Jumat, 15 April 2022

TINGKATAN CARU DAN BINATANG YANG DIPAKAI

 


CARU pada hakikatanya dipahami sebagai persembahan untuk Bhuta Kala. Upacara caru dimaknai sebagai upacara untuk menjaga keharmonisan alam,
manusia dan waktu.
Di Bali Dikenal Tiga Jenis Caru
1. Caru Palemahan Bumi Sudha yaitu upacara caru untuk tempat atau wilayah. Baik itu untuk mengharmoniskan tempat untuk dipakai tempat suci,
dibangun rumah, atau sebuah wilayah yang tertimpa musibah.
2. Caru Sasih yaitu caru yang dilaksanakan berkaitan dengan waktu-waktu tertentu yang dipandang perlu diharmoniskan. Misalnya Caru Sasih
Sanga (sehari sebelum Nyepi)
3. Caru Oton yaitu caru untuk orang atau benda sebagai unsur bhuana agung yang mengalami berbagai siklus, baik terhadap waktu maupun
perkembangannya. Misalnya caru oton untuk anak yang baru lahir, untuk perkawinan, akil balik, kematian dll. yang sering juga disebut dengan
byakala.
Banten caru biasanya berisikan hal-hal khas
1. Aneka macam nasi, baik warna maupun bentuk
2. Aneka bumbu-bumbuan (bawang, jahe, terasi, garam)
3. Daging (terutama bagian jeroan)
4. Arang
5. Darah
6. Blulang atau bayang-bayang binatang
7. Tuak, arak dan berem
8. Api takep
9. Aneka bunyi-bunyian
Dewasa Caru
Upacara caru yang baik dilakukan pada:
- Sasih Kanem, Kapitu, Kawolu dan Kasanga.
- Hari/tanggal Panglong, atau Tilem
- Kajeng Kliwon
- Ingkel Bhuta.



Jenis Caru Palemahan:
* Caru Eka Sata
Sarana: Olahan ayam putih dengan bayang-bayangnya (blulang --bahasa Bali-red) dialasi sengkuwi dibagi lima tanding. Disertai dengan datengan, daksina,
penyeneng dan canang (untuk semua jenis caru).
* Caru Panca Sata
Sarana memakai 5 (lima) ekor ayam.
Ayam bulu hitam tempatnya Kaja (utara), putih siung (kuning) tempatnya Kauh (barat), ayam bulu merah (barak) Kelod (selatan). Kangin (timur) ayam bulu
berwarna putih dan di tengah ayam bulu berwarna brumbun (segala warna). Selain itu dilengkapi juga dengan seekor bebek blang kalung.
* Caru Panca Sanak
Untuk Caru Panca Sanak dasarnya adalah caru Panca Sata sedangkan kelengkapannya ada beberapa jenis binatang, jika dilengkapi:
a. Asu atau Anjing maka tempatnya terletak di arah Barat Daya/Kelod-Kauh.
b. Bebek bulu Singkep diperuntukkan diletakan di arah Kelod-Kangin (Tenggara).
c. Angsa letaknya Timur Laut/Kaja-Kangin
d. Kambing nerupakan caru yang diperuntukkan pada arah Kaja Kauh (Barat Laut)
Itulah beberapa caru dari segi sarana hewannya dan masih banyak lagi caru sesuai dengan namanya dan sarana hewan yang dipersembahkan.
Yang disebutkan tadi dengan sarana bebek, kambing, anjing, ini merupakan tingkatan caru yang disebut dengan Panca Sanak. Ini pun dapat dibagi lagi
menjadi Panca Sanak yang sarananya asu, dan bebek bulu sikep. Sedangkan Panca Sanak Agung sarananya, hewan angsa dan asu atau anjing.
* Caru Panca Sanak Madurga
Sarananya sama dengan Caru Panca Sanak ditambah dengan anak babi jantan hitam yang belum dikebiri (kucit selem butuhan) dengan tambahan bebek
atau yang lain.
* Caru Sanak Magodel
Sarana tambahannya dipakai anak sapi atau yang dalam bahasa Balinya disebut godel.
* Caru Rsigana
Adalah Caru Panca Sanak yang disertai dengan menghadirkan Dewa Ghana sebagai dewa penghalau rintangan.
* Caru Balik Sumpah
Di tingkat yang lebih tinggi ada juga caru yang dikenal dengan nama Caru Balik Sumpah yang sarana hewannya berupa kerbau dan kambing. Sedangkan yang
lebih tingi lagi ada sejenis upakara Malinggia Bhumi dan ini sarana binatangnya adalah sebanyak 45 kurban.
CARU secara wedik hanya mempersembahkan 10 nasi kepel yang diolisi minyak ghee. Caru ini dipersembahkan kepada 10 dewa penguasa butha, yaitu: 1) agnaye, 2) soma, 3) agnesomabyam, 4) danvantaraye, 5) kuhwae, 6) visvebyo devabyah, 7) anumatyae, ðŸ˜Ž prajapataye, 9) diawahpertivibyah, 10) suistakrte. Nasi kepel dipersembahkan ke dalam kunda.

Nyekah

 


ada 2 jenis upacara nyekah/ngrorasin menurut besar kecilnya upakara/banten:
1.nyekah kecil/ngangseng
2.nyekah besar/kurung
Klo klg hanya nyekah kecil blm bisa lakukan upacara mecaru rsi gana, mlaspas, ngeteg linggih dan nuntun ida batara hyang guru di rmh pokok soroh klg bersangkutan. Jadi wajib nyekah besar dulu.
Pertanyaan tyang apa benar spt itu?
Klo benar ada sastra sbg acuannya?
Mohon pencerahan....!
Nyekah kecil .... ngangseng
Nyekah besar ... kurung
Lalu ngelinggihang
Sumber sastra jelas Yama purana tatwa dan Siwa tatwa bedanya di ayaban Catur Mukti sesuai jumlah puspa yg lainnya sama (ngangsen cukup pakai bale dangin ditambah meja lagi yg tinggi seAsta musti+sanggar Surya pemyosan pemuput dan penjor damar kurung//nyekah kurung pake petak dilaksanakan di rumah juga+sanggar Surya+pemyosan pemuput+Penjor damar kurung cuman Banten Catur Mukti yg nambah depan Puspa sesuai Puspa+dan Surya dan pemuput masalah penilapatian wajar wajar saja jika nyekah kurung diluar rumah baru tidak bisa (misalnya karang anyar) NGASTI namanya

Kertas Ulantaga

 


Salah Satu Tradisi Cina pada upacara kremasi di Bali.
Pada kertas ulantaga itu akan disisi rerajahan aksara simbol:
Wisnu Iswara/Siwa Brahma
Kemudian ada padang lepas sebagai simbol menuju ketempat abadi yang terang.
Gmn bs kertas ulantaga itu penting dlm pembuatan kajang?
Kang Cing Wie adalah Ratu Bali dijaman Raja Jayapangus.
Semua kebijakan datang dari pemimpin tertinggi termasuk bhagawanta.

BANTEN PENGULAPAN

 


Metatakan nyiru, taledan, raka2 jangkep, untek alit 11, tumpeng alit 11, dados 1 ceper, tipat kelanan atanding, kojong rangkadan, pras tulung sayut, pebersian payasan, daksina, sangu urip, payuk pere, coblong, padma, sampian nagasari, sesedep medaging beras, benang, sampian pusung 2, penyeneng alit, lis amuan- muan



penyakit panes (panas), nyem (dingin), dan sebaa(panas-dingin)

 


Om swastyastu
Dalam usadha, penyakit ada tiga jenis, yakni penyakit panes (panas), nyem (dingin), dan sebaa(panas-dingin.
sistem pembagian penyakit dalam usadha juga dikelompokkan berdasarkan Ayur Weda yang didasarkan atas penyebabnya, meliputi:
1.Adhyatmika, adalah penyakit yang penyebabnya berasal dari dirinya sendiri seperti penyakit keturunan, penyakit kongenital/dalam kandungan, dan ketidakseimbangan pada unsur tri dosha.
2.Adhidaiwika, penyakit yang penyebabnya berasal dari pengaruh lingkungan luar, seperti pengaruh musim, gangguan niskala/supranatural (bebai, gering agung) dan pengaruh sekala.
3.Adhibautika, yaitu penyakit yang disebabkan oleh benda tajam, gigitan binatang, kecelakaan sehingga menimbulkan luka.

CARU

 


Pengetahuan ini bersifat rahasia, sangat pingit. Jika ada pihak yang menghina kegiatan CARU, diam saja. Maafkan mereka yang belum mengerti.
Caru artinya (kemBali) 'harmonis'. Leluhur punya beberapa teknik merubah sifat energi bhuta menjadi dewa (nyomia), ini salah satunya.
Sarana nyomia ada juga yang tanpa membunuh binatang. Tentu teknikal beda, mantra beda, sarana Banten beda, juga kemampuan, kompetensi, sertifikasi profesional pemuput/sulinggihnya harus mumpuni. Agar ritual caru tanpa membunuh binatang berjalan sesuai harapan sang yajamana.
----------++++++-----------
JEJAK TANTRA PADA RITUAL MASYARAKAT BALI KUNO
MA Kresna Dwaja
# Sanggar bhudaireng #
Tantra bagi kami adalah sebuah perubahan sifat energi dari bergejolak dan reaktif menjadi tenang, damai dan harmoni.
Bisa juga dimaknai sebagai pencapaian spiritual yang tinggi, kecerdasan genius, kesadaran yang sangat dalam, serta kemampuan pengelolaan energi yang mumpuni (Rajayoga).
Jejak tantra dalam ritual masyarakat Bali kuno adalah pengejahwantahan filsafat ajaran yang supralinguistik melalui sadhana massal yang praktis untuk mencapai tujuan daripada filosofi yang tinggi-tinggi tsb.
Salah satunya adalah proses 'somya' pada ritual bhuta yajnya yakni merubah sifat energi dari yang ganas, kasar dan rajas ( bhuta ) menjadi sifat yang halus, tenang dan satwika ( dewa ).
Ritual ini adalah wujud kontemplasi bathin para manggala (terutama pemuput upacara) didalam tubuhnya, yang mampu memproses dan memancarkan cahaya energi tantranya pada saat mentransformasikan energi bhuta menjadi dewa ( soma ya ).



Pada saat proses penyebrangan roh binatang (pengaskara-an) terjadi pengelolaan tubuh hewan caru, yang rohnya sudah tidak ada ini digunakan sebagai tubuh baru bagi para roh gentayangan yang bersifat ganas, kasar dan rajas tersebut.
Memahami dan peka terhadap kehidupan setelah kematian juga sangat diperlukan pada proses ini.
Sebagian masyarakat mengatakan ritual caru hanyalah sebuah ritual biasa yang hanya berdasarkan pada keyakinan/srada semata. Kemampuan kontemplasi bathin tidak ditemukan, dan bahkan akan menganggap ritual ini melenceng dari ajaran Weda.
Fenomena caru ini membuat sebagian masyarakat kebingungan mencarikan dasar sastra, tatwa pelaksanaan nya. Apalagi dengan kebiasaan ber-ritual hanya sekedar melaksanakan tanpa pernah 'mengalami', maka tidak akan pernah memahami ajaran tantra itu sendiri.
Memperlihatkan kebodohan yang berkedok advokasi tafsir Weda yang kurang pas, yang menyatakan bhuta yajnya sbg ritual himsa karma. Mereka tidak pernah memahami bahwasanya bhutayajnya di Bali adalah warisan ajaran tantra yang berlandasakan pada aspek transformasi roh binatang, bukan pembunuhan standar dagang sate atau babi guling.
Demikianlah penggalian kami tentang jejak tantra pada pelaksanaan ritual bhuta yajnya di Bali pada khususnya dan nusantara pada umumnya.
Semoga pemaparan ini bisa dijadikan komparasi kepada penggalian ajaran sahabat saat ini yang hanya memahami sebuah ritual sebagai dasar srada - bhakti, bukan pada proses transformasi energi yang sangat dikuasai oleh para praktisi tantra sebagai sulinggih, pemuput upakara.

Banten Pengenteg Hyang

 



(Pejati, Sorohan tumpeng pitu cenik n prasita, Sesayut pengambyan, segehan selem adanan)
di haturkan ring soang - soang merajan sebagai Yasa Kerti Upacara Bhumi Sudha.
Pejati:
Banten tumpeng pitu:
Sesayut Pengambean:
Segehan selem adanan:
Banten tumpeng pitu:
Taledan; peras 2 tumpeng, pengambean 2 tumpeng, tulung 1 slingkut 1 tumpeng, sayut 2 tumpeng, kojong rasmen, penyeneng, sodan, pesucian, bungkak gading