Jumat, 10 Mei 2024

NAFSU INDRIA

 


OM SWASTYASTU
“Sungguh mudah untuk melakukan hal-hal yang buruk dan tak bermanfaat, tetapi sungguh sulit untuk melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri”
Orang yang melanggar salah satu ajaran Dhamma yakni selalu berkata bohong maka ia tidak memperdulikan kehidupan dunia mendatang, maka tak ada kejahatan yang tidak dilakukannya...
Dari keinginan timbul kesedihan, dari keinginan timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari keinginan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan
Kalahkan ketakutan dengan keberanian
Kalahkan kemarahan dengan cinta kasih dan kalahkan kejahatan dengan kebajikan. Kalahkan kekikiran dengan kemurahan hati, dan kalahkan kebohongan dengan kejujuran
Tidak pada zaman dahulu, tidak dijaman sekarang ataupun waktu yang akan datang... selalu ditemukan seseorang baik maupun seseorang yang jahat... yang selalu dicela,dicaci maki dan direndahkan maupun yang selalu dipuji...jadi tidaklah aneh
Apabila seseorang dapat melepaskan kebahagiaan yang lebih kecil untuk dapat memperoleh kebahagiaan yang lebih besar, maka hendaknya orang bijaksana melepaskan kebahagiaan yang kecil itu, guna memperoleh kebahagiaan yang lebih besar
(sama dengan ilmu berdagang)
Barangsiapa orang yang memperoleh kebahagiaan atau rejeki bagi dirinya sendiri dengan menimbulkan penderitaan orang lain, maka ia tidak akan terbebas dari kebencian dan ia akan terjerat kedalam alam penderitaan (neraka)
Karena orang serakah cenderung pada hal-hal yang menyenangkan dan terus mengejar kenikmatan-kenikmatan duniawi maka mereka menjadi korban kelahiran dan kelapukan (punarbawa / samsara /tumimba lahir/ reinkarnasi)
Orang serakah pikirannya kacau, penuh dengan nafsu, dan hanya melihat pada hal-hal yang menyenangkan saja, maka nafsu keinginannya akan terus bertambah. Sesungguhnya orang seperti itu hanya akan memperkuat ikatan belenggunya sendiri (punarbawa)
#semoga bermanfaat

KARMA PHALA

 

Istrimu di kehidupan sekarang ini adalah berasal dari seseorang yg pernah kamu kubur di kehidupanmu di masa lalu. Saat ini dia terlahir sebagai istri adalah untuk membalas budimu.
Anak laki lakimu di kehidupan saat ini adalah berasal dari seseorang yg ada hutang piutang denganmu di masa lalu. Kini dia datang untuk menagih utangmu kepadanya atau pun dia datang utk membayar hutangnya kepadamu. Sementara anak perempuanmu saat ini adalah kekasihmu di kehidupan masa lalu. Kini dia datang untuk menyambung cinta kasih bersamamu.
Seseorang yang sangat kamu cintai saat ini adalah istrimu di kehidupan masa lalu. Kalian bertemu untuk menyambung kembali jodoh yg belum sempat selesai di kehidupan masa lalu walo terkadang saat kinipun dapat tak terwujud dan hanya mampu menikah secara hati bukan secarik kertas. Seorang yg menjadi sahabat karib/sahabat sejatimu saat ini adalah seseorang yg pernah menjadi saudara kandungmu di kehidupan masa lalu. Ataupun orang yg pernah kamu mengasihinya di masa lalu
Seseorang yg telah banyak membantumu saat sekarang adalah seseorang yg sangat baik kepadamu di masa lalu. kalian berjumpa utk menyambung kebajikan di masa lalu atau sebaliknya kamu yg berkorban untuknya di masa lalu. Ini semua bukanlah hanya sebuah kepercayaan tahyul akan tetapi semua ini adalah berasal dari hukum karma/hukum timbal balik/hukum tabur tuai.
Budha bersabda ;
"Apabila tidak pernah ada saling berhutang piutang di kehidupan masa lalu. Maka pertemuan di kehidupan sekarang ini juga tidak akan pernah terjadi..."
 

Pura Pucak Hyang Ukir

 

Pura Pucak Hyang Ukir terletak di atas Bukit Bangli di Desa Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Letak pura ini kira-kira 1 km dari pusat Kota Bangli. Pelinggih utama di Pura Pucak Hyang Ukir yang berada di utama mandala berupa gedong meru tumpang tiga.
Pelinggih ini disebut Meru Pemedal Tiga karena merupakan pintu masuk dan keluarnya ada tiga, sebagai simbolis Tri Murthi. Bhatara Brahma pada pemedal sebelah Utara, Bhatara Wisnu pada pemedal sebelah Selatan, dan pada pemedal depan untuk Bhatara Siwa.
Di dalam Meru Pemedal Tiga ini terdapat Pengayengan Bhatara Gunung Agung, Pengayengan Bhatara Gunung Sari, Pengayengan Bhatara Gunung Raung, Pengayengan Corong Agung, Pengayengan Kentel Gumi, Pengayengan Tengahin Segara, Pengayengan Watu Megantung, Pengayengan Ratu Gede Penyarikan, dan Pengayengan Ratu Mas Subandar.

DAPAT MENGENALI DIRI SENDIRI ADALAH AWAL PENCERAHAN

 

bila kita mencoba untuk hidup sebagai manusia sejati tanpa mengganggu orang lain, semua dapat hidup dengan damai tanpa rasa takut...
umat HINDU tidak menganggap manusia sebagai penuh dosa setiap manusia adalah orang yang sangat berharga yang dalam dirinya terdapat kebaikan dan juga kebiasaan buruk....
kebaikan dalam diri seseorang selalu menanti kesempatan yang sesuai untuk berbuat karma kebajikan...
HINDU mengajarkan bahwa semua orang bertanggung jawab atas karma perbuatan baik dan karma buruk dirinya sendiri dan bahwa setiap individu dapat membentuk dan merubah nasibnya sendiri....
perbuatan karma baik dan karma buruk hanya di lakukan oleh dirimu, bukan oleh orang tua-mu, bukan oleh teman-mu juga bukan oleh saudara-mu.... oleh karena itu dirimu sendirilah yang akan menuai hasil yang menyakitkan dari segala perbuatan karma buruk....
Karena Kebahagian maupun kesedihan kita... di buat oleh diri kita sendiri
dunia ini dapat dibuat sebagai tempat mensucikan diri (meditasi/tapa) dimana kita dapat mencapai kesempurnaan tertinggi, kesempurnaan dengan kebahagiaan (moksa).
Ingatlah KARMAPHALA...
jika dosa dapat hilang karena diampuni SANG HYANG WIDI WASA (TUHAN) orang akan mengambil kesempatan dan melakukan lebih banyak dosa lagi....
perbuatan jahat diawali dengan pikiran jahat, jika seseorang memurnikan pikiran, maka efek perbuatan sebelumnya dapat terkurangi atau terhapus seluruhnya.
(meditasi/tapa yang pernah dilakukan awatara buddha.dll)
penderitaan bukanlah khayalan, dosa adalah perbuatan yang keliru atau tidak bermanfaat
yang menciptakan kejatuhan manusia (papa).
orang jahat adalah orang yang gelap batin, bukan hukuman dan kutukan saja untuk membuat dia mengerti dan insaf akan perbuatan jahatnya tetapi yang ia perlukan hanyalah bimbingan untuk pencerahannya....
semua yang diperlukan adalah adanya seseorang untuk menolongnya menggunakan akalnya untuk menyadari dia bahwa ia bertanggung jawab atas perbuatan kelirunya dan bahwa ia harus membayar konsekuensinya(karmaphala)
umat HINDU didorong DHARMA untuk menyadari perbuatan mereka yang salah dan mengingatkan diri mereka sendiri untuk tidak mengulangi kesalahan itu.....
tujuan munculnya ajaran budi pekerti (HINDU) di dunia ini bukanlah untuk mencuci dosa untuk UMATNYA (BAKTHA) tetapi untuk memahami betapa bodohnya melakukan kejahatan itu dan menunjukan akibat buah hasil dari perbuatan jahat semacam itu....
oleh karena itu, tidak ada perintah dalam ajaran HINDU yang dapat mengendalikan kemajuan spiritual orang lain semua tergantung niat dan tekad masing2 umat...
aturan maupun upakara yang kita coba jalani bukanlah perintah, hal ini di jalani secara sukarela... inilah ajaran HINDU
Ajaran HINDU menasehati kita tentang bagaimana menjalankan kehidupan murni tanpa menetapkan perintah dan menggunakan ketakutan akan hukuman kutukan maupun siksa api neraka semua tergantung karma masing2 umatnya....

Senin, 06 Mei 2024

Ahimsa Parama Dharma

 









Ahimsa Parama Dharma ("Ahimsaya paro dharma") artinya tidak membunuh adalah dharma yg tertinggi.

Namun dalam hidup ini, kita pasti pernah membunuh baik sengaja maupun tidak.Seperti halnya :

Untuk dimakan, binatang tersebut dalam ajaran agama Hindu (lontar Wrtti sesana) dijelaskan tentang Himsa (perbuatan membunuh ) yg dapat dilakukan,yaitu sbb :
Dewa Puja, membunuh binatang untuk dipersembahkan pada Dewa.
Pitra Puja, dipersembahkan pada Leluhur.
Atiti Puja, membunuh binatang untuk disuguhkan pd para tamu.
Dharma Wigata, membunuh binatang yg membawa penyakit.
Pembunuhan seperti diatas isebutkan dapat dibenarkan, tapi kita tidak boleh lupa mendoakan binatang tersebut dengan mantra menyemblih hewan/binatang sebelum dibunuh agar rohnya mendapat peningkatan.
Selain itu ada juga pembunuhan yg dibenarkan sebagaimana dijelaskan salah satu kutipan dalam forum diskusi jaringan hindu nusantara yaitu :
Pembunuhan yg dilakukan oleh para kesatria/prajurit di medan perang atas dasar dharma kebaikan;
Dimana dalam Catur Dharma disebutkan agar nantinya dapat mewujudkan Dharma Santosa yaitu : kedamaian, kesentosaan dalam keluarga, apalagi bangsa dan negara.
Dan sikap patriotisme demi membela Negara atau kerajaannya,
Oleh sebab itu orang meninggal dalam peperangan dimana diuraikan Stri Parwa Mahabharata, seseoang tersebut disebut dengan pahlawan.
Membrantas paham yang selalu menghasut orang untuk melakukan tindakan kekerasan sebagai wujud dari prilaku tidak baik asubhakarma seperti halnya kepada Terorisme yang dapat menyebabkan terancamnya keutuhan suatu negara.
Begitu juga disebutkan pemakaian binatang dan tumbuh-tumbuhan sebagai sarana upacara yadnya seperti halnya penggunaan untuk kurban suci dalam bentuk caru telah disebutkan dalam Manawa Dharmasastra V.40.
Tumbuh-tumbuhan dan binatang yang digunakan sebagai sarana upacara Yadnya itu akan meningkat kualitasnya dalam penjelmaan berikutnya.
Karena setiap perbuatan yang membuat orang lain termasuk sarwa prani meningkat kualitasnya menjadi perbuatan yang sangat mulia. Perbuatan itu akan membawa orang melangkah semakin dekat dengan Tuhan.
dll.
Sebagai kewajiban suci yang tertinggi, agama atau pelaksanaan agama yang paling tinggi, hal ini ditegaskan berkali-kali di berbagai kitab suci Veda sebagaimana dijelaskan dalam kutipan HINDU DHARMA (pandangan hidup terhadap vegetarian), Ahimsa Parama Dharma dengan istilah-istilah yang sama atau juga dengan istilah-istilah yang berbeda, seperti :
Ahimsayah paro dharmah,
Ahimsa laksano dharmah,
Ahimsa parama tapa,
Ahimsa parama satya,
dan lain-lain.
Ini menunjukkan bahwa agama Hindu kita menaruh perhatian yang sangat penting pada ajaran tanpa kekerasan dan cara hidup vegetarian.




Kembali kita melihat penekanan paragraf di atas, bahwa Ahimsa parama dharma berarti pelaksanaan kewajiban-kewajiban suci yang tertinggi, atau pelaksanaan ajaran agama Hindu yang termurni atau tertinggi. Penjelasan ini secara langsung telah berarti bantahan terhadap anggapan-anggapan negatif terhadap para pelaku Ahimsa dan vegetarian.
Apalagi jika mempunyai kesempatan yang lebih lagi untuk melihat bukti-bukti keagungan ajaran Ahimsa dan vegetarian dalam literatur Veda, orang akan dipaksa menundukkan kepala diiringi rasa kagum terhadap ajaran-ajaran kitab suci Veda kita.

Alasan lain Ahimsa disebut sebagai Parama Dharma juga adalah karena Ahimsa dan vegetarian merupakan pintu gerbang pertama bagi orang untuk mendekati pembebasan (Ahara-suddhau …. sarva-granthinam vipra moksa).
Bukan hanya dalam literatur Veda kita dapat jumpai ajaran indah tentang Ahimsa dan vegetarian tetapi juga dalam lontar-lontar serta tradisi warisan leluhur kita.

Lontar Mahesvari Sastra menyebutkan: “Apan yan tan karaksang Ahimsa brata, maka nimitta kroddha, moha, mana, madamatsarya, nguni-unin makanimittang kama, yeka panten dadanya”,
sebab jika ajaran-ajaran brata Ahimsa tidak dipelihara, maka ia akan menyebabkan berkembangnya sifat-sifat kemarahan, khayalan, kebanggaan, kebingungan, rasa iri hati, dan bahkan ia dapat menyebabkan tumbuh suburnya hawa nafsu yang menggebu-gebu, yaitu musuh di dalam diri setiap makhluk hidup yang paling sulit dikendalikan (kama-rupa durasadam).Selanjutnya lontar Mahesvari Sastra menunjukkan daftar nama-nama binatang, burung dan/atau bangsa burung yang tidak boleh dimakan.


Khususnya bagi para pendeta, berkali-kali diperingatkan: “Tan bhaksya ika de sang siddhanta brata, tan bhaksya nika, tan bhukti nika”, — tidak boleh dimakan semua itu oleh para pendeta (sulinggih) yang ingin mantap dalam pantangan-pantangan suci.
Kadang-kadang, orang berpendapat bahwa hanya para Vaisnava sajalah yang melaksanakan vegetarian atau pantangan-pantangan daging, ikan (telor, terasi, bawang merah, bawang putih dan lain-lain).

Di Bali lontar Vrhaspati Tattva dikenal sebagai lontar ke-Saiva-an. Ternyata, menurut lontar ini, para Saiva pun perlu melaksanakan ajaran Ahimsa, tidak membunuh-bunuh dan tentu pula tidak memakannya (Ahimsa ngaranya tan pamati-mati).Ajaran Saiva juga mengajarkan pengikutnya untuk maju terus dalam kerohanian. Semakin maju seseorang di dalam kerohanian biasanya semakin maju pula ia dalam hal berpantangan dan pelaksanaan kesucian. Lebih-lebih bagi mereka yang telah mampu mencapai meditasi tingkat pendeta, menurut lontar ajaran leluhur kita, adalah merupakan keharusan untuk meningkatkan kesucian dan tidak membunuh-bunuh makhluk lain.

(kadi buddhi sang pandita, sahisnu tan prana-ghata …. nguniweh tan hingsa-karma tan pamati-mati). Bahkan, ada pula ajaran-ajaran leluhur kita di dalam lontar bernada amat keras, seperti misalnya lontar kekawin Astikasraya dan kekawin Arjuna Vivaha.Demikian disebutkan beberapa hal tentang ahimsa parama dharma sebagai salah satu simbol dan istilah Hindu Dharma.


4 Penjaga atau Kanda Pat

  



Penulis Kanda Pat berbeda akan menyematkan istilah nama-nama berbeda atas 4 Penjaga tersebut. Tradisi menyebut keberadaan 4 Penjaga juga merupakan tradisi global yang mengakar pada Weda.
Menilik dari 4 Penjaga yang ada bersama tiap diri kita masing-masing sebagai pelindung waktu masih berbentuk janin adalah sebagai berikut dan kaitannya dengan 4 Mahluk Devine sebagai penjaga (Four Guardian Beasts) atau sebagai pengabih.
Anggapati = Naga = Air Ketuban.
Prajapati = Manuk Dewata Api/Vermilion = Esensi Darah (blood essence).
Banaspati = Harimau Putih/Samong = lamas atau selaput janin.
Banaspati raja = Kura-kura dan ular = Ari-Ari atau plasenta.
Yang kelima posisi madya (tengah) adalah Raganta atau rare atau tubuh ini
Empat penjaga atau empat saudara atau catur sanak atau kanda pat ini ada bersama kita dari awal. Saat kelahiran kita para saudara yang juga menjadi pengabih kita tersebut wujud kasarnya ditinggalkan sebab tidak bisa berkembang lagi dan berganti kedalam wujud spirit atau ruh. Sendangkan kita yang berada ditengah masih menguasai tubuh bhuta ini. Mereka tetap terkoneksi dengan hubungan yang rumit dengan diri kita.

Sehingga ilmu mistik kuno yang terkait kemampuan magis akan berisi teknik rapalan memasukkan 4 pelindung tersebut kedalam tubuh sendiri dan menjadikannya elemen kekuatan supranatural yang tak terjelaskan. Disebutkan bahwa 4 pelindung tersebut memiliki ego yang besar yang setara diri kita sendiri. Sehingga memintanya menjadi bagian kekuatan kita adalah sangat sulit ketika kita dari kelahiran sukses dengan tetap memiliki tubuh bhuta sedangkan saudara 4 kita tidak memilikinya. Terlebih ketika kita sama sekali mengacuhkannya sendari lahir hingga kini.
Disebutkan bahwa pada momen peringatan hari lahir atau otonan adalah cara termudah membuat empat saudara itu senang dan girang. Dari momen tersebut kita bisa mengajukan harapan perlindungan, kesuksesan, dll., yang akan dibantu oleh mereka.
-Rendi-
Vajrapani

Usai Mawinten Pantang Makan Daging Suku Empat

  


Ada sejumlah pantangan untuk orang yang telah Mawinten. Salah satunya adalah pantang makan daging berkaki empat.

Welaka Ida Bagus Gede Suragatana mengatakan, pantangan seseorang yang selesai Mawinten sesuai kemampuannya. Selain itu, niat dari seseorang yang melaksanakan Pawintenan tersebut. “Kalau saya tidak boleh makan daging suku empat, tidak boleh makan dari upacara Pangabenan. Tetapi semua itu tergantung dari niat. Jika itu dilanggar maka akan sangat gampang sakit,” tutur pria yang akrab disapa Gus Suragatana ketika diwawancarai Bali Express (Jawa Pos Group) di rumahnya Desa Kelusa, Kecamatan Payangan, Gianyat, pekan kemarin.



Gus Suragatana mengaku saat Pawintenan berjanji menjadi walaka yang menjaga astika asti, yakni arah utara, selatan, timur, dan barat. Sehingga, ketika makan daging suku empat dirinya akan tidak tahu arah. Tetapi, jika makan tidak disengaja, lanjutnya, bisa nunas pangampura (mohon maaf) dengan upakara Prayascita.

“Yang menentukan itu semua adalah janji dan pikiran sendiri. Prayascita itu dilaksanakan dengan syarat pantangan tersebut dilanggar dengan tidak disengaja. Bila sengaja dilanggar, maka upacara tersebut tidak ada gunanya,” imbuhnya.

Gus Suragatana menambahkan, bahan yang digunakan untuk merajah saat Pawintenan berupa sirih dan madu. Di mana di antara kedua kening dirajah dengan aksara suci Yang, di dada dengan aksara suci Dang, kedua bahu dengan aksara suci Bang, di tunggir dengan aksara Sang, di telapak tangan dengan aksara Tang, di tengah lidah dengan aksara Ing, dan pada ujung lidah dengan aksara Ong.

Gus Suragatana menjelaskan, beberapa sarana upakara yang digunakan untuk mawinten, supaya rentetan prosesi Pawintenan berjalan lancar tanpa halangan apapun. “Pertama harus melakukan prayascita sebagai pembersihan, banten durmanggala, banten pangulapan, pangenteb bayu, banten atma rauh, pangenteb hati. Tetapi paling awal harus melakukan natab biyukawonan,” jelasnya.

Setelah melakukan biyukawoanan, baru dilaksanakan majaya-jaya yang harus dipuput oleh sulinggih. Selanjutnya menghaturkan banten kehadapan sasuhunan yang malinggih di merajan. Setelah itu, baru melaksanakan natab Pawintenan. “Banten setelah dihaturkan di merajan ditunas dan ditatab saat Mawinten. Di sana ada yang disebut dengan tebasan guru, baru dirajah badannya,” tandasnya.

Setalah pelaksanaan Pawintenan ada upacara Padambelan yang menggunakan bebek dan ayam. “Ayam menyimbolkan bhuta dan bebek menetralisasikan leteh sebelum diwinten. Rentetan upcara tersebut dilaksanakan sesuai Pawintenan apa yang dibutuhkan saat itu,”pungkasnya.

(bx/ade/yes/JPR) –sumber