalan ke dan akhiran an sehingga menjadi kata ketaksuan dan orang Bali
lebih mudah mengucapkan dengan kata ketakson yang artinya kesaktian dari
proses sakralisasi. Panungrahan artinya pemberian dari Dewa
Petapakan Ida Betara Rangda itu, diyakini tidak saja mampu mengusir
gerubug (wabah penyakit) yang pada musim-musim tertentu datang mengancam
penduduk Bali, namun juga diyakini dapat mengayomi masyarakat sehingga
merasa tenang dan aman dari ancaman niskala itu.Rasa aman semacam itu
menjadi penting, meskipun masyarakat Bali telah menjadi masyarakat
modern dan berpendidikan tinggi. Aktualisasi dari rasa aman dari ancaman
niskala ini adalah di setiap desa, atau Pura mesti ada Petapakan Ida
Betara, sebagai tanda atau kendaraan adanya Ida Betara Rangda, yang jika
dipahami dengan baik adalah sisi lain dari kepercayaan akan
kemahakuasaan Siwa. Dalam kaitan dengan dunia mistik Hindu Bali,
pemujaan terhadap Siwa dilakukan dengan banyak cara, namun terfokus pada
Durga sebagai saktinya Siwa. Di bagian-bagian tertentu negeri India,
mungkin Siwa tidak sepopuler di Bali, mungkin Wisnu yang lembut dan
kebaikannya tidak diragukan lebih popular, atau mungkin Krisna atau
Rama. Menarik diteliti mengapa Siwa dalam manifestasinya sebagai Dewa
Pralina yang bertugas menghancurkan itu justru lebih popular daripada
Wisnu atau Brahma yang lembut.
Dalam kisah cerita Calonarang
diungkapkan, setelah Raja Airlangga memutuskan untuk menyerang kediaman
Calonarang Janda Girah, maka janda penekun ilmu hitam ini mengajak
murid-muridnya ke kuburan untuk menghadap Dewi Durga. Untuk itu, janda
dari Girah itu harus menyiapkan sarana dan prosesi menyambut kedatangan
Dewi Durga. Setelah sarana upacara dan prosesi pemujaan berlangsung,
muncullah Dewi Durga dalam wujud yang menyeramkan, mulut menganga,
taring mencuat dan saling bergesekan, rambut mengombak, membentangkan
kain selendang pada susu, penuh hiasan, letak kedua kakinya miring,
memakai kain setengah badan, matanya membelalak bagaikan matahari
kembar, terus menerus mengeluarkan api, kemudian dengan suara berteriak
menanyakan apa tujuan walu ing girah (janda dari girah atau Girah)
menghadap.
Citra perwatakan Dewi Durga yang demikian seram itu,
kelak muncul dalam rangda yang sesungguhnya merupakan hasil ciptaan para
seniman Bali.Entah siapa yang menjadi pelopor, tampaknya seniman
pertama yang menciptakan.Sosok rangda di Bali tidak dikenal, sosok
rangda muncul di sejumlah desa di Bali sebagai wujud aktualisasi rasa
magis masyarakat Bali. Kelahirannya itu, agaknya tidak sekedar melewati
proses penciptaan yang biasa, mesti mengacu pada petunjuk mitos atau
lontar tertentu. Lontar-lontar (daun pohon lontar yang berisi aksara
suci) itu memberi petunjuk mengenai sah tidaknya sebuah petapakan untuk
mendapatkan anugrah ketakson.Sementara itu, mitos-mitos yang diciptakan
berfungsi untuk menambah bobot magis petapakan tersebut.Cerita-cerita
mengenai makhluk-makhluk magis yang seram disampaikan oleh mitos-mitos
itu, dipahami oleh penduduk Hindu Bali sebagai ancaman niskala pada
kehidupan sehari-hari, jika petunjuk-petunjuknya tidak dipenuhi.Dalam
mitos-mitos itu, selalu disebutkan bahwa makhluk-makhluk magis itu
menyebarkan wabah penyakit pada musim-musim tertentu.Tidak heran, bila
kemudian penduduk Bali merasa takut terhadap ancaman wabah penyakit itu,
lalu seniman sakral Bali menciptakan mitos baru yang merupakan
perwujudan dari sosok makhluk-makhluk magis itu.Salah satu ciptaan itu
adalah Petapakan Ida Betara Rangda.
Puncak harmonisasi antara
makhluk - makhluk mitologis itu dengan penduduk Hindu Bali adalah saling
memberi kekuatan atau kesaktian, maka prosesi ngereh merupakan bukti
adanya kesadaran mistik itu.Petapakan yang mendapatkan ketakson,
merupakan bentuk presentasi dari kesadaran mistik Hindu Bali
tersebut.Agar petapakan itu dapat menjalankan fungsinya sebagai
penangkal ancaman niskala-mistik itu, disamping dapat mengayomi penduduk
dari ancaman niskala itu, maka petapakan itu harus sakti, memiliki
taksu, dan agar sakti harus melalui proses sakralisasi. Sakralisasi ini
sudah mulai dijalankan pada saat mencari kayu yang akan dijadikan bahan
petapakan itu. Umumnya, kayu yang digunakan bahan petapakan, adalah
jenis kayu yang dipercaya memiliki kekuatan magis, antara kayu pule,
kapuh (rangdu), jaran, kapas, waruh teluh, dan kepah. Masing-masing
jenis kayu ini ternyata memiliki mitologinya sendiri, yang narasinya
berusaha menggambarkan keunikan dan kemagisan kayu-kayu
tersebut.Sakralisasi juga tampak pada hari baik yang harus dipilih saat
mulai mengerjakan petapakan itu, yang disebut hari kilang-kilung menurut
kalender Bali. Sakralisasi ini masih harus dijalankan dalam beberapa
tahapan, antara lain tahapan pasupati, ngatep, mintonin dan akhirnya
ngerehang.
Apa sesungguhnya ngereh itu? Beberapa lontar memang ada
memberi petunjuk mengenai ngereh, antara lain lontar Canting Mas dan
Sewer Mas Widi Sastra, Ganapati Tattwa dan lontar Pengerehan.
Lontar-lontar tersebut ternyata memberi penjelasan mengenai ngereh dalam
perspektif yang luas sehingga ada kesan bahwa ngereh hanyalah prosesi
mistik yang sangat rahasia, sebab dilakukan di kuburan pada tengah
malam, adalah pengertian yang sempit.Meskipun demikian, pengertian
ngereh yang sempit inilah yang hidup dalam benak masyarakat Hindu Bali.
Ngereh sebagai prosesi ritual-mistik di kuburan dan dilakukan pada
tengah malam adalah tahapan akhir dari proses sakralisasi Petapakan Ida
Betara Rangda. Untuk hal pertama, setelah Petapakan dipasupati oleh
seorang pendeta (orang suci), maka diadakan ritual ngereh untuk
mendapatkan Sakti Panca Durga (lima kesaktian Durga). Apapun istilah
yang digunakan untuk menyebut kedatangan roh atau kekuatan sakti itu,
yang jelas proses ritual-mistik inilah yang unik dan sangat rahasia.
Kerahasiaannya, antara lain dapat dilihat dari tidak banyaknya penduduk
yang terlibat dalam prosesi ritual-mistik itu, bagi yang ingin melihat
harus dari jarak tertentu, sehingga pengalaman mistik pelaku ngereh
adalah pengalaman sedikit orang yaitu orang yang bisa hidup di alam
supranatural Bali.
Ngereh biasanya berhubungan dengan Upacara Sakral
berupa : Pasupati, Ngatep dan Mintonin. Ngereh artinya memusatkan
pikiran, dengan mengucapkan mantra dalam hati, sesuai dengan tujuan yang
bersangkutan.Pasupati artinya kekuatan dari Dewa Siwa.Ngatep artinya
mempertemukan dan Mintonin adalah bahasa Jawa Kuna yang artinya
menampakkan diri.
Dalam prosesi Ngereh Petapakan Ida Betara Rangda
diperlukan tiga tingkatan upakara seperti ; Prayascita dan Mlaspas,
Ngatep dan Pasupati, Masuci dan Ngerehin.
Pengertian ketiga
tingkatan upacara sakralisasi proses Ngereh Petapakan Betara Rangda
diatas adalah sebagai berikut : Tingkat Prayacitta dan Melaspas. Tujuan
dari upacara ini adalah untuk menghapuskan noda baik yang bersifat
sekala maupun niskala yang ada pada kayu dan benda lain yang digunakan
untuk pembuatan Petapakan Betara Rangda. Noda ini dapat saja ditimbulkan
oleh sangging (seni ukir) ataupun bahan itu sendiri.Dengan Upacara
Prayascitta diharapkan kayu atau bahan itu menjadi bersih dan suci serta
siap untuk diberikan kekuatan. Upakara tersebut dihaturkan kehadapan
Sang Hyang Surya, Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Sapujagat.
Ngatep
dan Pasupati dapat dilakukan oleh Pemangku (orang suci) dan Sangging
(seni ukir). Dengan upacara ini terjadilah proses Utpeti (kelahiran)
terhadap Petapakan Betara Rangda. Mulai saat itu dapat difungsikan
sebagai personifikasi dari roh atau kekuatan gaib yang diharapkan oleh
penyungsungnya (Pemujanya).Tingkat Masuci dan Ngrehin, merupakan tingkat
upacara yang terakhir dengan maksud Betara Rangda menjadi suci, keramat
dan tidak ada yang ngeletehin (menodai).Tujuan upacara adalah untuk
memasukkan kekuatan gaib dari Tuhan.Dengan demikian diharapkan Petapakan
Betara Rangda mampu menjadi pelindung yang aktif.Upacara ini biasanya
dilakukan pada dua tempat yaitu di pura dan di kuburan.Apabila dilakukan
di kuburan yang dianggap tenget (angker), maka diperlukan tiga
tengkorak manusia yang berfungsi sebagai alas duduk bagi yang memundut
(mengusung).Begitu pula bila dilakukan di pura maka tengkorak manusia
dapat diganti dengan kelapa gading muda.Upacara ini biasanya dilakukan
pada tengah malam terutama pada hari-hari keramat seperti hari kajeng
kliwon menurut kalender Bali.Sebagai puncak keberhasilan upacara ini
adalah adanya kontak dari alam gaib yaitu berupa seberkas sinar yang
jatuh tepat pada pemundutnya (pengusungnya). Si pemundut (pengusung)
yang kemasukan sinar itu akan dibuat kesurupan (trance) dan pada saat
itu pula si pemundutnya (pengusungnya) menari-nari. Kejadian lain yang
menandakan upacara ini berhasil adalah apabila Petapakan Betara Rangda
bergoyang tanpa ada yang menyentuhnya.
Jadi ritual Ngereh itu adalah
peristiwa kesurupan, yang sengaja dibuat karena untuk membuktikan bahwa
“topeng” yang diupacarai sudah memiliki kekuatan gaib untuk keselamatan
masyarakat penyungsungnya (Pemujanya).
Tempat pelaksanaan ngereh
biasanya di tengah-tengah setra (kuburan) pada hari tilem (gelap) dan
hari keramat di malam hari. Jam pelaksanaannya sekitar jam dua puluh
tiga yang diawali dengan matur piuning (Pemujaan), ngaturang caru
(menghaturkan sesajen yang ditaruh diatas tanah ) dan nyambleh kucit
butuhan (memotong babi jantan yang masih muda).
Orang yang
ditugaskan ngereh duduk berhadapan dengan Petapakan Ida Betara
Randa.Lidah Petapakan Ida Betara Rangda dilipat ke atas
kepalanya.Diantara orang yang ngereh dengan Petapakan Ida Betara Rangda
itu ditempatkan upakara, yang pokok adalah getih temelung (darah dari
babi jantan) yang ditaruh pada takir (daun pisang).Pengereh bersemedi,
sedangkan rekan-rekannya yang lain berjaga-jaga di sekitar setra
(kuburan). Malampun bertambah larut .suasana magis mulai terasa ditambah
desiran angin semilir membuat bulu kuduk berdiri.
Untuk menjadi
Pengereh diperlukan kesiapan mental, keberanian dan kebersihan pikiran
dan badan serta yang paling penting adalah lascarya (pasrah, tulus,
ikhlas). Tidak boleh sesumbar atau menambah serta melengkapi diri dengan
kekuatan-kekuatan lainnya seperti : sesabukan (Jimat kesaktian). Adanya
benda-benda asing di luar kekuatan asli yang berada di badan akan
mengganggu masuknya kekuatan Ida Bhatara.
Keberhasilan
ngerehditandai dengan adanya gulungan api, atau tiga bola api yang
datang menghampiri kemudian masuk ke petapakan Ida Betara Rangda. Jika
sudah masuk ke Petapakan Ida Betara Rangda, ditandai dengan menjulurnya
lidah Petapakan Ida Betara Rangda yang semula diatas kepalanya kemudian
turun berjuntai mengarah ke takir (daun pisang ) yang berisi getih
temelung (darah babi jantan) dan menyedotnya sampai habis, selanjutnya
si pengereh akan kerauhan (trance) kemudian masuk ke Petapakan Ida
Betara Rangda dan ngelur (berteriak) menggelegar; akhirnya tangkil
(datang) ke Pura Dalem, permisi lanjut menuju pura tempat peyogan
(persemadian) Ida Betara Durga.
Dalam ngerehang pun memanggil Panca
Dhurga untuk mengisi kekuatan rangda. Untuk upacaranya perlu dibuatkan
segehan agung (sesajen besar yang ditaruh di atas tanah) beserta
perangkatnya yang sesuai dengan lontar pengerehan.Adapun yang dimaksud
dengan Sakti Panca Durga adalah lima macam kekuatan Durga yaitu :
KalaDurga, Durga Suksemi, Sri Durga, Sri Dewi Durga, dan Sri Aji Durga.
Lima macam kekuatan Durga inilah yang menguasai ilmu arah mata angin di
dunia niskala (tidak nampak) dan bisa menimbulkan kemakmuran bagi umat
manusia maupun bencana apa bila dilanggar batas-batas wilayahnya.
Sedangkan ngerehang rangda sesuai dengan Lontar Pengerehan, Kanda Pat,
bahwa ngerehang rangda mempunyai kekhususan sendiri. Sebab ini
berhubungan dengan sifat magis yang dimiliki oleh rangda itu sendiri,
karena rangda merupakan simbol rajas (emosi) yang penuh dengan nafsu
untuk menguasai.Dalam lontar Calonarang, rangda artinya janda yang
memiliki nafsu tak terbendung atau kemarahan yang tak tertahankan karena
dendam. Rangda sendiri merupakan sifat manusia yang tidak pernah puas
dengan apa yang dimilikinya sehingga menyebabkan gejolak dalam diri kita
sebagai manusia.
Rangda pengerehan dilaksanakan di setra (kuburan),
karena setra (kuburan) merupakan tempat pemujaan terhadap Dewa Bhairawi
yaitu Dewa kuburan dalam lontar Bhairawa Tatwa, yang merupakan wujud
dari Dewi Durga.Dalam mitologinya, disini Dewa Siwa berubah wujud untuk
menemui saktinya Dewi Durga berupa rangda sehingga muncullah beberapa
kekuatan yang menyeramkan untuk menguasai dunia. Inilah alasannya kenapa
setra (kuburan) dipakai sebagai tempat ngerehang rangda. Karena penuh
dengan kekuatan black magik. Sehingga dalam ngerehang rangda, kalau
sudah mencapai puncaknya ia akan hidup. Setelah hidup rangda akan
memanggil anak-anak buahnya berupa leak (setan) atau makhluk halus
lainnya.