Jumat, 07 Juni 2024

ILMU YANG MENYERANG BALIK TUBUH

 


Olih: Made Adi Suadnyana, S. Psi.
Pembimbing Perguruan Dasa Dhurga
Pernah menjabat sebagai Duta Bahasa Negara tahun 2014
(Sebentuk tanggung jawab atas isi tulisan)
-o-
Om Suastiastu
Ngawit tresna
Mugi rahayu sareng sami
Mohon ijin untuk mengupas kasus-kasus oknum semeton penekun Dasa Aksara & Kanda Pat yang mengalami fenomena ilmu yang menyerang balik tubuh
-o-
OM
Sugra Tabik Pakulun
Ida Hyang Aji Saraswati
Sang Hyang Dasa Aksara
Sang Hyang Panca Sanak
Mugi nenten keni pinulah
Rikala ngemargiang sarining sastra
Ong Ano Badrah Kratawo Yantu Wiswantah.
*
Semeton sane dahat tresnain tiang
Tulisan ini tiang rangkai melihat banyaknya kasus di lapangan, yang dialami oknum penekun ilmu tersebut di atas, baik di Bali maupun di luar Bali.
Kasus-kasus yang tiang kupas khusus terkait ilmu yang menyerang balik tubuh.
Serta bagaimana menanganinya agar justru menjadi titik pencerahan spiritual.
**
Ilmu Dasa Aksara maupun Kanda Pat merupakan dua dari tak terhitung jumlahnya, ilmu-ilmu yang diciptakan oleh Tuhan dalam personifikasi Beliau sebagai Ida Hyang Aji Saraswati, Sinar Suci Tuhan penguasa ilmu pengetahuan.
Apapun ilmu yang ada
Tujuannya sama yaitu
DHARMA
Segala niat dan kerja/karma tanpa terikat dengan hasil untuk memberi manfaat kepada semua mahluk hidup (all sentient beings) untuk mencapai pelepasan sempurna di alam kehidupan.
Sekali lagi
Memberi manfaat kepada semua mahluk di sekalian alam. 
 
***
Semua ilmu bertujuan dan bermuara pada DHARMA.
Sehingga setiap pemilik ilmu wajib untuk memiliki spirit DHARMA dengan tujuan menekuni ilmu untuk dan hanya untuk melayani DHARMA.
Lalu apa kebalikan DHARMA?
DOSA
Apa itu DOSA?
Menurut Bhagawad Gita, DOSA adalah segala niat dan karma yang ditujukan hanya untuk kepuasan diri sendiri. Hanya untuk memuaskan hasrat dari seluruh indera dan pencerapan. Atau hanya untuk kepentingan pribadi.
****
Lalu apa hubungan DHARMA, DOSA, dan ilmu yang menyerang balik tubuh?
Semeton-semeton yang sempat mengalami hal ini dan lalu pulih total mengaku bahwa mereka:
1. Belajar ilmu untuk melindungi kepentingan tubuhnya sendiri
2. Belajar ilmu untuk terlihat hebat atau diakui
3. Belajar ilmu untuk menundukkan orang lain, agar patuh dan menurut keinginannya
4. Belajar ilmu untuk balas dendam karena pernah diserang ilmu hitam
5. Belajar ilmu untuk mencari kekayaan pribadi
6. Belajar ilmu untuk memperbanyak pengikut
7. Belajar ilmu sekadar ingin tahu dan mecobai orang lain
Inilah rangkuman tujuh pengakuan rekan-rekan semeton yang sekarang saat ini, atas ijin Tuhan, sembuh dari penyakit-penyakit akibat diserang balik oleh ilmu.
Jika dirangkum, semeton yang pernah sakit tersebut, keliru dalam niatan dasar mempelajari ilmu.
Mereka belum memiliki pondasi filsafat DHARMA.
Mereka belum belajar dengan iringan motivasi untuk melayani DHARMA.
Mereka belajar menuju ke arah yang tidak menjadi tujuan dasar seluruh ilmu yaitu memuaskan hasrat dan kepentingan diri sendiri atau DOSA.
*****
Apa hikmah dari fenomena ini?
Mendasari segala kegiatan hidup khususnya belajar ilmu, untuk pelayanan DHARMA, yaitu memberi manfaat bagi seluruh mahluk di sekalian alam.
Dan
Apabila anda mengalami fenomena ini, cukup anda niatkan untuk minta maaf kepada Sang Hyang Aji Saraswati lalu ubah niatan dasar anda untuk belajar ilmu, dari kepentingan pribadi (DOSA) menuju tindakan karma tanpa terikat hasil,kepada seluruh mahluk dan alam (DHARMA)
Semoga bermanfaat
Tiang berdoa dan selalu berdoa semoga semua mahluk damai berbahagia, bebas derita
Salam hormat
Dengan segala kerendahan hati
Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan di hati

Batu Satangtung Lebak Siliwangi

 


AUM Swastiastu _/||\_ Nama Çiwa-Buddhaya, AHUNG Sampurasun, HONG Wilaheng Awighnamastu Jagat Dewa Bhatara Bhuana Langgeng, ONG-SANG-BANG-TANG-ANG-ING-NANG-HMANG-SING-WANG-HYANG, OM NAMAH SIWAYA
*SALAM BUDHIDHAYA NAGARI DWIPANTARA NUSANTARA TRI TANGTU BHUANA SUNDA-JAWA-BALI NAGA-RA-KERTA-GAMA*
Batu Satangtung Lebak Siliwangi
July 3, 2013
Sampai saat ini masih banyak warga Bandung yang mengetahui Lebak Siliwangi sebagai hutan belantara yang tak bisa diakses warga. Di balik Lebak Siliwangi dan isunya mengenai pembangunan restoran dan apartemen, ada sesuatu yang menarik yang belum tentu orang tahu. Dua batu berdiri tegak di kawasan Lebak Siliwangi yang dipayungi dua payung buatan. Satu batu berdiri tegak ke atas berbentuk hampir lonjong dan satu batu di depannya berbentuk gepeng melingkar. Di tengah dua buah batu itu terdapat sesajen dan di depan batu tersebut terdapat sesajen dan menyan bekas ritual yang dilakukan.Dua buah batu tersebut dikenal dengan batu satangtung atau lingga yoni lingga yang berarti penis dan yoni yang berarti vagina. Lingga yoni diartikan sebagai pasangan. Batu satangtung dibangun oleh 42 suku adat di Indonesia kecuali Papua. Batu tersebut baru dibuat sejak dua tahun yang lalu. Menurut Rio, pelukis di Lebak Siliwangi, batu satangtung sering didatangi oleh turis-turis dari luar negeri, dan domestik. Banyak juga yang percaya bahwa batu itu bisa membawa keberuntungan. Ritual batu satungtang juga banyak didatangi semethon dari Bali. Sedangkan menurut Tommy, Ketua Sanggar Olah Seni, batu satangtung berfungsi sebagai simbol untuk ritual pemaknaan tentang nilai-nilai dari filosofi batu tersebut. Ritual atau sesajen dilaksanakan setiap Sabtu Kliwon. Warga yang mengikuti ritual berasal dari berbagai daerah di Indonesia bahkan dunia. Ritual tersebut identik dengan menyan.“Bagaimana ritual dan apa itu menyan memiliki pengertian-pengertian tersendiri yang mengandung kearifan lokal yang seharusnya bisa membentuk masyarakat memiliki nilai-nilai yang baik,” kata Tommy, saat diwawancarai pada Minggu, 30, Juni 2013.
Batu satangtung juga dilirik pengunjung sebagai tempat wisata yang mereka kenal memiliki adat budaya lokal.Terbukti bahwa tidak jadinya mendirikan restoran dan apartemen itu keputusan yang tepat karena ada nilai-nilai budaya yang harus dilestarikan. Kesadaran akan budaya lokal yang yang harus digali dan diamalkan menjadi tolak ukur untuk bagaimana kita mengambil sikap atas nilai-nilai budaya lokal.
Sedangkan dalam ajaran jati Sunda / Sunda Wiwitan
Menhir/Lingga/Batu Tunggal Satantung. Menhir (Lingga) Lingga adalah sebuah Batu Tunggal sebagai simbol atau penanda yang diletakan sebagai "pusat" kabuyutan, masyarakat Jawa Barat sering menyebutnya sebagai"Batu Tunggal Satangtung" dan merupakan penanda wilayah kabuyutan. Bentuk menhir (lingga) di beberapa negara yang tidak memiliki batu alam utuh dan besar pada umumnya digantikan oleh "tugu batu" buatan seperti yang terdapat di Mekah dan Vatican. Lingga sebagai batu kabuyutan berasal dari kata "La-Hyang-Galuh" (Hukum Leluhur Galuh). Maksud perlambangan Lingga sesungguhnya lebih ditujukan sebagai pusat/puseur (inti) pemerintahan disetiap wilayah Ibu Pertiwi, tentu saja setiap bangsa memiliki Ibu Pertiwi-nya masing-masing (Yoni).Dari tempat Lingga (wilayah Rama) inilah lahirnya kebijakan dan kebajikan yang kelak akan dijalankan oleh para pemimpin negara (Ratu) yang menjadi simbol MAPANJI / PATAKA GULA-KALAPA = Bende-RA (Hyang Surya RA-Ditya / Surya Majapahit-Sunda Wiwitan-Sundayana-Surayana) Permulaan Peradaban Bangsa Nusantara / kiblatnya Bangsa Nusantara, Merah-Putih. Merahnya adalah Ibu Pertiwi yaitu Tanah (Bhumi darimana kita dilahirkan dan kemana nanti kita pulang keasal), Putih adalah Ayah / Bapa Akasa sang pemberi bibit yang keduanya menyatu menjadi kesuburan, maka di Tanah Sunda-Jawa-Bali kental sekali istilah eling marang ka Purwa-Daksina yaitu simbol Purwa / Timur (Putih) Sang Hyang Isora / Iswara sbg Matahari, dan Daksina / Selatan (Merah) : Lingga-Yoni, Ayah dan Ibu kita yaitu leluhur yang paling dekat dengan kita dan keatasnya lagi para leluhur kita, karena hanya dari beliaulah kita lahir kedunia bukan dari leluhur orang lain disana tetapi leluhur kita dari sini. Hal ini sangat berkaitan erat dengan ketatanegaraan bangsa Galuh dalam ajaran Sunda, dimana Matahari menjadi pusat (saka) peredaran benda-benda langit. Fakta yang dapat kita temui pada setiap negara (kerajaan) di dunia adalah adanya kesamaan pola ketatanegaraan yang terdiri dari Rama (Manusia Agung), Ratu (Maharaja) dan Rasi (raja-raja kecil/kareysian) dan konsep ini kelak disebut sebagai Tri Tangtu Buana atau Trisula Nagara : Sunda-Jawa-Bali : KaRAMAan-KaRATUan-KaRESI-an yang digunakan pada masa Kerajaan seperti Prabu, Raden , Resi, Dang Hyang, Wiku, Empu, Rakean, Rakyan dsb. Umumnya sebuah Lingga diletakan dalam formasi tertentu yang menunjukan ke-Mandala-an, yaitu tempat sakral yang harus dihormati dan dijaga kesuciannya. Mandala lebih dikenal oleh masyarakat dunia dengan sebutan Dolmen yang tersebar hampir di seluruh penjuru dunia, di Perancis disebut sebagai Mandale sedangkan batunya (lingga) disebut Obelisk ataupun Menhir. Mandala (tempat suci) secara prinsip terdiri dari 5 lingkaran berlapis yang menunjukan batas kewilayahan atau tingkatan (secara simbolik) yaitu :
1. Mandala Kasungka
2. Mandala Seba
3. Mandala Raja
4. Mandala Wangi
5. Mandala Hyang (Inti lingkaran berupa titik Batu Tunggal Satangtung) Ke-mandala-an merupakan rangkaian konsep menuju kosmos yang berasal dari pembangunan ke-manunggal-an diri terhadap negeri, kemanunggalan negeri terhadap bumi, dan kemanunggalan bumi terhadap langit suwung (ketiadaan). Dalam bahasa populer sering disebut sebagai perjalanan dari mikro kosmos / bhuana alit (ingsun-atma manusia), menuju makro kosmos / bhuana agung (keberadaan yang pernah ada dan selalu ada) Sang Dzat Hyang Tunggal (Sang Parama Atma).
 
Sedangkan makna Arca Lingga Yoni Dalam Agama Hindu
Pengertian Lingga dan yoni adalah perlambang alat kelamin laki - laki dan perempuan. Dalam kamus Jawa menjelaskan bahwa “Linga tanda, ciri, isyarat, sifat khas, bukti keterangan, petunjuk; Lingga, lambang kemaluan lelaki (terutama Lingga Siwa dibentuk tiang batu), patung dewa, titik tugu pemujaan, titik pusat, pusat poros, sumbu”.
Yoni rahim, tempat lahir, asal Brahmana, Daitya, Dewa, Garbha, Padma,Naga, Raksasa, Sarwa, Sarwa Batha, Sudra, Siwa, Widyadhara-Widyadari (Bidadara-Bidadari) dan Ayonia." Dengan adanya lingga yoni disuatu tempat menandakan bahwa tempat tersebut adalah daerah yang subur. Lingga yoni paling sering ditemukan berada di dekat Candi / tempat suci Parhayangan ataupun Kahyangan yang disucikan. Lingga berbentuk batu tegak seperti kemaluan laki - laki dengan bentuk bujur sangkar pada bagian paling bawah, segi delapan pada bagian tengah dan bulat di bagian teratas. Lingga berasal dari kata sansekerta yang berarti tanda, ciri, isyarat, bukti dan keterangan. Sedangkan yoni berdenah bujur sangkar dan biasanya terdapat tonjolan di salah satu sisinya. Di tengah yoni biasanya terdapat lubang untuk menanamkan lingga. Permukaan yoni tidak rata dengan bagian tepi lebih tinggi yang berfungsi agar air tidak keluar apabila di siram dari lingga dan hanya akan keluar melalui cerat. Yoni pada era Kerajaan Majapahit memiliki perbedaan daripada zaman sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada tubuh yoni yang terdapat hiasan serta naga.
Fungsi Lingga Yoni
Mengukuhkan takhta seorang yang berjaya di suatu tempat. Memperingati suatu peristiwa penting. Yoni yang berpasangan dengan lingga berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan lingga
Lingga Yoni dalam agama Hindu, lingga dan yoni adalah perlambang kesuburan seperti yang terlihat pada peradaban lembah indus. Lingga dianggap sebagai perwujudan Dewa Siwa sebagai phallus. Sedangkan yoni sendiri berarti unsur wanita. Pendirian lingga erat kaitannya dengan penaklukan suatu kerajaan. Lingga yoni dalam agama Hindu digunakan untuk mendapatkan minuman berenergi Dewata dengan menuangkan lima jenis (panca gawya) yaitu air bunga, susu, madu, ghee (mentega dari susu), serta susu asam (yogurt).
Campuran tersebut kemudian dituangkan dari atas lingga sambil mengucap puja mantra kepada Dewa Siwa dan campuran cairan tersebut mengalir hingga ke ujung moncong yoni dan barulah boleh untuk diminum. Upacara semacam ini disebut #abhiseka, dan sudah tidak pernah kita lihat di Nusantara namun masih tetap berlangsung di India. Bentuk Tri Lingga Purusha dan Yoni, Lingga memiliki penggambaran alat kelamin laki - laki yang merupakan simbol DewaTrimurti (Brahma, Wisnu, Siwa). Ujung lingga berbentuk bulat (Shiva bhaga), pada pertengahan lingga berbentuk segi delapan atau padma (Whisnu bhaga), dan paling bawah berbentuk persegi empat (Brahma bhaga). Sedangkan bagian yoni merupakan perlambang dari prakerti atau pradhana (wadag/alam material). Ada juga yoni yang terdapat makhluk seperti naga, macan dan lain - lain sebagai penyangga. Naga dalam ajaran agama Hindu diibaratkan sama dengan ular terkhusus kobra seperti Dewa Ular Naga Ananta Sesa yang dilambangkan sebagai tempat berbaringnya Dewa Wisnu dan Dewa Naga Vasuki / Basuki yang membantu pengadukan samudera mantana untuk mendapatkan tirtha keabadian amerta bersama Kurma Awatara Dewa Wisnu yang kedua oleh para Dewata dan Raksasa.
Lingga model Sunda, Jawa, Bali dan India inilah keUNIVERSALAN ajaran leluhur kita Ke-BHINEKA-an terapi esensi tattwa filsafatnya sama yaitu Ika satu tunggal tiada yg kedua tan hana dharma mangarwa.

ISVARAH GITA Chapt-3. Sloka 11-15

 


Ulasan:
Purusa adalah unsur yang bersifat kejiwaan sedangkan Prakerti adalah unsur material. Penyatuan keduanya terjadi penciptaan. Prakerti berevolusi menjadi Pancatanmatra yaitu lima benih, dan setelah melalui evolusi yang panjang akhirnya menjadi Pancamahabhuta, ini kemudian membentuk alam semesta dan isinya.
Filsafat Samkya dan Vaisnave memuat 25 prinsip namun Shivaita memuat 36 prinsip/ttatva.
OM NAMAH SHIVA YA 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🌹
Sloka: 11-15
//puruṣaḥ prakṛtistho hi bhuṅkte yaḥ prākṛtān guṇān ahaṅkāravimuktatvāt procyate pañcaviṃśakaḥ 11//
Purusha, hanya jika ditempatkan di Prakriti, menikmati atribut Prakriti. Karena dia bebas dari Ahamkara (ego), dia disebut sebagai prinsip ke-25. (11)
//ādyo vikāraḥ prakṛtermahānātmeti kathyate vijñānaśaktirvijñātā hyahaṅkārastadutthitaḥ 12//
Transformasi pertama Prakriti disebut Tatva atau prinsip agung. Dari Tatva, lahirlah ego, yang mengetahui dengan kekuatan pengetahuan. (12)
//eka eva mahānātmā so 'haṅkāro 'bhidhīyate
sa jīvaḥ so 'ntarātmeti gīyate tattvacintakaiḥ 13//
Jiwa yang agung disebut Ahamkara. Itu disebut sebagai Jiva atau Antaratma (jiwa batin) oleh para filsuf. (13)
//tena vedayate sarvaṃ sukhaṃ duḥkhaṃ ca janmasu
sa vijñānātmakastasya manaḥ syādupakārakam 14//
Kesenangan dan rasa sakit dirasakan melaluinya (ego). Itu terdiri dari pengetahuan, dan pikiran adalah asistennya. (14)
//tenāvivekatastasmāt saṃsāraḥ puruṣasya tu
sa cāvivekaḥ prakṛtau saṅgāt kālena so 'bhavat 15//
Dari situ, lahirlah indiskriminasi (tidak dapat membedakan antara kebenaran dan yang tidak nyata). Karena ini, dunia manusia muncul. Diskriminasi lahir karena asosiasi Prakriti dengan waktu. (15)
OM LOKAH SAMASTAH SUKHINO BHAVANTU...

Selasa, 21 Mei 2024

Melik Durga

 

Melik Durga atau Melik Layah Bebed biasanya dikenali dari ciri-ciri yang paling menonjol, yakni pada lidah terdapat bercak warna hitam. Bercaknya itu pun ada yang berbentuk tertentu sehingga ceciren atau ciri tersebut bisa dinyatakan melik, sebab tidak semua bercak hitam pada lidah disebut Melik Durga.
.
Melik Durga dan melik lain pada umumnya dianggap kutukan yang mendatangkan mara bahaya. Tidak sepenuhnya benar demikian. Melik justru adalah anugerah yang didapatkan baik dari karma, kelahiran dan bisa jadi dikehidupan sebelumnya mereka yang melik belajar banyak hal tentang ilmu-ilmu rahasia. Yang jelas semua itu anugerah dari Sanghyang Widdhi sebagai Sangkan Paran.
.
Melik adalah tanda rahasia yang merupakan anugerah sehingga orang yang memiliki milik bisa dipastikan memiliki kemampuan-kemampuan supranatural, spiritual dan kemampuan istimewa lainnya. Akan tetapi, daya-daya tersebut terkadang belum bisa mereka arahkan dan kendalikan sehingga wadah tubuh belum siap menerima berkah melik tersebut. Ketidak mampuan mengarahkan daya-daya tersebut terkadang berdampak kurang baik terhadap diri si melik.
.
Bagi orang Melik Durga atau Layah Bebed misalnya, ia dapat dipastikan memiliki daya kekuatan atau sakti lebih dominan. Ucapannya bisa saja Siddhi sehingga apa yang diucapkannya disertai dengan emosi, maka akan terjadi. Olehnya yang memiliki melik ini mesti bisa mengontrol ucapannya. Bisa dibayangkan jika kekuatan itu diarahkan atau terarah dengan baik, maka akan berguna bagi dirinya sendiri dan orang lain.
.
Tidak hanya itu, bagi perempuan yang memiliki Melik Durga cendrung memiliki aura yang menarik sehingga bisa membangkitkan berahi lawan jenis. Energi api dalam wujud berahi bisa saja membakar dirinya dan orang lain. Kekuatan yang demikian terkadang menjadi penyebab orang yang Melik Durga selalu menghadapi masalah asmara dalam hidupnya. Singkatnya, banyak orang suka banyak pula memusuhinya. Tetapi, jika kekuatan tersebut dapat diarahkan dengan baik, maka akan berdayaguna dalam melakoni kehidupan.
.
Dan, daya kekuatan yang bisa dinyatakan kekuatan istimewa jika diarahkan dengan baik bagi ia yang memiliki Melik Durga adalah ia akan bisa mempelajari Ilmu Pangiwan dengan cepat. Belajar ilmu Liak (linuih ikang aksara) akan lebih mudah dan bukan tidak mungkin kekuatannya menyamai tingkatan ilmu Liak Sari.
.
Namun akan terbalik, jika ia yang memiliki Melik Durga tidak bisa diarahkan atau mengarahkan kekuatannya sendiri. Maka, ia akan cendrung ditarik oleh kekuatan meliknya untuk menjadi Wisya, Desti dan Aji Wegig tanpa ia sadari. Terlebih yang melik Durga unsur api sangat dominan di dalam tubuhnya. Api adalah sarwa bhaksa, bisa saja ia akan membakar semuanya. Jadi, Melik Durga atau melik apapun, bukan musibah, kutukan dan sejenisnya tetapi berkah dan anugerah, syukurilah. Yang perlu dilakukan adalah meruwat dan diarahkan energi tersebut dengan baik.
 

PELANGKIRAN

 

* Pelangkiran berasal dari kata "langkir" yang artinya tempat memuja.
Pelangkiran adalah niyasa yg bersifat umum dan tergantung letak juga tujuan pemujanya menstanakan betara/dewa siapa yg ingin dipuja.
* Beberapa jenis pelangkiran seperti:
1.diwarung/toko adalah stana untuk Betari sri sedana sebagai pemberi kemakmuran
2.disumur/kran air untuk stana betara wisnu
3.didapur untuk stana betara brahma
4.dikamar tidur untuk stana kandapat
5.dipasar tempat jualan untuk stana betari dewa ayu melanting
6.dikantor/tempat pertemuan untuk stana bhagawan penyarikan atau dewi saraswati.
Juga fungsinya untuk anak baru lahir sampai upacara 3 bulan maka dibuatkan plangkiran dari ulatan lidi berbentuk bulat dan digantung diatas tempat tidur. Itu adalah stana sanghyang kumare,manifestasi perwujudan betare siwa tugasnya mengemban sijabang bayi. Setelah upacara 3 bulanan sampai beranjak dewasa - tua selanjutnya diganti dgn bentuk tempel ditembok sebagai stananya kandepat (bukan hyang kumara lagi). Plangkiran juga untuk "pengayatan" sanggah merajan yg jauh dr perantauan.
Didalam lontar "aji maya sandhi" disebutkan ketika kita sedang tidur maka kandepat itu kluar dr tubuh dan bergentayangan.ada yg duduk di dada,diperut,tangan dsbnya..sehingga mengganggu tidur kita. Oleh karna itu perlu dibuatkan pelangkiran sebagai stananya agar mereka dpt melaksanakan tugas sebagai penunggu urip.
Setiap kita meninggalkan rumah sempatkan diri untuk berpamitan ke kandepat dan disaat pulang usahakan membawa oleh2 makanan/kue dll sekedarnya saja sebagai tanda INGAT!
Juga disaat gajian atau uang hasil dihaturkan dulu disitu dan biarkan semalam. Keesokan paginya baru dilungsur. Setiap mau tidur luangkan waktu agar memanggilnya untuk menjaga kita disaat tidur
 

Sanghyang Aji Saraswati

 

Dalam laku Tantra Kadyatmikan dan Kwisesan, Sanghyang Aji Saraswati tidak saja dipuja dalam sosok atau citra dewi tertentu, tetapi ditempatkan di dalam diri sebagai Sanghyang Aksara Jati atau Sanghyang Sastra Jati dalam wujud aksara yang sangat rahasia. Dimanakah beliau ditempatkan di dalam tubuh? Beliau mendiami beberapa tempat yang sangat rahasia di dalam diri. Saya akan menceritakan satu tempat saja.
.
Sanghyang Aji Saraswati menempati pangkal lidah (bogkoling jihwa). Di tempat itu beliau berdiam dalam wujud aksara yang sangat rahasia. Pangkal lidah atau Campuhan yang menghubungkan antara Sanghyang Tri Nadi dengan lubang hidung, kepala dan mulut. Pada titik itulah disebut Marga Tiga atau pertigaan tubuh dimana persipangan jiwa ketika jiwa akan terlepas dari raga. Konon, ketika jiwa akan terlepas dari raga, di pangkal lidahlah ia menunggu sari nafas atau prana untuk mendorong jiwa terlepas bisa melalui ubun-ubun, mata, mulut, hidung dan telinga. Semua itu bergantung niat.
.
Pada pangkal lidah pula disebut alam Anyastana, yakni batasan antara alam Bapa Akasa dengan alam Ibu Pertiwi. Alam Bapa Akasa dari langit-langit mulut ke atas dan alam Ibu Pertiwi dari cekok leher ke bawah. Pertemuan antara alam Bapa Akasa dengan alam Ibu Pertiwi di pangkal lidah sebagai simbol Sabda di mana Bayu bersatu dengan Idep. Olehnya, Sanghyang Aji Saraswati disebut sari-sari aksara atau sastra pengetahuan dalam bentuk sabda. 
 
.
Jadi, para penekun Kadyatmikan dan Kawisesan ketika hendak belajar mati (kelepasan), mereka memanunggalkan Bayu ( energi ) dan Idep ( pikiran ) pada Sabda ( getaran ). Getaran ini menjadikan Tirtha Panca Pawitra yang berdiam di otak mengalir melalui Sanghyang Trinadi dalam Sabda Ang, Ung dan Mang. Kemudian, tirtha menyentuh ujung api yang menyala dari dasar tubuh. Ketika air bertemu dengan api, maka munculah asap atau kukus (Sang Atma). Asap atau kukus ini kemudian naik sampai di pangkal lidah dan di sana menyatu dengan sari nafas atau udara. Pada akhirnya di pangkal lidah terjadi campuhan antara asap, air atau tirtha dengan api dan udara atau angin. Setelah itu tinggal diniatkan asap yang sudah bercampur api, air dan angin hendak mengarah ke lubang pintu yang mana untuk terlepas.
.
Sebelum sampai pada itu, alami dan masuki tubuh untuk bertemu dengan kediaman Sanghyang Aji Saraswati di dalam diri. Untuk itu, Tantra Kadyatmikan dan Kawisesan mengarahkan kita untuk melampaui sosok atau citra Sanghyang Aji Saraswati, sebab sejatinya beliau bukan sosok tetapi aksara rahasia yang berdiam di pangkal lidah. Jadi, bisa saja aksara itu menakutkan, tidak sebagaimana sosok yang selama ini dicitrakan bahwa Dewi Saraswati itu cantik.
*Rahajeng Rahina Saraswati, semoga Sanghyang Aji Saraswati memberikan karunia sari aksara dan sastra pengetahuan.
~ sandi reka ~