Rabu, 01 Juli 2015

Banten OTONAN




Otonan cenik tumpeng 5 
Tebasan dan ayaban
Tebasan
Sambutan
Pengenteg bayu
Arepan penyembah : Pejati pesucian, toya anyar, banyu awang, bunga
Tebasan hari
Tebasan wuku
Ayaban
Tumpeng 5
Ulu : pejati, pengambean
Awak : peras pengambean, tebasan sidapurna, tebasan merta uttama, gebogan
Ikut : daksina, soroan, taluh siap matah



banten di pelangkiran 
pejati (pejati, daun, segehan putih kuning) n pesucian 

banten di kumara 
pejati, saji, suci, pesucian

banten di ari2 
pejati, segehan warna 1 tamas, kau misi nasi kepel 4 

banten di bale 
pejati, gebogan, pengenteg bayu, tebasan kelahiran
ayaban (tupeng 5), pejati mangku, sambutan 

beten segehan cacah, segehan warna, daksina, biukaon 



- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI


Banten Otonan - Hari Ulang Tahun Kalender Hindu Bali
Kata Otonan berasal dari bahasa Jawa Kuno yang telah menjadi kosa kata bahasa Bali yang berasal dari kata “wetu” atau “metu” yang artinya keluar, lahir atau menjelma.
Dari kata “wetu” menjadi “weton” dan selanjutnya berubah menjadi “oton” atau “otonan”.
Demikian pula kata “piodalan” dari kata “wedal” berubah menjadi “odal” atau “odalan” yang juga mengandung makna yang sama dengan “weton” tersebut di atas.
Di dalam bahasa Sanskerta kata yang mengandung pengertian kelahiran adalah “janma” dan kata “janmadina” atau “janmastami” mengandung makna “hari kelahiran” atau hari ulang tahun.
Hari kelahiran umat Hindu di Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali diperingati berdasarkan kalender Bali-Jawa yang disebut pasaran. Kalender ini mempergunakan perhitungan “Wuku” yang jumlahnya 30 Wuku (210 hari) dalam satu tahun Jawa-Bali, Sapta Wara (Pasaran Tujuh) dan Panca Wara (Pasaran Lima). Jadi hari kelahiran seseorang diperingati setiap enam bulan sekali menurut perhitungan 35 hari sekali) atau “Pitu Wulanan” di Jawa dengan perhitunga setiap bulannya 30 hari. Misalnya seorang yang lahir pada hari Rabu Wage Wuku Klawu atau Buda Cemeng Klawu, maka setiap hari tersebut datang dalam jangka waktu 210 hari disebut hari “Otonan” atau hari ulang tahun bagi yang bersangkutan.
Berdasarkan uraian tersebut yang dimaksud dengan “Otonan” adalah hari kelahiran bagi umat Hindu yang datang dan diperingati setiap 210 hari sekali berdasarkan perhitungan Sapta Wara, Panca Wara dan Wuku yang berbeda dengan pengertian hari ulang tahun pada umumnya yang didsarkan pada perhitungan kalender atau tahun Masehi.
Tujuan pelasanaan upacara Otonan
Setiap upacara agama memiliki tujuan tertentu, demikian pula upacara Otonan memiliki tujuan antara lain:
Memperingati kelahiran seseorang, dengan demikian yang bersangkutan mengetahui pada hari apa ketika dilahirkan dan berapa tahun umurnya pada saat upacara Otonan dilaksanakan.
Guna menyucikan diri seseorang, dengan upacara Otonan yang bersangkutan akan melaksanakan upacara penyucian berupa “Byakala” atau “Prayascitta” dimaksudkan untuk menyucikan diri, melenyapkan kotoran batin, menjauhkan diri dari gangguan “Bhutakala, Dengen dan sejenisnya” (mahluk-mahluk gaib yang suka mengganggu umat manusia), dengan demikian pikirannya menjadi cemerlang.
Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, para leluhur, kedua orang tua dan kerabat terdekat. Dalam pelaksanaan upacara setelah yang bersangkutan menyucikan diri secara jasmaniah, dengan berkeramas dan mandi, mengenakan bhusana yang bersih, dilanjutkan dengan upacara “Byakala” atau “Prayascitta”, maka dilanjutkan dengan upacara persembahyangan bersama keluarga di Pamrajan atau tempat pemujaan keluarga.
Mesyukuri (Santosa) wara nugraha atau karunia Hyang Widhi atas kesempatan yang dianugrahkan-Nya untuk menjelma sebagai umat manusia. Demikian pula mempersembahkan puji syukur atas karunia dianugrahkannya umur yang panjang serta makanan yang berlimpah yang dilaksanakan berupa “ngayab” banten Otonan yang diakhiri dengan menikmati banten yang telah dipersembahkan maupun banten Otonan yang telah “diayab” oleh yang bersangkutan.
Demikian antara lain tujuan pelaksanaan upacara Otonan yang patut dilaksanakan oleh setiap umat Hindu, dengan demikian hidup seseorang akan penuh makna untuk memperbaiki diri, menikmati kesejahtraan dan kebahagiaan.
Sarana Upakara - Banten Otonan
Sesuai dengan penjelasan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini, pelaksanaan upacara dibedakan menjadi 3 macam, yaitu yang besar (Uttama), yang menengah (Madhyama) dan yang sederhana (Kanistama).
Pada tulisan ini kami ketengahkan upacara Otonan yang sederhana (Kanistama) yang dilaksanakan setelah upacara Otonan yang besar baik yang dilakukan pada hari Otonan yang pertama atau yang 

Ketiga (Telung Oton) sebagai berikut:
Byakala atau Byakaon: Alasnya berupa “sidi”, tempeh berlubang untuk menyaring tepung, sebagai alat pemisah yang bersih dan yang kotor. Di atas sidi ditaruh sebuah taledan (alas dari janur), raka-raka (buah-buahan) lengkap. Di tengah-tengah taledan diisi sejumput beras, benang dan sebuah sirih tampelan. Di atasnya ditempatkan kulit peras (ukiran dari tiga pucuk daun pandan). Di atas kulit peras, diisi nasi yang dibungkus, satu slekos jajan sumping, satu slekos segi tiga jajan. Kojong (daun pisang) rangkadan. Sampiyan nagasari, sesedep berisi beras dan benang putih. Coblong (tempat air) berisi air dan sebuah padma (dari janur). Satu tanding pabresihan payasan. Satu takir isuh-isuh bersi sapu lidi, tulud, sambuk, danyuh dan satu takir benang merah.
Peras: Alasnya berupa taledan, diisi raka-raka (buah-buahan) lengkap, kulit peras yang dialasi beras dan di atasnya ditaruh nasi berupa 2 buah untek, sirih tampelan, benang dan kojong rangkadan. Dilengkapi dengan sampiyan peras atau pengambeyan, dapat dilengkapi dengan ayam panggang atau tutu dan canang sari.
Pengambeyan: Alasnya berupa taledan, raka-raka (buah-buahan) lengkap dilengkapi dengan jajan bantal pengambeyan, nasi berupa 2 tumpeng yang ditengah-tengahnya disandarkan ketipat pengambeyan, 2 buah tulung pengambeyan yang berisi nasi, kacang saur, kojong rangkadan dan ayam panggang. Sampiyan pengambeyan dan sebuah canang.
Ajuman atau Sodan: Alasnya berupa taledan, raka-raka (buah-buahan) lengkap. Nasinya berupa 2 kelompok kecil nasi sodan, ulam (daging) dalam ceper (rerasmen) atau dalam ituk-ituk dan canang. Sodan yang lebih lengkap dapat diisi sampiyan slangsang atau sampiyan cili dan dilengkapi dengan ayam panggang, atau tutu, dapat diisi ketupat kelanan.
Sayut Lara Mararadan: Alasnya berupa tamas sesayut. Raka-raka (buah-buahan) lengkap. Nasi: Di atas sebuah kulit sayut, sebagian memakai tepi (masebeh) berisi nasi maura dan kacang saur. Dilengkapi 3 tanding kojong rangkadan. Ditancapkan 3 batang linting kapas berisi celupan minyak kelapa. Waktu natab linding dinyalakan. Sampiyannya: nagasari, sasedep, wadah uyah, penyenang, lis- padma, pabresihan payasan. Dilengkapi 1 buah kelapa gading muda (dikasturi/dibuka) yang airnya digunakan untuk dicipratkan dengan memakai lis padma yang berfungsi menghanyutkan lara dan canang.
Dapetan: Alasnya berupa taledan, raka-raka (buah-buahan) lengkap. Nasinya berupa 1 tumpeng, kojong rangkadan. sampiyannya jeet goak, sasedep berisi benang putih. Diisi penyenang (berupa tumpeng 3 buah) dan canang.
dapat pula menggunakan Banten Otonan yang lebih sederhana Banten Ayaban Tumpeng 7 (Pitu) Bungkul Biasa digunakan pada upacara otonan, maupun tumpek landep, dan lain sebagainya. Ayaban Tumpeng 7 terdiri dari :
Banten pejati asoroh
Banten gebogan alit satu
Banten pengambean satu soroh
Banten soda satu soroh
Banten peras satu soroh
Banten dapetan satu rangkai.
Ayaban ini menggunakan 7 tumpeng seperti namanya. Terdiri dari 2 tumpeng pada pengambean, 2 tumpeng pada peras dan 3 tumpeng pada satu rangkai dapetan. Jika Ayaban tumpeng 7 ini digunakan pada upacara Dewa Yadnya, ditambah dengan banten sesayut, yaitu : Sesayut pabersihan, Sesayut siwa sampurna, sesayut sida sampurna, tebasan pamiak kala, banten prayascita, bayakawonan, segehan agung dan penyeneng teterag. Untuk Manusa Yadnya, ditambah sesayut pabersihan, sesayut atma rauh, sesayut sidapurna, sesayut pamiak kala, banten prayascita, bayakawonan, segehan manca warna dan penyeneng teterag
menurut Panglisir kebayan ring Guwang-Sukawati, manut sastra banten otonan harusnya minimal ada unsur daksina, dapetan dan sodan, serta bila memungkinkan dibuatkan sesayut pengalang hati, dengan tujuan agar sinar suci beliau selalu menuntun sang sane kaotonan agar berjalan di jalan yang berwiweka berdasarkan dha rma. berikut ini penuturan beliau:
banten otonan sane durung maketus:banten dapetan sodan jejanganan aruaru pengambian alit, sambutan lebeng-matah, canang daksina, banten kumara lan pabersihan, panyeneng jangkep saha tepung tawar.
bebantenan otonan sesampune maketus, gumanti dahe:tebasan, sodan panyeneng jejangkepan, canang daksina dapetan sakesidan.
sesayut pangalang hati:penek bolong, be atin ayam, mawilahan, prayascita durmangala, pageh tuwuh, bubuh pelasa atakir, biaung bubuh atakir, nasi masisisr atakir, nasi wedia misi unti atakir, lilin utawi lampu ganjreng sakeng kulit taluh maisi minyak lan kapas.

CARA MUDAH MENDAPATKAN PENGHASILAN ALTERNATIF KLIK DISINI

Banten Bayuh Otonan
untuk tambahan, tidak salah jika ditambahkan Banten Bayuh Otonan, adapun bantennya sebagai berikut:
Sesayut Sweta Kasuma Wang
untuk yang lahir (otonan) pada Hari Minggu.
sega putih makelopekan sinusanang iwak ayam putih mapanggang tur mapukang-pukang dadi 5 pukang, genahnya winangun urip, sambel lenga, tadamasan, sekar putih kuning, panyeneng tabenan, sedah woh, abang payas, tatebus petak apasang, daksina 1, segehan 1, jinah 5555.
Sesayut Nila Kasuma Jati
untuk yang lahir (otonan) pada Hari Senin
nasi ireng makelopekan, iwak ayam ireng mapanggang mapukang-pukang dadi 5 pukang, tumpangakna ring luhuring sega, genahnya winangun urip, misi sesayut, sambel mica, ginten cemeng, siniyokan lenga, sasrojan, panyeneng tahenan, daksina 1, tatebus selem apasang, jinah 4444.
Sesayut Jinga Wati Kasuma
untuk yang lahir (otonan) pada Hari Selasa
nasi kuning kurenan tinalopekan, iwak ayam klawu kuning mapanggang, dadi 5 pukang, tumpangakna ring luhuring sega winangun urip genahnya, dagingin sesahur sambel cabe, siniyokan lenga, sekar kuranta, tatebus kuranta, panyeneng tahenan, daksina jinah 3333.
Sesayut Pita Kasuma Jati
untuk yang lahir (otonan) pada Hari Rabu
nasi kuning mulus tinalopokan. iwak ayam putih siungan mapanggang dadi 5 pukang, tumpangakna ring sega, masesawur sambel isen, siniyokan lenga, sesamejan sekar kuning, panyeneng tahenan, tatebus kuning, tatebus kuning, jinah 7777 genahnya manca desa.
Sesayut Pawal Kesuma Jati
untuk yang lahir (otonan) pada Hari Kamis
nasi dadu tinalopokan iwak ayam wangkas putih mapanggang dadi 5 pukang, genahan manca desa, iwaknya tumpangakna ring sega, siniyokan lenga, sambel kacicang, sesawur, sekar pucuk dadu, sasrojan, panyeneng tabesan, tatebus dadu, jinah 8888.
Sesayut Raja Kesuma Jati
untuk yang lahir (otonan) pada Hari Jumat
nasi pulung tinalepokan, iwak serawah biru goreng mapanggang dadi 5 pukang, cabe bungkut, siniyokan lenga lurungan, sasrojan sekar teleng biru, panyeneng tahenan, tatebus biru, daksina jinah 6666
Sesayut Gni Bang Kesuma Jati
untuk yang lahir (otonan) pada Hari Sabtu
nasi bang tinalopokan, iwak ayam biying mepangang dadi 5 pukang, tumpangakna ring luhuring sega, genahnya manca desa, sesawur sambel cabe magoreng, tan tinerasen, sekar bang, panyeneng tahenan, tatebus bang apasang, sasrojan, lis, daksina, jinah 9999.
Ngayab banten Otonan
banyak pertanyaan dari semeton Bali, siapakah yang berwenang ngayab (muput) untuk Banten Otonan ini?
menurut beberapa sumber, orang yang diperkenankan ngayabin Banten Otonan adalah:
Orang Tua yang akan Natab Banten Otonan
Penglingsir (tetua) Rumah
Pemangku
Sulinggih.
pertanyaan berikutnya, apabila yang ngayab Banten Otonan tidak mengerti dan mengetahui mantranya, apa yang harus dilakukan?
jawabannya sangan mudah, gunakan "saa / sehe". karena lebih baik keta me-saa daripata mengucapkan mantra suci tetapi tidak mengerti maksud dari mantra yang diucapkan.

Makna Simbolisasi Sarana Upacara
Setiap sarana upacara terutama banten atau sesajen mengandung makna simbolis tertentu. Demikianlah dengan sarana upacara Otonan ini. Semua makna tersebut akan sangat bermanfaat bagi yang bersangkutan apabila dipahami dengan baik dan dilakskanakan penuh dengan Sraddha (keimanan) dan Bhakti yang tulus. Lebih lanjut kami uraikan secara singkat makna simbolis dan banten Otonan tersebut, sebagai berikut:
Banten Byakala: Sesuai dengan namanya banten ini mengandung makna simbolis untuk menjauhkan kekuatan Bhutakala (kekuatan negatif) yang mengganggu umat manusia. Sampeyan dari 3 pucuk daun pandan menunjukkan supaya kekuatan negatip itu menjauh, selanjutnya dikondisikan supaya yang bersangkutan bersih lahir dan batin dengan adanya sapu lidi, tulud dan sebagainya. setelah bersih diri lahir dan batin barulah seseorang menghadap Sang Hyang Widhi dan para leluhur.
Banten Peras: Banten Peras sesuai dengan namanya memohon keberhasilan, sukses atau prasidha (Sidhakarya)nya sebuah Yajña. Di dalamnya juga terkandung permohon kepada Sang Hyang Widhi dalam wujudnya sebagai Tri Murthi, guna menyucikan Tri Guna (sifat Sāttwam, Rājah dan Tāmah) pada diri manusia.
Banten Ajuman atau Sodan: Banten Ajuman atau Sodan maknanya mempersembahkan makanan yang dilengkapi dengan sirih (canang) karena umat manusia diwajibkan mempersembahkan terlebih dahulu apa saja yang mesti dinikmati. Seseorang yang menikmati makanan tanpa mempersembahkan terlebig dahulu kepada-Nya, dinyatakan sebagai pencuri yang menikmati pahala dosanya sendiri.
Pengambeyan: Kata Ngambe berarti memanggil atau memohon. banten Pengambeyan mengandung makna simbolis memohon karunia Sang Hyang Widhi dan para leluhur guna dapat menikmati hidup dan kehidupan senantiasa berdasarkan Dharma di bawah lindungan dan kendali Sang Hyang Widhi dan para Leluhur. Disini muncul permohonan ketegaran dan ketangguhan untuk menghadapi tantangan hidup dan kehidupan.
Banten Sayut Lara Malaradan: Sesuai dengan namanya, banten ini mengandung makna keselamatan, mohon kesejahtraan, dan berkurang serta lenyapnya semua jenis penyakit, apakah sakit karena kekuasaan alam, seperti cuaca yang buruk, vbanjir besar dan sebagainya, penyakit yang disebabkan oleh virus atau kuman, atau penyakit yang disebabkan oleh kurang mampunya seseorang mengendalikan disi (psikosomatik), dan lain-lain.
Banten Dapetan: Banten ini mengandung makna seseorang hendaknya siap menghadapi kenyataan hidup dalam suka dan duka. Harapan setiap orang tentunya berlimpahnya kesejhatraan dan kebahagiaan, panjang umur dan sehat walafiat. banetn ini juga sebagai ungkapan berterima kasih, mensyukuri karunia Tuhan Yang maha Esa (Santosa) karena telah diberikan kesempatan untuk meniti kehidupan dan memohon senantiasa tidak jauh dari lindungan-Nya.
Pelaksanaan Upacara
Pada hari yang merupakan hari Otonan, bayi, anak atau seseorang setelah membersihkan dari lahir dan batin, maka kegiatan upacara dilakukan di Balai tempat upcara. Dengan tata cara sebagai berikut: Pemimpin upacara, apakah seorang pandita, pinandita, pemangku atau orang yang dituakan mengambil posisi dengan memohon Tirtha Panglukatan, menyucikan upakara yang akan digunakan dalam upacara Otonan tersebut.
Mempersembahkan upakara Byakala atau Byakaun dengan posisi di dekat pindu rumah, atau di halaman rumah atau tempat untuk upacara. Yang diupacarakan menghadapi banten Byakala atau Byakaon, setelah diucapkan doa baik berupa Sehe (doa dalam bahasa Daerah) maupun mantram-mantram, yang diupacarakan “ngayab” dengan kedua telapan tangan diarahkan ke bawah.
Pemimpin upacara selanjutnya mempersembahkan banten peras, banten pengambeyan dan ajuman (sodan) kehadapan Sang Hyang Widhi, Para Dewata dan Leluhur, mohon persaksian dan mohon wara nugrahanya dan mohon Tirtha Wangsuhpada dengan pengucapan mantram atau Sehe.


Yang akan diupacarakan Otonan dan keluarga terdekat selanjutnya dipersilahkan melaksanakan persembahyangan bersama memohon keselamatan bagi yang diupacarakan dan seluruh keluarga, semoga panjang umur dan sehat sejahtera.
Setelah acara persembahyangan dilanjutkan dengan “Ngayab” banten Sayut Lara Malaradan dan Dapetan dilaksanakan oleh pemimpin upacara dengan doa mantra atau sehe yang intinya memohon supaya bila ada penyakit dalam tubuh dan jiwa yang diupacarakan segera sembuh, tidak kena penyakit kembali serta menerima dan menghadapi kenyataan hidup dengan tegar.
Selesai me”ngayab” banten Lara Malaradan dan Dapetan dilanjutkan dengan acara Ngelebar atau Ngalungsur sesajen yang dipersembahkan kepada Hyang Widhi dan Leluhur serta menikmati banten Lara Malaradan dan banten Dapetan oleh yang diupacarakan bersama keluarga. Berakhirlah pelaksanaan upacara Otonan tersebut.
Demikian pelaksanaan Upacara Otonan tersebut yang pelaksanaannya kadang-kadang terdapat perbedaan, misalnya acara Ngayab banten sayut lara Malaradan dan Dapetan dilaksanakan sebelum acara persembahyangan (Muspa) dan matirtha.

-
- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI


Oton Nak Kelih
Bantennya: Peras, Pengambyan, Sodan, Dapetan, Sayut, Byakaonan
Sayut Oton
Tatakan kulit sayut
Rake-rake sejangkepnyane
Tulung ceper isinya nasi+rasmen
Tulung cedok 4
Wadah uyah
Penyeneng
Dibawah tulung ceper nasi klongkong 1
Kojong rangkat
Sampyan Nagasari Payas
Byakaonan
Tatakan sidi+kulit sayut
Kulit peras pandan medui
Nasi Metimpuh (nasi+rasmen mekaput care sumping)
Masi Metajuh(nasi+rasmen mekaput care jongkong)
Penek hamong (tumpeng+bawang+jahe+sere)
Rake-rake sejangkepnyane
Payuk pere misi yeh+padma
Sampat
Sabet (sabut kelapa dijepit dg lidi dibelah2)
Kekosok (Muncuk ambengan, danyuh, lidi ikat jadi 1 dengan lidi sambuk)
Sampyan Nagasari don andong barak
Sesarik+benang barak
coblong
Pebersihan Payasan
Penyeneng
Sampyan Nagasari
Isuh-isuh (alas ceper+taluh siap matah)
base tulak



Otonan pertama bayi
Otonan sebelum ketus gigi 
Otonan menek kelih
Otonan dilakukan setiap enam bulan
Mebayuh oton
Otonan sapu leger
Otonan pertama bayi

Otonan anak sebelum ketus gigi
Pengambean
Tebasan penegteg bayu
Tebasan kelahiran
sambutan
sodan
sapsapan





pengambean

tebasan penegteg bayu
kulit sayut, ceper meplekir isi nasi, raka,  4 tulung sangkur, 4 kuangen, kojong umah, sampyan tebasan/jit guak

tebasan kelahiran
kulit sayut, tumpeng putih (lahir minggu) meplekir, raka, kojong manak, kuangen 1, tulung sangkur 2 isi nasi putih (minggu), sampyan tebasan/jit guak

senen/soma tumpeng selem
selasa/ anggara oranya
rabu/buddha    kuning
kamis / wrespati tumpeng brumbun
jum at/sukra tumpeng kelau
sabtu/saniscara tumpeng barak

sambutan : aled kain putih, aled meplekir, baas, benang, raka, tumpeng 4, nyuh, sampyan njek kebo diisi tingkih, pangi, gantusan, taluh, ceper tipat 5 macam, kojong umah, bebuat luh muani (penyeneng  4 isi gula, uyah, basa2 tabyabawang, bebungkilan), sampyan peras atasnya bolong2 betene mesesapi, sampyan sambutan

sodan/punjung nasi belek
sapsapan : ceper misi dapdap meseseb,
sumber: gria penatih


Oton Konden Ketus
Bantennya: Peras, Pengambyan, Sodan, Dapetan di Wakul, Sambut Poleng, Sambutan Wadah Ngiu
Peras:
  • Tatakan kekebat
  • Kulit peras diisi tetukon (base tampel, beras, benang, uang kepeng 2)
  • Rake-rake sejangkepnyane
  • Tumpeng 2
  • Rasmen kojong rangkat
  • Sampyan Peras
Pengambyan
  • Tatakan kekebat
  • Rake-rake sejangkepnyane
  • Tumpeng 2
  • Rasmen kojong rangkat
  • 1 Pasang Tulung Pengambyan diletakkan di depan tumpeng
  • Tipat Pengambyan
  • Sampyan Pengambyan mesyeyok
Sodan
  • Tatakan kekebat
  • Rake-rake sejangkepnyane
  • Nasi klongkong 2
  • Rasmen ceper 2
  • Sampyan Sodan
Dapetan di Wakul
  • Tatakan wakul
  • Serobong wakul
  • Rake-rake sejangkepnyane
  • Tumpeng 1 misi taluh
  • Rasmen kojong rangkat
  • Sampyan Dapetan Jait Guak Bunter Megonjer
  • Sesarik
  • Penyeneng
Sambut Poleng
  • Tatakan wakul
  • Serobong poleng
  • Rake-rake sejangkepnyane
  • Tipat sambut warna 5
  • Rasmen kojong rangkat
  • Sampyan Sambut Jait Guak Bunter Megonjer
Sambutan Wadah Ngiu
  • Tatakan ngiu/nyiru+kekebat
  • Beras+Benang bentuk jeleme
  • Tetukon: Alas ituk-ituk, beras, porosan, benang, uang bolong 2
  • Rake-rake sejangkepnyane
  • Sampyan kuren 2 isinya nasi+rasmen
  • Jek Kebo 2 isi taluh+gegantusan
  • Bebuat (care penyeneng tapi tidak isi mate) isi tingkih+pangi
  • Jepit gunting: gunting, sasap, payas , gunting, payas, sasap
  • Sampyan guling 2
  • Nyuh+uang kepeng satakan
  • Soroan alit: Peras, tulung, sayut, pengambyan, penyeneng
  • Sampyan Sambutan

Otonan menek kelih

Otonan dilakukan setiap enam bulan


- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI


Oton Nak Kelih
Bantennya: Peras, Pengambyan, Sodan, Dapetan, Sayut, Byakaonan
Sayut Oton
  • Tatakan kulit sayut
  • Rake-rake sejangkepnyane
  • Tulung ceper isinya nasi+rasmen
  • Tulung cedok 4
  • Wadah uyah
  • Penyeneng
  • Dibawah tulung ceper nasi klongkong 1
  • Kojong rangkat
  • Sampyan Nagasari Payas
Byakaonan
  • Tatakan sidi+kulit sayut
  • Kulit peras pandan medui
  • Nasi Metimpuh (nasi+rasmen mekaput care sumping)
  • Masi Metajuh(nasi+rasmen mekaput care jongkong)
  • Penek hamong (tumpeng+bawang+jahe+sere)
  • Rake-rake sejangkepnyane
  • Payuk pere misi yeh+padma
  • Sampat
  • Sabet (sabut kelapa dijepit dg lidi dibelah2)
  • Kekosok (Muncuk ambengan, danyuh, lidi ikat jadi 1 dengan lidi sambuk)
  • Sampyan Nagasari don andong barak
  • Sesarik+benang barak
  • coblong
  • Pebersihan Payasan
  • Penyeneng
  • Sampyan Nagasari
  • Isuh-isuh (alas ceper+taluh siap matah)
  • base tulak
https://perempuandanbintangjatuh.wordpress.com/2012/09/27/banten-otonan/



Banten Otonan - Hari Ulang Tahun Kalender Hindu Bali
Kata Otonan berasal dari bahasa Jawa Kuno yang telah menjadi kosa kata bahasa Bali yang berasal dari kata “wetu” atau “metu” yang artinya keluar, lahir atau menjelma.
Dari kata “wetu” menjadi “weton” dan selanjutnya berubah menjadi “oton” atau “otonan”.
Demikian pula kata “piodalan” dari kata “wedal” berubah menjadi “odal” atau “odalan” yang juga mengandung makna yang sama dengan “weton” tersebut di atas.
Di dalam bahasa Sanskerta kata yang mengandung pengertian kelahiran adalah “janma” dan kata “janmadina” atau “janmastami” mengandung makna “hari kelahiran” atau hari ulang tahun.
Hari kelahiran umat Hindu di Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali diperingati berdasarkan kalender Bali-Jawa yang disebut pasaran. Kalender ini mempergunakan perhitungan “Wuku” yang jumlahnya 30 Wuku (210 hari) dalam satu tahun Jawa-Bali, Sapta Wara (Pasaran Tujuh) dan Panca Wara (Pasaran Lima). Jadi hari kelahiran seseorang diperingati setiap enam bulan sekali menurut perhitungan 35 hari sekali) atau “Pitu Wulanan” di Jawa dengan perhitunga setiap bulannya 30 hari. Misalnya seorang yang lahir pada hari Rabu Wage Wuku Klawu atau Buda Cemeng Klawu, maka setiap hari tersebut datang dalam jangka waktu 210 hari disebut hari “Otonan” atau hari ulang tahun bagi yang bersangkutan.
Berdasarkan uraian tersebut yang dimaksud dengan “Otonan” adalah hari kelahiran bagi umat Hindu yang datang dan diperingati setiap 210 hari sekali berdasarkan perhitungan Sapta Wara, Panca Wara dan Wuku yang berbeda dengan pengertian hari ulang tahun pada umumnya yang didsarkan pada perhitungan kalender atau tahun Masehi.
Tujuan pelasanaan upacara Otonan
Setiap upacara agama memiliki tujuan tertentu, demikian pula upacara Otonan memiliki tujuan antara lain:
Memperingati kelahiran seseorang, dengan demikian yang bersangkutan mengetahui pada hari apa ketika dilahirkan dan berapa tahun umurnya pada saat upacara Otonan dilaksanakan.
Guna menyucikan diri seseorang, dengan upacara Otonan yang bersangkutan akan melaksanakan upacara penyucian berupa “Byakala” atau “Prayascitta” dimaksudkan untuk menyucikan diri, melenyapkan kotoran batin, menjauhkan diri dari gangguan “Bhutakala, Dengen dan sejenisnya” (mahluk-mahluk gaib yang suka mengganggu umat manusia), dengan demikian pikirannya menjadi cemerlang.
Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, para leluhur, kedua orang tua dan kerabat terdekat. Dalam pelaksanaan upacara setelah yang bersangkutan menyucikan diri secara jasmaniah, dengan berkeramas dan mandi, mengenakan bhusana yang bersih, dilanjutkan dengan upacara “Byakala” atau “Prayascitta”, maka dilanjutkan dengan upacara persembahyangan bersama keluarga di Pamrajan atau tempat pemujaan keluarga.
Mesyukuri (Santosa) wara nugraha atau karunia Hyang Widhi atas kesempatan yang dianugrahkan-Nya untuk menjelma sebagai umat manusia. Demikian pula mempersembahkan puji syukur atas karunia dianugrahkannya umur yang panjang serta makanan yang berlimpah yang dilaksanakan berupa “ngayab” banten Otonan yang diakhiri dengan menikmati banten yang telah dipersembahkan maupun banten Otonan yang telah “diayab” oleh yang bersangkutan.
Demikian antara lain tujuan pelaksanaan upacara Otonan yang patut dilaksanakan oleh setiap umat Hindu, dengan demikian hidup seseorang akan penuh makna untuk memperbaiki diri, menikmati kesejahtraan dan kebahagiaan.
Sarana Upakara - Banten Otonan
Sesuai dengan penjelasan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini, pelaksanaan upacara dibedakan menjadi 3 macam, yaitu yang besar (Uttama), yang menengah (Madhyama) dan yang sederhana (Kanistama).
Pada tulisan ini kami ketengahkan upacara Otonan yang sederhana (Kanistama) yang dilaksanakan setelah upacara Otonan yang besar baik yang dilakukan pada hari Otonan yang pertama atau yang Ketiga (Telung Oton) sebagai berikut:
Byakala atau Byakaon: Alasnya berupa “sidi”, tempeh berlubang untuk menyaring tepung, sebagai alat pemisah yang bersih dan yang kotor. Di atas sidi ditaruh sebuah taledan (alas dari janur), raka-raka (buah-buahan) lengkap. Di tengah-tengah taledan diisi sejumput beras, benang dan sebuah sirih tampelan. Di atasnya ditempatkan kulit peras (ukiran dari tiga pucuk daun pandan). Di atas kulit peras, diisi nasi yang dibungkus, satu slekos jajan sumping, satu slekos segi tiga jajan. Kojong (daun pisang) rangkadan. Sampiyan nagasari, sesedep berisi beras dan benang putih. Coblong (tempat air) berisi air dan sebuah padma (dari janur). Satu tanding pabresihan payasan. Satu takir isuh-isuh bersi sapu lidi, tulud, sambuk, danyuh dan satu takir benang merah.
Peras: Alasnya berupa taledan, diisi raka-raka (buah-buahan) lengkap, kulit peras yang dialasi beras dan di atasnya ditaruh nasi berupa 2 buah untek, sirih tampelan, benang dan kojong rangkadan. Dilengkapi dengan sampiyan peras atau pengambeyan, dapat dilengkapi dengan ayam panggang atau tutu dan canang sari.
Pengambeyan: Alasnya berupa taledan, raka-raka (buah-buahan) lengkap dilengkapi dengan jajan bantal pengambeyan, nasi berupa 2 tumpeng yang ditengah-tengahnya disandarkan ketipat pengambeyan, 2 buah tulung pengambeyan yang berisi nasi, kacang saur, kojong rangkadan dan ayam panggang. Sampiyan pengambeyan dan sebuah canang.
Ajuman atau Sodan: Alasnya berupa taledan, raka-raka (buah-buahan) lengkap. Nasinya berupa 2 kelompok kecil nasi sodan, ulam (daging) dalam ceper (rerasmen) atau dalam ituk-ituk dan canang. Sodan yang lebih lengkap dapat diisi sampiyan slangsang atau sampiyan cili dan dilengkapi dengan ayam panggang, atau tutu, dapat diisi ketupat kelanan.
Sayut Lara Mararadan: Alasnya berupa tamas sesayut. Raka-raka (buah-buahan) lengkap. Nasi: Di atas sebuah kulit sayut, sebagian memakai tepi (masebeh) berisi nasi maura dan kacang saur. Dilengkapi 3 tanding kojong rangkadan. Ditancapkan 3 batang linting kapas berisi celupan minyak kelapa. Waktu natab linding dinyalakan. Sampiyannya: nagasari, sasedep, wadah uyah, penyenang, lis- padma, pabresihan payasan. Dilengkapi 1 buah kelapa gading muda (dikasturi/dibuka) yang airnya digunakan untuk dicipratkan dengan memakai lis padma yang berfungsi menghanyutkan lara dan canang.
Dapetan: Alasnya berupa taledan, raka-raka (buah-buahan) lengkap. Nasinya berupa 1 tumpeng, kojong rangkadan. sampiyannya jeet goak, sasedep berisi benang putih. Diisi penyenang (berupa tumpeng 3 buah) dan canang.
dapat pula menggunakan Banten Otonan yang lebih sederhana Banten Ayaban Tumpeng 7 (Pitu) Bungkul Biasa digunakan pada upacara otonan, maupun tumpek landep, dan lain sebagainya. Ayaban Tumpeng 7 terdiri dari :
Banten pejati asoroh
Banten gebogan alit satu
Banten pengambean satu soroh
Banten soda satu soroh
Banten peras satu soroh
Banten dapetan satu rangkai.
Ayaban ini menggunakan 7 tumpeng seperti namanya. Terdiri dari 2 tumpeng pada pengambean, 2 tumpeng pada peras dan 3 tumpeng pada satu rangkai dapetan. Jika Ayaban tumpeng 7 ini digunakan pada upacara Dewa Yadnya, ditambah dengan banten sesayut, yaitu : Sesayut pabersihan, Sesayut siwa sampurna, sesayut sida sampurna, tebasan pamiak kala, banten prayascita, bayakawonan, segehan agung dan penyeneng teterag. Untuk Manusa Yadnya, ditambah sesayut pabersihan, sesayut atma rauh, sesayut sidapurna, sesayut pamiak kala, banten prayascita, bayakawonan, segehan manca warna dan penyeneng teterag
menurut Panglisir kebayan ring Guwang-Sukawati, manut sastra banten otonan harusnya minimal ada unsur daksina, dapetan dan sodan, serta bila memungkinkan dibuatkan sesayut pengalang hati, dengan tujuan agar sinar suci beliau selalu menuntun sang sane kaotonan agar berjalan di jalan yang berwiweka berdasarkan dha rma. berikut ini penuturan beliau:
banten otonan sane durung maketus:banten dapetan sodan jejanganan aruaru pengambian alit, sambutan lebeng-matah, canang daksina, banten kumara lan pabersihan, panyeneng jangkep saha tepung tawar.
bebantenan otonan sesampune maketus, gumanti dahe:tebasan, sodan panyeneng jejangkepan, canang daksina dapetan sakesidan.
sesayut pangalang hati:penek bolong, be atin ayam, mawilahan, prayascita durmangala, pageh tuwuh, bubuh pelasa atakir, biaung bubuh atakir, nasi masisisr atakir, nasi wedia misi unti atakir, lilin utawi lampu ganjreng sakeng kulit taluh maisi minyak lan kapas.
Banten Bayuh Otonan
untuk tambahan, tidak salah jika ditambahkan Banten Bayuh Otonan, adapun bantennya sebagai berikut:
Sesayut Sweta Kasuma Wang
untuk yang lahir (otonan) pada Hari Minggu.
sega putih makelopekan sinusanang iwak ayam putih mapanggang tur mapukang-pukang dadi 5 pukang, genahnya winangun urip, sambel lenga, tadamasan, sekar putih kuning, panyeneng tabenan, sedah woh, abang payas, tatebus petak apasang, daksina 1, segehan 1, jinah 5555.
Sesayut Nila Kasuma Jati
untuk yang lahir (otonan) pada Hari Senin
nasi ireng makelopekan, iwak ayam ireng mapanggang mapukang-pukang dadi 5 pukang, tumpangakna ring luhuring sega, genahnya winangun urip, misi sesayut, sambel mica, ginten cemeng, siniyokan lenga, sasrojan, panyeneng tahenan, daksina 1, tatebus selem apasang, jinah 4444.
Sesayut Jinga Wati Kasuma
untuk yang lahir (otonan) pada Hari Selasa
nasi kuning kurenan tinalopekan, iwak ayam klawu kuning mapanggang, dadi 5 pukang, tumpangakna ring luhuring sega winangun urip genahnya, dagingin sesahur sambel cabe, siniyokan lenga, sekar kuranta, tatebus kuranta, panyeneng tahenan, daksina jinah 3333.
Sesayut Pita Kasuma Jati
untuk yang lahir (otonan) pada Hari Rabu
nasi kuning mulus tinalopokan. iwak ayam putih siungan mapanggang dadi 5 pukang, tumpangakna ring sega, masesawur sambel isen, siniyokan lenga, sesamejan sekar kuning, panyeneng tahenan, tatebus kuning, tatebus kuning, jinah 7777 genahnya manca desa.
Sesayut Pawal Kesuma Jati
untuk yang lahir (otonan) pada Hari Kamis
nasi dadu tinalopokan iwak ayam wangkas putih mapanggang dadi 5 pukang, genahan manca desa, iwaknya tumpangakna ring sega, siniyokan lenga, sambel kacicang, sesawur, sekar pucuk dadu, sasrojan, panyeneng tabesan, tatebus dadu, jinah 8888.
Sesayut Raja Kesuma Jati
untuk yang lahir (otonan) pada Hari Jumat
nasi pulung tinalepokan, iwak serawah biru goreng mapanggang dadi 5 pukang, cabe bungkut, siniyokan lenga lurungan, sasrojan sekar teleng biru, panyeneng tahenan, tatebus biru, daksina jinah 6666
Sesayut Gni Bang Kesuma Jati
untuk yang lahir (otonan) pada Hari Sabtu
nasi bang tinalopokan, iwak ayam biying mepangang dadi 5 pukang, tumpangakna ring luhuring sega, genahnya manca desa, sesawur sambel cabe magoreng, tan tinerasen, sekar bang, panyeneng tahenan, tatebus bang apasang, sasrojan, lis, daksina, jinah 9999.
Ngayab banten Otonan
banyak pertanyaan dari semeton Bali, siapakah yang berwenang ngayab (muput) untuk Banten Otonan ini?
menurut beberapa sumber, orang yang diperkenankan ngayabin Banten Otonan adalah:
Orang Tua yang akan Natab Banten Otonan
Penglingsir (tetua) Rumah
Pemangku
Sulinggih.





pertanyaan berikutnya, apabila yang ngayab Banten Otonan tidak mengerti dan mengetahui mantranya, apa yang harus dilakukan?
jawabannya sangan mudah, gunakan "saa / sehe". karena lebih baik keta me-saa daripata mengucapkan mantra suci tetapi tidak mengerti maksud dari mantra yang diucapkan.
Makna Simbolisasi Sarana Upacara
Setiap sarana upacara terutama banten atau sesajen mengandung makna simbolis tertentu. Demikianlah dengan sarana upacara Otonan ini. Semua makna tersebut akan sangat bermanfaat bagi yang bersangkutan apabila dipahami dengan baik dan dilakskanakan penuh dengan Sraddha (keimanan) dan Bhakti yang tulus. Lebih lanjut kami uraikan secara singkat makna simbolis dan banten Otonan tersebut, sebagai berikut:
Banten Byakala: Sesuai dengan namanya banten ini mengandung makna simbolis untuk menjauhkan kekuatan Bhutakala (kekuatan negatif) yang mengganggu umat manusia. Sampeyan dari 3 pucuk daun pandan menunjukkan supaya kekuatan negatip itu menjauh, selanjutnya dikondisikan supaya yang bersangkutan bersih lahir dan batin dengan adanya sapu lidi, tulud dan sebagainya. setelah bersih diri lahir dan batin barulah seseorang menghadap Sang Hyang Widhi dan para leluhur.
Banten Peras: Banten Peras sesuai dengan namanya memohon keberhasilan, sukses atau prasidha (Sidhakarya)nya sebuah Yajña. Di dalamnya juga terkandung permohon kepada Sang Hyang Widhi dalam wujudnya sebagai Tri Murthi, guna menyucikan Tri Guna (sifat Sāttwam, Rājah dan Tāmah) pada diri manusia.
Banten Ajuman atau Sodan: Banten Ajuman atau Sodan maknanya mempersembahkan makanan yang dilengkapi dengan sirih (canang) karena umat manusia diwajibkan mempersembahkan terlebih dahulu apa saja yang mesti dinikmati. Seseorang yang menikmati makanan tanpa mempersembahkan terlebig dahulu kepada-Nya, dinyatakan sebagai pencuri yang menikmati pahala dosanya sendiri.
Pengambeyan: Kata Ngambe berarti memanggil atau memohon. banten Pengambeyan mengandung makna simbolis memohon karunia Sang Hyang Widhi dan para leluhur guna dapat menikmati hidup dan kehidupan senantiasa berdasarkan Dharma di bawah lindungan dan kendali Sang Hyang Widhi dan para Leluhur. Disini muncul permohonan ketegaran dan ketangguhan untuk menghadapi tantangan hidup dan kehidupan.
Banten Sayut Lara Malaradan: Sesuai dengan namanya, banten ini mengandung makna keselamatan, mohon kesejahtraan, dan berkurang serta lenyapnya semua jenis penyakit, apakah sakit karena kekuasaan alam, seperti cuaca yang buruk, vbanjir besar dan sebagainya, penyakit yang disebabkan oleh virus atau kuman, atau penyakit yang disebabkan oleh kurang mampunya seseorang mengendalikan disi (psikosomatik), dan lain-lain.
Banten Dapetan: Banten ini mengandung makna seseorang hendaknya siap menghadapi kenyataan hidup dalam suka dan duka. Harapan setiap orang tentunya berlimpahnya kesejhatraan dan kebahagiaan, panjang umur dan sehat walafiat. banetn ini juga sebagai ungkapan berterima kasih, mensyukuri karunia Tuhan Yang maha Esa (Santosa) karena telah diberikan kesempatan untuk meniti kehidupan dan memohon senantiasa tidak jauh dari lindungan-Nya.
Pelaksanaan Upacara
Pada hari yang merupakan hari Otonan, bayi, anak atau seseorang setelah membersihkan dari lahir dan batin, maka kegiatan upacara dilakukan di Balai tempat upcara. Dengan tata cara sebagai berikut: Pemimpin upacara, apakah seorang pandita, pinandita, pemangku atau orang yang dituakan mengambil posisi dengan memohon Tirtha Panglukatan, menyucikan upakara yang akan digunakan dalam upacara Otonan tersebut.
Mempersembahkan upakara Byakala atau Byakaun dengan posisi di dekat pindu rumah, atau di halaman rumah atau tempat untuk upacara. Yang diupacarakan menghadapi banten Byakala atau Byakaon, setelah diucapkan doa baik berupa Sehe (doa dalam bahasa Daerah) maupun mantram-mantram, yang diupacarakan “ngayab” dengan kedua telapan tangan diarahkan ke bawah.
Pemimpin upacara selanjutnya mempersembahkan banten peras, banten pengambeyan dan ajuman (sodan) kehadapan Sang Hyang Widhi, Para Dewata dan Leluhur, mohon persaksian dan mohon wara nugrahanya dan mohon Tirtha Wangsuhpada dengan pengucapan mantram atau Sehe.
Yang akan diupacarakan Otonan dan keluarga terdekat selanjutnya dipersilahkan melaksanakan persembahyangan bersama memohon keselamatan bagi yang diupacarakan dan seluruh keluarga, semoga panjang umur dan sehat sejahtera.
Setelah acara persembahyangan dilanjutkan dengan “Ngayab” banten Sayut Lara Malaradan dan Dapetan dilaksanakan oleh pemimpin upacara dengan doa mantra atau sehe yang intinya memohon supaya bila ada penyakit dalam tubuh dan jiwa yang diupacarakan segera sembuh, tidak kena penyakit kembali serta menerima dan menghadapi kenyataan hidup dengan tegar.
Selesai me”ngayab” banten Lara Malaradan dan Dapetan dilanjutkan dengan acara Ngelebar atau Ngalungsur sesajen yang dipersembahkan kepada Hyang Widhi dan Leluhur serta menikmati banten Lara Malaradan dan banten Dapetan oleh yang diupacarakan bersama keluarga. Berakhirlah pelaksanaan upacara Otonan tersebut.
Demikian pelaksanaan Upacara Otonan tersebut yang pelaksanaannya kadang-kadang terdapat perbedaan, misalnya acara Ngayab banten sayut lara Malaradan dan Dapetan dilaksanakan sebelum acara persembahyangan (Muspa) dan matirtha.


Otonan sapu leger


Oton Nak Kelih
Bantennya: Peras, Pengambyan, Sodan, Dapetan, Sayut, Byakaonan
Sayut Oton
Tatakan kulit sayut
Rake-rake sejangkepnyane
Tulung ceper isinya nasi+rasmen
Tulung cedok 4
Wadah uyah
Penyeneng
Dibawah tulung ceper nasi klongkong 1
Kojong rangkat
Sampyan Nagasari Payas
Byakaonan
Tatakan sidi+kulit sayut
Kulit peras pandan medui
Nasi Metimpuh (nasi+rasmen mekaput care sumping)
Masi Metajuh(nasi+rasmen mekaput care jongkong)
Penek hamong (tumpeng+bawang+jahe+sere)
Rake-rake sejangkepnyane
Payuk pere misi yeh+padma
Sampat
Sabet (sabut kelapa dijepit dg lidi dibelah2)
Kekosok (Muncuk ambengan, danyuh, lidi ikat jadi 1 dengan lidi sambuk)
Sampyan Nagasari don andong barak
Sesarik+benang barak
coblong
Pebersihan Payasan
Penyeneng
Sampyan Nagasari
Isuh-isuh (alas ceper+taluh siap matah)
base tulak




 http://hindualukta.blogspot.co.id/2016/04/pengertian-otonan-makna-dan-cara.html
Bayuh oton / ruwatan menurut kelahiran
Drs. I nyoman singgin wikarman
Penerbit paramita Surabaya
Jl. Pegesangan 59 surabaya
Jl a yani 119 surabaya
Jl hayam wuruk 127 denpasar
Juli 1998

      Manusia lahir dengan karma baik dan buruk yg dibawa dari kelahiran sebelumnya. Sloka svargacyuta yi manusia lahir dr sorga (svargacita) dan dr neraka (nerakacita) (sarasamuscaya 7). Juga dlm Vrhaspati Tattva : “sadu-sadu maha satva karma phalanca,”
Artinya : antyanta dibyaning tatkwan anaku bhagawan brehaspati. Apan akuweh ngaranin wasana ngaran ikang ginaweh jalma, ia ta binuti paring paratra. Ri jalma nia muwah yana ala, yana ayu, asing ngatah, sakaluiraning karma ginaweakena, enti marakalania, kadiangadiun wadaingingu, wusilang ingunia, ikang diun pinasahang inahallang kawekasta amben nia, gandania, rumaket juga ikang karma wasana. Yatika uparenga irikang atma. Koparengganikan atma yataraga ngaran. Ikang wasana wedumadia ning raga matangiang mayuning karma arsa saluiring ikang karma wasana, ikang wasana pwaya dueg, umungparengganing yatadumadyang ikang jatma mapalenang, ana dewa yoni, ana raksasa yoni ana detya yoni, ana naga yoni”
Artinya : sebab banyak yang disebut wasana namanya perbuatan yang telah dikerjakan terdahulu itu dinikmati di alam baka pada penjelmaan lagi, kalau baik atau buruk masing-masing disebabkan oleh karma yang diperbuatnya. Selesai menikmati pahalanya (di alam baka) seperti priuk yang telah berisi mentega telah habis menteganya priuk itu dibersihkan namun bekasnya masih berbau yang melekat pada priuk itu. Itulah yg disebut vaasanaa. Itu menghiasi sang Atma. Hiasan dan vaasanaa menjadi badan. Karma vaasanaa yg menjadi hiasan atma menjadikan wujud badan dan sifat manusia berbeda. Ada yg bersifat deva, rakus, daitya, naga.

Yoni mengacu pada sifat (suksma sarira). Karma buruk menyebabkan sifat detya, naga, sedang karma baik menjadikan manusia bertabiat luhur.

Penglukatan mpu leger
Bhatara siva berputra 2 yi bhatara kala dan deva kumara.
Suatu ketika bhatara kala bertabiat seperti  raksasa bertanya pada ayahnya “siapa saja yg boleh disantapnya?” jawabannya yi “yg berjalan tengah hari dan yg lahir wuku wayang.”
Krn deva kumara lahir wuku wayang maka bhatara kala ingin menyantapnya.
Deva siva menyuruhnya lari ke bumi. Untuk menghalangi tertangkapnya deva kumara siva dan bhatari uma mengendarai lembu putih turun ke bumi tepat tengah hari. Kala ingin menyantapnya. Siva berkelit dengan teka teki, karena kala tak mampu maka tak bisa menyantap, sementara itu kumara telah berlari jauh dan bersembunyi di onggokan sampah. Kala menerkam kumara lolos. Kala mengutuk “siapa saja yang membuang sampah sembarangan agar kena penyakit menular”. Kumara lari lalu bersembunyi di tungku api kala menangkap tapi kumara berkelit lolos, kala mengutuk “siapa yang tidak menutuk tungku agar kebakaran”. Kumara lari hingga menemui pagelaran wayang. Oleh dalang ia disembunyikan di bumbung gender. Tibalah kala, karena lapar lalu menyantap banten. Kala bertanya “dimana kumara bersembunyi?” dalang menjawab kumara ada dalam perlindungannya. Jika kala dapat mengembalikan banten dengan utuh maka kumara akan diserahkan. Kala nyerah. Kala dank i dalang membuat kesepakatan “jika ada yang lahir wuku wayang dan tidak dilukat maka bole disantap”.
Wayang
Sanggah tutuan bantennya suci 2 soroh
Dibawahnya bebangkit n gelar sanga
Caru panca sato
Tebasan bagu yang dibayuh
Mendirikan laapan sudut 3 bantennya suci 1, santun 1, uang kepeng … , penek putih 5, ayam putih
Sanggah cucuk 3 ditempatkan pada batas kelir2 bantennya danaan, kembang payas, lenga wangi burat wangi
Di Wayangnya ; suci n itik,
Pulo gembal, sekar taman, canang pajegan, canang pengraos
Santun serba 4, uang kepeng 1700
Peras penyeneng, segehan agung ditempatkan pada dulang dagingnya betutu
Tirtha penglukatan sang mpu leger ditempatkan pada sangku sudamala beralaskan beras, benang, uang kepeng 225
Bunga 11 warna, duri2, sam-sam, wija kuning

Jalannya upacara
Bumi sudha/Mecaru
Mempersembahkan upasaksi kpd hyang widhi
Mempersembahkan bebangkit kepd catur dewi dengan gelar sanga kpd buthakala
Ki dalang menggelar wayangnya dg lakon buthakala
Penglukatan pd anak
Mejaya-jaya
Natab dapetan



diun endah ia ika wasana ngaran. Samangkana ikang karma wasana ngaran.


Kliwon :
Penek agung 1, daging ayam brumbun panggang, gerih, getem, soring penek uang 88, raka, godoh tumpi, tebusannya anut pancawara, sedehy, segeh liwet pd pinggan. Daging sawung blm bertelur, kuluman, dangdang udung, jangan pepeingasem, sambel tan tinarasem, tebus manca wara; tumpeng agung, pupuknya waringin

Umanis
Tebusannya penek agung 1, ayam putih panggang, uang 55 taruh dibawah penek, raka, tetebus sedah, segeh liwet di pinggan, daging babi seharga 55, tebusannya putih, pupuknya teleng putih

Paing
Carunya penek agung 1 dibawahnya uang 99, ayam biing panggang, balung gegending, raka, godoh tumpi, tetebus sedah 9, sega liwet mewadah pinggan, daging babi harga 99, sayuran kekarahinasem


Pon
Penek agung dibawahnya uang 77, ayam putih kuning panggang, sayur usus diolah,  raka, godoh tumpi,  sega liwet mewadah pinggan, daging babi harga 77, tetebus benang kuning

Wage
Nasi jauman dibawahnya uang 44, ayam ireng panggang, raka, godoh tumpi,  sega liwet mewadah pinggan, daging babi harga 44

Sinta
Nasi, pindang daging kerbau 2 keteng,

Landep
Tumpeng, 4 keteng

Wukir
Nasi uduk, ayam putih diopor, sayuran 5 macam, 4 keteng

Kulantir
Tumpeng, ayam lurik dipecel, 7 keteng

Taulu
Nasi uduk, 3 keteng, opor ayam

Gumbreg
Nasi, pindang ayam brumbun, sayur 9 macam, 4 keteng

Wariga alit
Nasi urab, gecko daging kerbau, 4 keteng

Wariga agung
Nasi uduk, opor bebek, sayuran 5 macam, 5 keteng

Julungwangi
Nasi, ayam brumbun, uang 8,5 sen, kucing

Sungsang
Nasi megana/kebuli n tumpeng, 2, ayam n bebek, sayur 9 macam campur dlm tumpeng, selawat 10 keteng

Dungulan
Nasi, kambing

Kuningan
Nasi kuning, kerbau, uang 6 keteng

Langkir
Nasi uduk, opor kambing n ikan, sayuran lengkap, 5 keteng

Medangsia
Nasi merah, sayur bayam merah, pindang ayam merah, bunga setaman merah, selawat baru masih merah 40 keteng,

Pujut
Tumpeng, ayam merah panggang, sayur 9 macam, selawat 30 keteng

Pahang
Nasi uduk, ayam satu warna opor, sayuran 11 macam, 9 keteng

Krulut
Sayuran macam2, jajan pasar, bunga boreh,

Mrakeh
Nasi uduk, opor ayam bulu 1 warna, ketan uli, 100 keteng

Tambir
Nasi , pindang bebek, kuah merah n putih, timun 25 biji, selawat pisau raut baja n 1 jarum

Medangkungan
Nasi kuning, ayam goring bulu biring kuning brumbun, bubur merah, 5 keteng

Matal
Nasi uduk, opor ayam n bebek, 4 keteng

Uye
Jajan pasar satak slawe (110) sen, madu

Menial
Nasi, ayam n ikan, sayur macam2, sambal goring, 8 kt

Perangbakat
Tumpeng, daging sapi manis, sayur macam2, selawat pacul

Bala
Tumpeng, 7 macam sayur, ayam hitam panggang, 40

Ugu
Nasi, ketan uli, jajan pasar, opor bebek, 10 kt

Wayang
Tumpeng, ayam, macam2 sayur, 40 kt

Kelau
Nasi golong, ayam n bebek bulu merah, daging burung, 5 kt

Dukut
Tumpeng, ayam brumbun putih panggang, 10 sen

Watugunung
Nasi, asam, ketan uli dodol, sayur 7 macam, 9 kt

Lontar wrespati kalpa n beakala wetoning rare

Wrespati kalpa n primbon jawa
Minggu emas
Caru : di sanggah kemulan suci 1, itik yg sudah bertelur, beras 5 catu, uang 555, benang 5 tukel, telur 5, pisang 5 ijas, kelapa 5, semuanya jd 1 bakul/keranjang. Sesayut kusuma jati 1 dulang dengan nasi putih, ayam putih mepanggang, sekar putih 5, airnya 5 mata air, tebasan durmangala, prayascita, peras pengambean

Senen perak
Caru : beras 4 catu, kelapa 5 bungkul, telur 4 butir, benang 4 tukel, pisang 4 ijas, uang 444 jadi 1 bakul. Penglukatan payuk 4 dr 4 mata air, sayut sita rengep 1 dulang dengan nasi ireng, pucuk bunga teleng biru, ayam brumbun panggang, suci 1 dengan daging itik yg pernah bertelur, prayascita, durmangala

Selasa gangsa
Caru : beras 3 catu, benang 3 tukel, kelapa 3 telur 3 pisang 3 ijas uang 333 jd 1 bakul, sesayut wirakesuma 1 dulang, nasi oranya, ayam biing kuning panggang potong2 dipolakan bangun urip dipucaki samsam landep, bunga 3 jenis, suci peras dipersembahkan ke surya. Penglukatan 3 payuk dr 3 mata air,

Rabu besi
Caru : beras 7 catu, telur 7, kelapa 7, pisang 7 ijas, benang tukel 7 uang 777 jd 1 bakul. Sesayut purna sukha 1 dulang, nasi kuning mesaur samsan delina wanta. Ayam putih kekuningan panggang diperesi tebu ratu, sekar putih 7 kuncup, sudamala, suci asoroh, prayascita, durmangala itik yg pernah bertelur, peras, bayuan. Penglukatan 7 payuk dr 7 mata air

Kamis perunggu
Caru : beras 8 catu, kelapa 8, telur 8, pisang 8 ijas, benang 8 tukel, uang 888, sayut kusuma ganda wati dengan nasi dadu, ayam brumbun, prayascita, durmangala. Melukat air 8 payuk dr 8 mata air, suci 1, bebek, peras dg ayam panggang.


Jum at tembaga
Caru : beras 6 catu, sesayutnya; liwet raja kiru adulang, nasi aru cendana mepucuk teleng biru, yam klau panggang, bunga cempaka kuning 6 kuncup, suci itik, prayascita, durmangala. Penglukatan 6 payuk dr 6 mata air

Sabtu timah
Caru : beras 9 catu, telur 9, kelapa 9, pisang 9 ijas, benang 9 tukel, uang 999 jd 1 bakul.  Sayut kusumayudha, nasi merah, ayam biing panggang, sampyan ending bunga 9,
Suci 1 n itik, peras, prayascita, dermangala.

Penglukatan 9 payuk dr 9 mata air

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI

Lontar Bubuksah



Menurut Lontar Bubuksah
 Diceritakan dua bersaudara kakak beradik bernama Kebo Milir dan Kebo Ngraweg. Keduanya belum mengenal etika, budhi pekerti, sehingga mereka selalu membuat onar, sekaligus mereka kurang disukai oleh saudara dan keluarga. Pada suatu hari mereka meninggalkan wilayah Kediri menuju pertapaan Mandhalangu atas petunjuk dari seorang siswa pertapaan tersebut yang bernama Hulukembang. Di sana mereka berdua akhirnya diterima untuk menjadi murid, lalu diganti namanya: Kebo Mili menjadi Gagaking, sedangkan Kebo Ngraweg menjadi Bubuksah.
Mereka menemui seorang pertapa suci, dari sanalah mereka lalu belajar tentang ajaran yang sangat rahasia, yakni ajaran keabadian. Banyak hal yang diperoleh di pertapaan Mandalangu. Mereka juga belajar kepada Sang Jugulwatu, salah seorang dari putra sang mahamuni yang telah berhasil dalam tahap ujian pantangan-pantangan, dikatakan berbadan gaib meski usianya masih muda, ia tidak ragu-ragu jika akan menemui ajalnya. Diceritakan bahwa suatu hari, lebih sepekan badan beliau seperti mati tidak ada yang mengetahui kerahasiaan beliau, tubuhnya menebar keharuman “pati nira keh wong gawok dening anilih tan katon”. Wafat beliau sangat gaib oleh karena badan beliau tidak terlihat.
Setelah mendengarkan petuah-petuah dari sang mahamuni, mereka berdua ingin melakukan tapa brata di pegunungan, pada bulan Purnama Kapat. Dalam perjalanan mereka beristirahat di sebuah balai, di balai tersebut terdapat lukisan wayang yang menceritrakan Sudamala. Lalu mereka tiba di sebuah alas angker, hutan yang menakutkan, banyak binatang buas. Sang Gagaking memutuskan untuk mengajak adiknya membuat pertapaan di tempat itu. Sang Gagaking mengambil tempat di sebelah barat sedangkan Sang Bubuksah di sebelah timur. Sebelum membuat tempat pertapaan, mereka menuju ke sebuah pancuran air, dilihatlah sebuah patung yang menceritakan lakon Arjuna Tapa, saat Arjuna melaksanakan tapa yang hebat, Sang Arjuna meskipun digoda oleh bidadari cantik Supraba, Gamarmayang, dan Tilotama namun tidak mengurungkan tapa semadinya.
Dikisahkan Gagaking dan Bubuksah melakukan tapa berata dengan cara yang berbeda. Gagaking menjalankan tapa dengan tidak memakan daging dan segala yang berasal dari hewani, hanya tumbuhan yang dianggap makanan suci. Sedangkan Bubuksah sebaliknya, dia melakukan tapa bratanya dengan tekun namun aneh, segala jenis makanan akan dimakannya, sesuai dengan janjinya, apapun yang terkena jebag / jebakan yang dipasangnya akan dimakan habis, tidak saja kancil, tikus, dan binatang lainnya juga dimakannya. Diolah menjadi makanan sambil menyanyikan kidung-kidung suci, mimum air nira (tuak). Bubuksah sangat ketat dalam menjalankan tapa bratanya. Bubuksah tidak kalah mengagumkan dalam menjalankan tapa bratanya, siang dan malam selalu ingat dengan makanannya, karena masakan yang dibuat harus habis, tidak tersisa sedikitpun. Ini disebut berawa.
Dalam pertapaannya, pada suatu hari mereka terlibat dalam diskusi yang hangat. Gagaking memberi tahu kepada adiknya “adinda, apakah yang adinda lalukan itu adalah suci? kenapa kita tidak menjalankan tapa brata yang sama saja dengan memakan makanan yang suci?”.
Bubuksah rupanya tetap teguh dengan pendirian tapa bratanya, meski sang kakak menyatakan ajarannya keliru dan tidak akan dapat mencapai kesempurnaan batin. Bubuksah tetap menjalankan tapa bratanya dengan tekun.
Dikisahkan pada suatu hari Betara Guru (Dewa Siwa) mendapatkan laporan dari dewa Indra bahwa ada dua orang manusia yang melakukan tapa untuk mendapatkan surga. Atas laporan tersebut kemudian Dewa Siwa berkehendak menguji kesetiaan dan keteguhan keduanya dalam menjalankan tapa brata. Maka diutuslah Sang Kala Wijaya untuk menguji keteguhan hati kedua pertapa tersebut, serta menguji siapa yang telah mencapai tyaga pati yakni kepasrahan  atau kesiapan dalam menyambut kematian. Sang Kala Wijaya kemudian mengambil wujud sebagai seekor harimau putih menuju ke tempat pertapaan mereka. Harimau tersebut pertama kali menuju ke tempat Gagaking untuk memangsanya. Namun Gagaking menyarankan agar harimau menghampiri adiknya yang badannya gemuk, berbeda dengan dirinya yang berbadan kurus yang tak akan membuatnya kenyang. Gagaking tidak rela jika dirinya yang memakan makanan suci dimakan oleh binatang yang tidak suci.
Mendengar perkataan dari Gagaking, harimau tersebut lalu menghampiri Bubuksah untuk memangsanya. Melihat kehadiran dari harimau tersebut menghampirinya untuk memangsanya, Bubuksah yang pemberani dan siap meskipun ajal menjemputnya. Dia meminta menunggu sebentar, selesai dia menyucikan tubuhnya dan melaksanakan japa, mempersilahkan kepada harimau putih itu untuk memakannya.
Mendengar perkataan Bubuksah, sang harimau kemudian mengurungkan niatnya untuk memangsa Bubuksah, lalu mengatakan bahwa dirinya diutus oleh Betara Guru untuk menguji tapa mereka. Sang harimau lalu mengajak mereka berdua untuk terbang ke suargaloka menghadap Betara Guru. Bubuksah menunggangi harimau putih itu, sedangkan Gagaking diterbangkan menggelantung di ekornya. Keduanya dapat mencapai kesempurnaan, keduanya mendapatkan sorganya masing-masing. Kemudian Gagaking mendapatkan sorga tingkat kelima sedangkan Bubuksah mendapatkan sorga tingkat ke tujuh (sorga tertinggi). Demikian ceritanya singkatnya.
Lontar Bubuksah di tulis pada Wadoprana Aburih, wuku Kurantil, pada hari kesembilan bulan terang, menjelang bulan (sasih) Jyesta (bulan sebelas) tahun saka 1619. Kemudian di gubah pada Menail Umanis, bulan Kartika, hari ke dua belas bulan gelap tahun saka 1811.
Kutipan Lontar Bubuksah ini sengaja penulis kutip sebagai bahan renungan bagi kita bersama, karena hakekat dari pencapaian kebebasan abadi adalah ketulusan, kepasrahan, dan ketidakterikatan terhadap hal-hal yang bersifat duniawi. Pada jaman sekarang, laku spiritual yang dijalankan kerapkali atas motif untuk kemasyuran, kemuliaan di masyarakat, kerapkali terselubung kegiatan dagang, dan sejenisnya. Artinya dalam tindakan tersebut masih ada ego serta keterikatan untuk pencapaian yang sifatnya duniawi.

- JUAL ES KRIM / ES PUTER PERNIKAHAN KLIK DISINI

Melayani pembuatan banten plaus/plausan

 

Dagang Banten Bali


Melayani pembuatan aneka banten untuk upacara \hindu Bali
piodalan
pawiwahan
otonan
tiga bulanan


Melayani aneka Upacara
Ngelangkir
Menikah
Ngaben

hubungi via WA, Telp atau sms
0882 - 9209 - 6763
0896-0952-7771

Telp
0361 - 464096

alamat
jl Gandapura Gg 1c No1 Kesiman Kertalangu
dan
jl sedap malam 117a kebon kuri
Denpasar

Pesan Via Facebook Klik Disini

Melayani pembuatan aneka sampian pusung/bungkulan

 

Dagang Banten Bali


Melayani pembuatan aneka banten untuk upacara \hindu Bali
piodalan
pawiwahan
otonan
tiga bulanan


Melayani aneka Upacara
Ngelangkir
Menikah
Ngaben

hubungi via WA, Telp atau sms
0882 - 9209 - 6763
0896-0952-7771

Telp
0361 - 464096

alamat
jl Gandapura Gg 1c No1 Kesiman Kertalangu
dan
jl sedap malam 117a kebon kuri
Denpasar

Pesan Via Facebook Klik Disini