Senin, 21 Juli 2025

๐๐ž๐ฆ๐›๐จ๐ง๐ ๐ค๐š๐ซ๐š๐ง ๐๐š๐ง๐ ๐ฎ๐ง๐š๐ง ๐“๐š๐ง๐ฉ๐š ๐ˆ๐ณ๐ข๐ง ๐๐ข ๐๐š๐ง๐ญ๐š๐ข ๐๐ข๐ง๐ ๐ข๐ง, ๐๐š๐๐ฎ๐ง๐ : ๐’๐š๐š๐ญ๐ง๐ฒ๐š ๐Œ๐ž๐ฅ๐š๐ฐ๐š๐ง ๐Š๐ž๐œ๐จ๐ฅ๐จ๐ง๐ ๐š๐ง



Puluhan tahun dibiarkan, akhirnya 48 bangunan liar di kawasan Pantai Bingin, Badung—termasuk vila, hotel, restoran hingga homestay—dibongkar paksa oleh pemerintah daerah. Dalam aksi ini, masyarakat Bali sekali lagi diingatkan tentang betapa lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di sektor pariwisata. Padahal, bangunan-bangunan itu tidak hanya berdiri di atas tanah negara tanpa izin, tetapi juga melanggar tata ruang dan aturan konservasi lingkungan[1][2][3].
Wajah Lain “Surga” Pariwisata: Kenyataan Pahit di Pantai Bingin
- Bangunan berdiri tanpa izin, bahkan beberapa “warung minum” awalnya berubah menjadi vila mewah tanpa kontribusi pajak untuk daerah[4][5].
- Terdapat indikasi keterlibatan lebih dari 33 WNI dan 6 WNA dalam kepemilikan bangunan, sebagian sudah eksis lebih dari 15 tahun[4][6].
- Banyak dari bangunan tidak hanya menabrak aturan izin, tapi juga mengambil lahan negara, bahkan kawasan rawan bencana.
- Proses penertiban sudah melalui tiga surat peringatan, namun baru tegas dilaksanakan setelah rekomendasi DPRD Bali dan tekanan sosial kian besar[2][3][7].
Pemerintah Kecolongan atau Membiarkan?
Berkali-kali pemerintah daerah dan provinsi mengaku “kecolongan”, padahal data dan insiden ini bukan hal baru. Komisi I DPRD Bali secara terbuka menyebut pemerintah telah kecolongan hingga 15 tahun lamanya: pengawasan lemah, fungsi BPN abai, hingga muncul dugaan adanya “beking” pejabat atau perangkat desa yang diam-diam meloloskan praktik ilegal ini[4][5][6].
“Artinya, kecolongan,” tegas Ketua Komisi I DPRD Bali. Pemerintah juga diingatkan untuk tidak hanya bertindak sesaat, tetapi melakukan audit dan pemetaan seluruh rantai izin dan keberadaan usaha akomodasi wisata di kawasan pesisir secara menyeluruh—bukan hanya di Bingin[4][6].
Bagaimana dengan Pantai-Pantai Lain Sepanjang Pesisir Bali?
Kasus Bingin hanya puncak gunung es. Praktik serupa ditengarai terjadi di banyak titik pesisir Bali:
- Banyak pantai lain punya kasus serupa: bangunan liar bermunculan karena lemahnya penegakan aturan ruang dan tata kelola lahan.
- DPRD Bali sudah berjanji menelusuri kasus akomodasi wisata ilegal di seluruh kawasan pesisir; ini bukan masalah satu pantai, melainkan seluruh pesisir “surga wisata” yang justru terancam rusak[8][6][9].
- Pemerintah diminta menjadikan kasus ini sebagai “shock therapy”, mempercepat audit, pemetaan, dan eksekusi bangunan tanpa izin agar benar-benar ada keadilan tata ruang, perlindungan sumber daya alam, dan keberlanjutan ekonomi masyarakat lokal[4][6].
Saatnya Tegas, Bukan Hanya Gagah di Berita
Kasus ini menjadi cermin—selama puluhan tahun, pengawasan rapuh membiarkan “pencurian” ruang publik dan lahan negara demi keuntungan segelintir orang. Reformasi pengawasan, keterbukaan, dan keberanian menindak oknum di balik pelanggaran harus dijadikan prioritas. Jika tidak, hari ini Bingin, besok pantai lain di Bali tinggal menunggu giliran jadi korban.
Langkah pembongkaran harus diikuti keberanian menelusuri motif, aktor, dan strategi tata kelola pesisir Bali yang lebih adil dan ramah lingkungan ke depannya. Jangan sampai label “Bali Pulau Dewata” hanya tinggal cerita, sementara ruang hidupnya habis dicabik kepentingan segelintir pihak tanpa rasa malu[1][4][6].

Kepemimpinan Hindu, & implementasi nyata

 


---
1. Pendahuluan
Om Awighnam Astu Namo Siddham.
Para pemedek, umat sedharma yang saya muliakan,
Kepemimpinan dalam Hindu bukan sekadar jabatan atau kekuasaan, tetapi merupakan dharmika karya, pengabdian yang dilandasi oleh Dharma. Seorang pemimpin Hindu sejati adalah pelayan umat yang menjaga keseimbangan antara kebijaksanaan spiritual dan tindakan sosial.
---
2. Konsep Kepemimpinan dalam Hindu
A. Pemimpin sebagai Pelayan Dharma (Dharmapฤla)
Dalam Bhagavad Gฤซtฤ 3.21 disebutkan:
> "Yad yad ฤcarati ล›reแนฃแนญhas tat tad evetaro janaแธฅ, sa yat pramฤแน‡aแน kurute lokas tad anuvartate."
Artinya: Apa yang dilakukan oleh orang besar, diikuti oleh orang lain; apa yang ia tetapkan sebagai standar, itu pula yang diikuti oleh dunia.
๐Ÿ“Œ Makna: Pemimpin Hindu harus menjadi teladan moral dan spiritual. Ia harus menjadikan dirinya sebagai contoh nyata pelaku Dharma.
B. Tri Kaya Parisudha dan Asta Brata sebagai Dasar Kepemimpinan
Tri Kaya Parisudha (pikiran, ucapan, dan perbuatan yang suci) adalah prinsip dasar dalam kepemimpinan Hindu. Pemimpin harus berpikir benar, berbicara benar, dan bertindak benar.
Sedangkan Asta Brata, ajaran Sri Rama kepada Wibhisana dalam Rฤmฤyaแน‡a, menggambarkan sifat-sifat pemimpin ideal dengan mencontoh sifat-sifat alam:
1. Indra Brata – Memberi kesejukan dan hujan, pemimpin harus membawa kesejahteraan.
2. Yama Brata – Menegakkan keadilan dan ketegasan.
3. Surya Brata – Menyinari dan memberi wawasan.
4. Candra Brata – Menyejukkan dan lembut terhadap rakyat.
5. Bayu Brata – Bergerak lincah dan menjangkau semua kalangan.
6. Varuna Brata – Jujur, mengawasi, dan tahu segalanya.
7. Agni Brata – Bersemangat dan membakar semangat pengikut.
8. Kubera Brata – Mengatur keuangan secara adil dan sejahtera.
---
3. Dasar Weda Tentang Kepemimpinan
แนšgveda 10.191.2:
> "Samฤno mantraแธฅ samitiแธฅ samฤnฤซ samฤnaแน manaแธฅ saha cittam eแนฃฤm."
Artinya: Hendaknya kita memiliki satu pemikiran, satu kesatuan dalam niat dan cita-cita.
๐Ÿ“Œ Makna: Seorang pemimpin harus menyatukan pikiran dan arah umat.
Atharvaveda 6.64.1:
> "Yatra brฤhmaแน‡aแธฅ kแนฃatriyo vaiล›yaแธฅ ล›ลซdraแธฅ saแนhitฤแธฅ, tatra ล›aktir avasthitฤ."
Artinya: Di mana keempat varแน‡a bersatu padu, di sanalah kekuatan sejati berdiri.
๐Ÿ“Œ Makna: Kepemimpinan Hindu menjunjung kesatuan dan kolaborasi antargolongan, tidak boleh diskriminatif.
---
4. Contoh Implementasi Kepemimpinan Hindu
A. Dalam Komunitas Desa Adat
Bendesa Adat menjalankan kepemimpinan berdasarkan awig-awig (aturan adat) yang bersumber dari dharma.
Melibatkan musyawarah (paruman) dan mendengarkan aspirasi warga, sesuai prinsip samฤja dharma.
B. Kepemimpinan di Pura atau Lembaga Umat
Pemangku dan Sulinggih menampilkan kepemimpinan spiritual, menjadi pusat pembinaan rohani dan etika umat.
Menjadi teladan dalam pelaksanaan yadnya, ajeg dalam Tri Hita Karana.
C. Kepemimpinan Nasional yang Bernafaskan Hindu
Tokoh seperti Dang Hyang Nirartha, Rsi Markandeya, Raja Udayana, menunjukkan bagaimana pemimpin Hindu menyatukan nilai religius dan sosial.
Menjaga kesucian, tetapi juga membangun tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera.
---
5. Tantangan dan Solusi
Tantangan:
Pemimpin hanya mengejar popularitas, bukan dharma.
Tidak peka terhadap kebutuhan umat kecil.
Kurangnya keteladanan spiritual.
Solusi:
Membina calon pemimpin sejak dini melalui Pasraman dan Sekaa Truna.
Menanamkan nilai satya (kejujuran), tyฤga (pengorbanan), dan tapas (pengendalian diri).
Mewajibkan pemimpin untuk melakukan Jรฑฤna Yajรฑa, menambah wawasan spiritual.
---
6. Penutup
Para pemedek,
Menjadi pemimpin dalam Hindu berarti menjadi pelayan Dharma dan pelindung keseimbangan kehidupan. Ia tidak hanya bicara, tapi bertindak. Ia bukan menuntut dihormati, tetapi memberikan rasa hormat kepada seluruh ciptaan Tuhan.
Semoga kita semua dapat melahirkan dan mendukung pemimpin-pemimpin Hindu yang satya, ล›iva, dan sundara, selaras dengan nilai Weda.
Om Tat Sat
Om ลšฤnti ลšฤnti ลšฤnti Om

Sabtu, 19 Juli 2025

JYOTISA SASTRA BUKAN ILMU AGAMA



Meskipun Jyotisa Sastra (termasuk Vastu Sastra) ada dalam golongan kitab-kitab Veda Smriti (bagian Sad Vedangga), Jyotisa Sastra bukanlah ilmu agama. Ia adalah ilmu alam yang lebih halus. Dalam istilah modern, ini disebut ilmu elementer.
Jika Anda sering menonton film kartun Avatar si pengendali udara, maka Jyotisa Sastra mirip seperti itu. Di dalamnya terdapat cara-cara untuk mengendalikan dan memanipulasi energi alam agar selaras dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Sebagai contoh, sebuah plot (wilayah) rumah lazimnya berbentuk persegi atau persegi panjang. Setiap sudut mewakili elemen berbeda. Elemen air ada di timur laut, api di tenggara, tanah di barat daya, dan udara di barat laut. Jika seseorang membangun rumah, tata letak ruangan dan benda-benda harus mengikuti elemen ini. Misalnya, kolam dan sumber air hendaknya ditaruh di timur laut. Dapur dan sekering listrik hendaknya ada di tenggara. Gudang, tangga dan tangki hendaknya ada di sisi barat daya, sedangkan kebun, taman atau tempat resapan hendaknya ada di sisi barat laut. Ini akan membuat energi rumah menjadi stabil.
Sebagian orang masih menganggap bahwa ilmu elementer Jyotisa adalah ilmu agama (Hindu). Meskipun memakai istilah dalam bahasa Sanskerta, Jyotisa Sastra samasekali bukan ilmu agama. Ia adalah ilmu yang bisa diterapkan di mana saja, kapan saja, dan oleh orang yang memeluk keyakinan apa saja. Semuanya terkait dengan energi alam.
Dalam kitab-kitab suci Hindu dinyatakan bahwa setiap jenis energi alam adalah bagian dari energi Tuhan. Setiap energi ini memiliki kepribadian. Inilah yang disebut dengan 'dewata'. Jadi, para dewata adalah pengatur-pengatur pos-pos energi itu. Para dewata bukan beragama Hindu, Buddha, Islam, Kristen atau apa pun. Mereka adalah wujud-wujud energi alam yang universal.
Jadi, manusia, apa pun keyakinannya, hendaknya hidup selaras dengan alam. Siapa pun manusia itu, jika tidak ikut serta menjaga keseimbangan energi, maka dia akan terlempar dari siklus alam ini. Penolakan alam atas manusia timbul sebagai bencana, penyakit dan gangguan-gangguan lain baik fisik atau mental.
Semoga bermanfaat.
Arya Lawa Manuaba

Jumat, 18 Juli 2025

Bhuta Cuil




Dalan kepercayaan Bali, jika ada orang meninggal yang mayatnya dikubur, namun tak kunjung diupacarai sampai batas waktu tertentu, maka roh yang bersangkutan akan merana di alam astral dan menjadi mahkluk halus yang disebut Bhuta Cuil. Bhuta Cuil adalah jenis mahkluk halus yakni arwah orang meninggal yang masih berkeliaran di alam duniawi. Bhuta Cuil berasal dari orang yang meninggal yang tidak diupacarai secara layak.
.
Hal itu disebabkan karena roh-roh tersebut belum dapat melepaskan keterikatannya dengan alam duniawi, masih terikat dengan berbagai memori dan kebiasaan-kebiasaannya selama menjadi manusia, sementara itu mereka sudah tidak memiliki badan kasar lagi. Keadaan itu menyebabkan mereka selalu berada dekat-dekat dengan lingkungan manusia, tetapi tidak dapat berinteraksi secara langsung. Mereka ingin melibatkan diri dalam aktivitas sebagaimana layaknya manusia, tetapi hal itu tidaklah mungkin karena alam sudah berbeda.
.
Keberadaan para Bhuta Cuil masih dekat dengan keberadaan alam manusia, mereka seperti para pengungsi atau gelandangan yang mencari rumah-rumah penduduk untuk mencari tempat bernaung. Memang Bhuta Cuil tidak nampak oleh mata fisik manusia, tetapi mereka ini dapat bersentuhan dengan badan astral manusia (suksma sarira) dan juga badan pikiran (manomaya kosa).
.
Persentuhan inilah kemudian menimbulkan menimbulkan berbagai gejala kurang baik bagi manusia, seperti mimpi buruk, kegelisahan tanpa sebab, gangguan emosi, dan tidak jarang berkembang menjadi penyakit fisik atau keributan dalam keluarga akibat terganggunya fungsi emosi dan pikiran, yang di Bali disebut dengan istilah kepanesan
.
Menurut Jro Mangku Aseman, Pemangku di Pura Luhur Duasem, Subamia, Tabanan, Upacara Pengabenan Bhuta Cuil merupakan salah satu cara untuk mendoakan para Bhuta Cuil gentayangan tersebut agar dapat menyadari tempat hidupnya yang baru, yaitu di dimensi alam yang lebih halus sehingga tidak lagi terikat dengan kebiasaan-kebiasaan duniawi, serta tidak lagi ingin turut campur dalam kehidupan manusia di bumi.
.
Via @calonarangtaksu

KONSULTASI ATAU PESAN BANTEN KEBUTUHAN UPAKARA WA: 08976687246 ATAU KLIK DISINI

BENTUK DAN LETAK PULAU BALI MENURUT KAJIAN VASTU SASTRA MANDALA



Kemarin malam, saya coba-coba menganalisis letak dan bentuk Pulau Bali jika disandingkan dengan diagram Vastu Purusa Mandala. Dari hasil analisis itu, saya menemukan sisi positif dan negatif kehidupan di Pulau Bali.
Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa leluhur pada zaman dahulu telah memahami konsep Vastu Purusa. Mereka telah menanam banyak logam mulia, batu mulia dan kristal yang memiliki daya elementer kuat di beberapa pelosok Pulau Bali, terutama di tempat-tempat yang memiliki energi Vastu negatif. Teknik ini memang disarankan dalam kitab-kitab Vastu sehingga energi suatu tempat menjadi seimbang. Energi yang disebut ”the force” dalam Star Wars ini adalah gabungan energi dari lima elemen dasar, yakni angkasa, udara, api, air dan tanah. Keseimbangan kelima elemen ini akan membawa kesejahteraan dan kestabilan.
Saya tidak bermaksud untuk menuduh, tetapi dari hasil analisis ini tampaknya beberapa logam mulia penstabil energi Vastu telah dicabut di beberapa lokasi di Bali. Logam-logam, permata dan kristal penghasil daya tersebut telah hilang dan membuat ketimpangan energi di beberapa titik (yang saya tandai merah dalam peta).
ENERGI POSITIF
Pulau Bali menjadi makmur karena ada sumber air besar di sisi timur laut, yakni Danau Batur. Dari sekian banyak wilayah negara yang saya amati, negara-negara maju dengan perekonomian stabil dan kesejahteraan yang besar memiliki bagian timur laut yang landai dan berair.
1) Danau Batur ada di timur laut Bali memegang kunci kemakmuran pulau. Danau Batur adalah danau paling vital bagi kemakmuran pulau ini. Jika danau ini sampai diganggu, habislah Pulau Bali. Sumber energi Sri ada di sana. Tidak heran orang-orang di Danau Batur kuno memiliki kisah Dewi Danu yang adalah wujud lain Dewi Sri sebagai dewi kemakmuran.
2) Daratan di bagian timur-timur laut meluas, memberikan kemashyuran. Daerah yang menjadi perluasan Bali di bagian timur-timur laut adalah Gunung Seraya, dengan puncaknya Lempuyang. Ekstensi daratan ke arah timur ini memberi energi positif bagi pulau. Jika bagian timur ini dipelihara dengan baik dan dijaga keindahannya (serta diberikan akses air yang melimpah), maka saya jamin Bali akan tambah makmur. Dengan adanya air yang mengalir di bagian timur ini, energi Sri di seluruh pulau akan bergerak dengan aktif.
3) Jika ibukota Bali dipindahkan ke utara, Bali akan menjadi lebih stabil dan energinya akan baik secara ekonomi dan politik. Energi dari bujur perbukitan Bali utara akan membuat energi ibukotanya sangat baik dan stabil.
4) Dataran rendah di Bali selatan baik secara ekonomi, tetapi rawan infiltrasi luar.
ENERGI NEGATIF
1) Bagian tenggara dan barat daya Pulau Bali terpotong oleh samudera. Daratan yang terpotong di bagan tenggara dan barat daya akan membuat pulau ini rentan terhadap gempa bumi dan serangan dari pihak-pihak asing. Syukurnya, di bagian tenggara ada daratan Nusa Penida yang memberikan keseimbangan. Jika tidak, Bali akan sangat rawan gempa dan menjadi target serangan luar. Jadi, Pulau Nusa Penida memegang andil besar terhadap kestabilan Bali berdasarkan kajian Vastu Purusa Mandala.
2) Bagian barat daya Bali yang terpotong membuatnya sangat rentan terhadap serangan dan pendudukan dari luar. Sejarah sudah membuktikan bahwa Bali memiliki catatan kelam tentang perang saudara, bahkan hingga kini. Jika Nusa Penida tidak ada untuk menyeimbangkan elemen di tenggara, maka Bali mungkin sudah diduduki berkali-kali oleh otoritas asing. Nusa Penida juga menjaga daratan utama dari gempa karena hilangnya/terpotongnya bagian tenggara pulau Bali oleh lautan.
3) Bali sangat rawan permasalahan politik dan keuangan karena bentang daratan di tenggara terpotong. Meskipun kelihatannya Bali sangat kaya dan makmur, posisi keuangan dan politik Bali sebenarnya sangat rawan. Mungkin ini tidak tampak dari luar, tetapi dari kajian Vastu Sastra, ini adalah yang terjadi sebenarnya.
4) Bagian barat laut Bali rawan terhadap konflik dan bencana alam yang terkait dengan angin. Apabila pemerintah ingin Bali menjadi stabil, bagian barat laut ini (Gerokgak ke barat) hendaknya diberdayakan dengan cara membangun pembangkit listrik tenaga angin, atau fasilitas lain yang terkait dengan elemen udara atau Bayu.
5) Bagian barat daya terpotong oleh lautan. Bagian ini akan membuat Bali sangat rentan pada serangan luar. Kita bisa melihat wilayah apa yang ada di bagian barat daya ini? Betul, Canggu dan sekitarnya. Apa yang terjadi di sana saat ini? Anda bisa jawab sendiri.
6) Bagian timur laut terpotong, tetapi diseimbangkan oleh perluasan di bagian timur dan utara. Ada lautan luas di sebelah timur laut sehingga energinya menjadi seimbang. Sebenarnya, bagian timur laut Bali ini bagus sekali energinya, tetapi bagian ini perlu ditata agar tidak terbengkalai (sekarang samasekali belum ditata dengan baik). Caranya, buatlah zona khusus di wilayah ini dengan mana Gunung Agung menjadi titik sudut barat daya. Zona ini harus difokuskan pada elemen air (pengolahan air laut menjadi air tawar, pengeboran sumur air untuk masyarakat) agar air di wilayah ini berlimpah. Dengan itu, Bali akan menjadi lebih stabil.
7) Daerah yang rawan bencana adalah di selatan, barat daya, tenggara Bali.
๐Ÿ˜Ž Bagian barat daya (elemen Neriti) mengendalikan sirkulasi segala hal yang kotor. Saat ini Bali rentan terhadap hal yang kotor (sampah, banjir, dsb.). Dari pandangan Vastu Sastra, energi di bagian barat daya Bali melemah. Tampaknya ada sesuatu yang telah ”dicabut” di bagian barat daya sehingga energinya melemah. Saya yakin pada masa lalu di sana telah ditempatkan penetralisir Vastu dalam bentuk entah apa (mungkin ada di pura atau tempat-tempat keramat di sekitar sana). Sepertinya ”pemberat” di bagian barat daya ini telah dipindahkan atau dicabut.
9) Seharusnya tidak boleh ada pembangunan masif apa pun di bagian kotak biru. Di daerah sini seharusnya ada banyak tanah lapang, sawah dan ladang. Tidak boleh ada struktur industri atau gedung besar di sini.
JIKA IBUKOTA BALI PINDAH KE UTARA
Posisi ibukota Bali saat ini (Denpasar) diapit oleh dua lautan yakni Samudera Hindia (di barat daya dan selatan) dan Selat Badung (di timur). Ini menyebabkan Denpasar sangat rentan terhadap infiltrasi pihak luar dan serangan-serangan asing. Situasi politik juga tidak sepebuhnya stabil. Karena diapit dua lautan ini, ibukota Bali saat ini akan sangat sulit menangani hal-hal yang berhubungan dengan sistem pembuangan (kotoran, sampah, limbah) dan pengaruh pihak luar dalam perekonomian.
Apabila ibukota berpindah ke utara, titik yang paling tepat untuk ibukota adalah dari wilayah Lovina ke timur hingga Air Sanih, Kubutambahan. Dengan adanye gunung/bukit di selatan, pantai di utara dan arah timur yang landai, Bali akan menjadi stabil dan sejahtera.
Dalam analisis ini, saya tidak mendukung maupun menolak pemindahan ibukota Provinsi Bali. Saya hanya mengkajinya berdasarkan prinsip-prinsip elementer dalam Vastu Sastra Mandala.
Arya Lawa Manuaba