Minggu, 11 Desember 2016

tebasan warangan


Dagang Banten Bali


CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI


tempeh isi kain kuning, 5 tumpeng menghadap ke luanan, raka n sampyan bungkulan
5 tumpeng menghadap ke teben, raka2, payasan
tulung peras,
kanan kira tipat kelanan,


Mecaru ring kahyangan







Mecaru ring kahyangan, padma lan mulang pakelem ring segara, lantur nunas tirta,,, lanjut lingsirne ngelelawang/ nangluk merana..
“Sasih Kaenem”, sasih pancaroba. Gumatat-gumitit (mikro organisme) seperti bakteri, jamur, virus, cendawan, amuba, tumbuh dan berkembang dengan baik. Cuaca yang ekstrim kerapkali menimbulkan bencana. Kondisi alam tidak stabil. Orang sering mengatakan sasih kenem adalah musim penyakit dan musim bencana.
Secara niskala sasih kenem menyimpan mitos bahwa “ancangan Ida Ratu Gede Mecaling” sedang berkeliaran ke desa-desa mencari mangsa. Sehingga sasih kenem makin memiliki misteri bagi umat Hindu di Bali.
Dalam menghadapi kondisi ini, setiap desa adat di Bali melakukan upacara “melancaran” bagi segenap “pelawatan” Ida Betara seperti Barong, Rangda, Barong Landung, dll. Maksudnya adalah Ida Betara Sesuhunan (dalam wujud rangda, barong, dll), dimohonkan agar berkenan berangjangsana keliling desa meninjau “damuh” (umat manusia). Anjangsana beliau diiringi oleh seluruh damuh penyungsung. Di setiap persimpangan jalan dihaturkan sesaji pemapag berupa nasi wong – wongan, dll. Demikian juga umat menyambut kehadiran beliau dengan menghaturkan pejati, pesucian, peras tulung sayut dan segehan mancawarna 9 tanding. Disajikan pada sanggah cucuk di setiap pintu depan rumah, sebagai wujud rasa bakti serta memohon kerahayuan.
Anjangsana biasanya dilakukan pada hari kajeng kliwon atau tilem, pada sore hari menjelang malam (sandikala).
Dalam anjangsana keliling desa, Ida Betara kemudian dihaturkan pengilen dan ayaban rayunan sari yang dikenal dengan “Ngaturang Hidangan” diikuti sembah bakti para damuh. Terakhir dihaturkan penyamblehan ayam hitam.
Melancaran tujuannya memohon kerahayuan kehadapan Ida Betara Sesuhunan agar manusia terhindar dari segala bahaya, penyakit, dan bencana.
Dan jika dikaitkan dengan mitologi Ratu Gede Mecaling, melancaran bermakna memohon perlindungan kepada Ida Betara Sesuhunan agar terhindar dari pengaruh negatif para ancangan Ida Ratu Gede Mecaling.
Melancaran juga disebut “ngelawang”, karena beliau diiring berangjangsana dari pintu ke pintu gerbang (lawang) keliling desa. Disebut “macecingak”, karena beliau diiring untuk meninjau keberadaan umat manusia dan alam lingkungan. Disebut “nangluk merana”, karena umat mohon agar Ida Betara Sesuhunan mengendalikan hama penyakit yang menyerang pertanian, serta penyakit yang menyerang manusia.
Melancaran umumnya dilakukan pada sasih kenem. Namun rentang waktunya mulai sasih kelima sampai keulu, kemudian pada sasih kesanga dilakukan tawur serangkaian Nyepi. Selanjutnya sasih kedasa dianggap sudah “kedas” / bersih / kondisi alam dirasa mulai stabil. Kurang lebih demikian. Ampura. Kadi nasikin segara.

Tebasan Pasupati




Tebasan Pasupati 
tamas, kain barak, baas barak, pis bolong, kulit sayut, raka, tumpeng barak metancepan bunga pucuk barak, meplekir endong, kojong rasmen, 2 tulung sangkur misi nasi barak, peras tulung, payasan, elok-elok misi baas n tetebus barak, rantasan barak, penyapuhan endong, kuangen 1 mebunga barak, sampyan nagasari endong, canang 




Tebasan Saraswati

Dagang Banten Bali


Banten Saraswati serta Pemaknaaannya



Tiap-tiap proses hari suci Saraswati senantiasa memakai bebanten (upakara) dalam memuja Dewi Saraswati yang di kenal dengan sebutan banten Saraswati atau tebasan Saraswati. Banten Saraswati sebagai lambang (nyasa) terdiri atas jajan cecak, bubur, nyanyah geringsing, daun beringin, penyeneng serta canang.


Jajan cecek menyimbulkan pengetahuan dapat hidup dimana-mana, daun beringin lambang keabadian, nyanyah geringsing lambang persembahan pada Beliau.
Jajan cecak berikut yang paling utama sebagai isi banten Saraswati di mana mempunyai makna pengetahuan dapat ada dimana-mana. Pada pelaksaan pemujaan Dewi Saraswati buku, lontar, pustaka, kitab suci mesti diupacarai dengan banten saraswati, tetapi ketika pemujaan semua umat pantang untuk membaca serta menulis. 

Dalam lontar sundarigama dijelaskan tan wenang ngujar sastra, tan wenang nelengi sastra berarti tak diperkenankan membaca serta menulis, hari Saraswati adalah puncak yoga yang berada dalam kondisi diam atau kosong.


Melayani pembuatan aneka banten untuk upacara \hindu Bali
piodalan
pawiwahan
otonan
tiga bulanan


Melayani aneka Upacara
Ngelangkir
Menikah
Ngaben

hubungi via WA, Telp atau sms
0882 - 9209 - 6763
0896-0952-7771

Telp
0361 - 464096

alamat
jl Gandapura Gg 1c No1 Kesiman Kertalangu
dan
jl sedap malam 117a kebon kuri
Denpasar

Pesan Via Facebook Klik Disini


Tebasan Merta Uttama



Tebasan Merta Uttama/Tebasan baas kuning 
tamas, tumpeng meplekir, 2 tulung sangkur, 1 takir baas kuning, raka, kojong rasmen, kuangen, sampyan nagasari

Tebasan Merta Sari




Tebasan Merta Sari/Tebasan baas putih
tamas, tumpeng meplekir, 2 tulung sangkur, 1 takir baas, raka, kojong rasmen, kuangen, sampyan nagasari

Rabu, 07 Desember 2016

Banten Butha Yadnya


Kalau Banten Butha Yadnya itu masih menggunakan nasi dengan lauknya bawang jahe belum menggunakan hewan itu disebut Segehan. Segehan itu pun banyak jenisnya. Ada segehan Nasi Sasah, ada Segehan Nasi Kepel, Segehan Nasi Wong-Wongan, ada Segehan Naga dan sebagainya. Kalau banten Butha Yadnya itu sudah menggunakan ayam, banten itulah yang disebut Caru. Ada Caru Eka Sata, Panca Sata, Panca Sanak, Panca Kelud. Balik Sumpah.
Menurut Lontar Dang Dang Bang Bungalan, kalau banten Butha Yadnya itu sudah menggunakan binatang kerbau tidak lagi ia disebut banten Caru. Banten itu sudah bernama Banten Tawur. Misalnya Tawur Agung sudah menggunakan binatang kerbau seekor. Umumnya dipergunakan untuk Tawur Kesanga setiap menyambut tahun baru Saka.
Kalau ditambah lagi dengan tiga ekor kerbau disebut Mesapuh Agung, ditambah lagi dengan lima ekor kerbau. Demikian antara lain disebutkan dalam Lontar Dang Dang Bang Bungalan. Namun pada hakekatnya semuanya itu tujuannya adalah mecaru mewujudkan keharmonisan sistem alam semesta



Uparengga mapralina dan mlaspas Sumur.
Memakai iwak kakul,
Kakul mampu hidup di lumpur dan penanda kadar air masih tinggi. Dan nasi wong-wongan simbol bhuta ngurip sumber air. Bila ia bhuta dengan perlakuan benar, maka ia menghidupi. Bila bhuta diperlakukan buruk menadi durga gangga. Ia Adalah Wisnu dewa sumber kemakmuran. Ia Dewi Danuh dalam Sad Kertih penjaga segala sumber mata air.

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI