Jumat, 15 April 2022

HALA AYUNING PATEMON

 



Hala Ayuning Patemon atau baik dan buruknya sebuah pertemuan merupakan salah satu kunci yang harus dipegang sebelum mencari Padewasan Nganten (Hari Baik Menikah).
Dengan mengetahui Hala Ayuning Patemon dari sebuah pasangan, maka dapat dicarikan solusi dengan mencarikan Padewasan yang baik untuk pernikahan pasangan tersebut.
Bukan berarti ketika tahu bahwa Patemon dari sebuah pasangan ternyata hasilnya jelek, trus langsung memutuskan ikatan pasangan tersebut.
Adapun cara untuk mengetahui atau mencari Hala Ayuning Patemon dari sebuah pasangan adalah sebagai berikut:
Gebogan (Penjumlahan) Urip palekadan (Kelahiran) yang laki ditambahkan (+) dengan gebogan (Penjumlahan) Urip palekadan (Kelahiran) yang wanita.
Hasil dari penjumlahan kedua Urip Palekadan laki dan perempuan dikurangi terus dengan 16 sampai tidak bisa dikurangi lagi (jika sudah bernilai 16 atau dibawahnya).
Urip palekadan (Urip Kelahiran) adalah Saptawara + Sadwara + Pancawara. Berikut adalah nilai dari masing-masing wewaran diatas:
Saptawara:
Redite/Minggu = 5
Soma/Senin = 4
Anggara/Selasa = 3
Budha/Rabu = 7
Wrespati/Kamis = 8
Sukra/Jumat = 6
Saniscara/Sabtu = 9



Sadwara:
Tugleh = 7
Aryang = 6
Urukung = 5
Paniron = 8
Was = 9
Maulu = 3
Pancawara:
Umanis = 5
Pahing = 9
Pon = 7
Wage = 4
Kliwon = 8
Berikut dibawah adalah Hala Ayuning Patemon berdasarkan penjumlahan Urip Palekadan Laki + Perempuan dan dikurangi terus 16. Sisa dari proses diatas akan menunjukan hasil seperti dibawah:
Jika sisanya adalah:
1 = Madia, Suka - Duka (Standar).
2 = Kawon, Lara - Miskin (Jelek).
3 = Kawon, Lara, Wirang, Sering metungkas (Jelek).
4 = kawon, Pianake Mati (Jelek).
5 = Becik Pisan, Sudha Nulus Pinih Becik (Sangat Bagus).
6 = Kawon, Sengsara Kesakitan (Jelek).
7 = Madia, Suka - Duka (Standar).
8 = Kawon, Lara Kepati-pati (Jelek).
9 = Kawon Pisan, Baya Kepati-pati (Sangat Jelek).
10 = Becik, Bikas Ratune Kapanggih, Berpengaruh, Pangupa Jiwa Becik (Bagus).
11 = Becik, Kepradnyan Pangupa Jiwa Becik (Bagus).
12 = Becik, kedepin Lati (Adung/Akur), Pangupa Jiwa Becik (Bagus).
13 = Becik, Tan Kirang Sandang Pangan (Bagus).
14 = Kawon, Tan Polih Keselamatan (Jelek).
15 = Kawon, Bekung/Tidak Memiliki Keturunan (Jelek).
16 = Becik, Nyama Braya Asih (Bagus).
Dari uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa sisa dari penjumlahan Urip Palekadan dari Laki dan Perempuan kemudian dikurangi terus 16 yang baik adalah: 5, 10, 11, 12, 13, 16.
Sedangkan yang madia atau biasa-biasa saja adalah: 1 dan 7.
Dan yang jelek adalah: 2, 3, 4, 6, 8, 9, 14, 15.
Jika hasilnya adalah ternyata jelek janganlah berkecil hati, sebab disinilah fungsi Padewasan atau Wariga. Hasil jelek tersebut dapat disiasati dengan mencarikan Dewasa Ayu yang bertentangan dengan kejelekan patemon diatas.


Uparengga ritatkala Pawiwahan.

 


Uparengga adalah bentuk perangkat upacara yang merupakan simbul perwujudan Sanghyang Widhi melalui kekuatan sinar suci-Nya.
Berasal dari suku kata "upa-re-angga"
Upa = perantara, Re = raditya (sinar suci), dan Angga = wujud atau merupakan perwujudan Ida Sanghyang Widhi.
makna yang terkandung dalam
Simbol-simbol uparengga tersebut antara lain:
1. Sanggah Surya merupakan simbol (nyasa) sthana manifestasi Sang Hyang Widhi (Tuhan), dalam hal ini adalah merupakan sthananya Dewa Surya, untuk memberikan pencerahan dan kehidupan kepada kedua mempelai.
2. Tetimpug memiliki makna sebagai alat komunikasi secara niskala (alam gaib) kepada Bhūta Kala dan secara sakala (alam nyata) kepada umat sekitar bahwa upacara makala-kalaan atau upacara perkawinan segera dimulai.


3. Tikeh dadakan (tikar kecil), memiliki makna kesucian prakrti sebagai alas untuk Purusa melakukan aktivitas.
4. Benang Putih sebagai simbol pembatas waktu dan jarak;
5. Tegen-Tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab yang bersifat sekala-niskala.
6. Suhun-Suhunan adalah simbol keinginan untuk mendirikan rumah tangga yang sukhinah dengan memantapkan keinginan kedua mempelai.
7. Sapu Lidi 3 katih (batang) memiliki makna kerja keras dan makna lahir, hidup dan mati.
8. Sambuk (serabut) kupakan (dibuka) mengandung makna penyatuan keluarga untuk membentuk rumah tangga yang suhkinah dan setiap rumah tangga akan mengalami masalah, oleh karena itu harus dipecahkan dengan akal sehat.
9. Dagangan, mengandung makna adanya masalah yang harus didiskusikan atau disepakati sebelum mengambil suatu keputusan.
Dumogi bermanfaat.
Sumber :
* Titib, I Made. 2003. Teologi & simbol-simbol dalam agama Hindu. Surabaya: Paramita
* Penelitian makna simbol-simbol Uparengga pada Upacara Mekala-kalaan dalam Perkawinan Umat Hindu Etnis Bali oleh Ni Nyoman Sudiani.
Foto : Doc. Babad Bali Agung

Kajang Pada tradisi kematian di Hindu

 



Pada tradisi kematian di Hindu di Bali ada namanya kajang.
Kajang = Penutup
Sehingga Kajang bisa juga diartikan sebagai Baju bagi roh yang dimohonkan oleh keturunan mendiang kepada Brahmana atau kepada Pedeta/Pemangku Kawitannya.
Kajang ini adalah berupa kain mori yang dituliskan berbagai simbol-simbol yang kemudian melalui upacara termasuk menghidupkannya hingga oleh Dewi Saraswati. Sehingga dalam prosesnya wajib menyertakan banten Saraswati.
Pada Kajang terdapat simbol atau encryptions tertentu ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus yang datang dari Bhisama keluarga dll., jadi simbol-simbol ini menandakan juga sebagai simbol “genetik” keturunan.


Diatas kajang ini kemudian akan ditempatkan ukur bambu dan ukur kepeng maupun ukur perak dan atau emas. Ukur ini bisa diibaratkan miniatur tubuh manusia yang kemudian di jarit dengan tusukan jarum pada tiap bagiannya sehingga menyatu dengan enkripsi kajang.
Simbol Kajang ini umumnya terdiri dari tiga lapis kain yang berisi enkripsi. Yang pertama adalah Kajang inti yang berisi simbol-simbol rerajahan utama, kemudian ada namanya rurub kajang atau kain penutupnya atasnya yang juga berisi encripsi dan yang terakhir adalah pengulu atau tutup kepala yang juga berisi simbol rerajahan atau enkripsi.
Kajang sebenarnya bisa juga diartikan sebagai hadiah keturunannya kepada mendiang yang sudah meninggal sehingga diluar kajang inti (yang menjadi dasar bagi ukur untuk di jarit menyatu dengan jarum (ngajum)) bisa terdapat juga lebih dari satu rurub kajang. Bahkan ada juga yang memakai sejumlah 21 lembar total keseluruhan.
Jadi Kajang adalah juga bisa dimaknai sebagai salah satu simbol bhakti dari keturunan mendiang yang akan di kremasi.
-adaptasi dari penjelasan Mangku Merajan Kawitan-

Ada brp kajang? Kajang Siwa n kajang kawitan?
kajang itu tetap satu. Ada yang tidak mengetahui kawitannya maka cukup Kajang dari Ida Sulinggih.
Yang menjadi 21 lembar nike adalah kajang beserta rurub kajangnya yang extra. Kajang itu pasti satu yang menjadi dasar dari penempatan ukur. Setelahnya adalah rurub dan pengulu (kerudung atau tutup kepala).
Jadi bila nunas dari Trisadakapun bisa. Bila dilakukan maka akan ada empat kajang bukan lagi dua (termasuk kajang kawitan).
Nggih yang umum terlihat adalah memakai dua kajang satu yang khusus dari kawitan dan lagi satu dari Ida Sulinggih (Siwa/Surya).
Tapi yang tidak mengetahui kawitannya maka Kajang dari Griya sudah cukup dan sempurna.

Bale kulkul

 


Saat piodalan pantasnya dibale kulkul munggah suci sorohan. Karena kulkul memegang fungsi sebagai pemanggil para Dewa.
Bale kulkul seyogyanya ditempatkan di Barat daya karena yg melinggih disana adalah Bhatara Siwa Rudra (Bukan iswara seperti yg saya dengar selama ini), konon saat Bhatara siwa memanggil para Dewa beliau mengambil rupa sebagai Rudra dengan iringan Butha kala I Kala Ngerak.
Maka sepantasnya saat Pemangku memulai puja kulkul dibunyikan serta saat pratima lunga utawi ngeranjing kulkul juga dibunyikan.

Memaknai Yadnya

 



Setiap kata adalah ekspresi dr sebuah ide atau lebih yg disampaikan dg sebaik2nya agar orang lain yg menerima eķapresi tsb memahami dg sebaik2nya ide yg dimaksud.
Terlebih dlm bahasa "samskritam" yg tiada lain maknanya sam + krita = samskritam yg berarti sesuatu yg dibangun dg cara terbaik.
Artinya dlm bahasa sansekerta, setiap kata dibangun sedemikian rupa shg mendapatkan bentukan kata yg terbaik untuk menyampaikan sebuah "bhawa" atau ide. Bhawa ini biasanya tersimpan dlm akar kata atau root verb dr kata bentukan td. Jd dg mengetahui akar katanya, kita mendapatkan ide atau bhawa de kata tsb, dan mengembangkan maknanya untuk memahami apa yg dimaksud.
Yadnya adalah salah satu kata "samskritam", berasal dr akar "yaj" menjadi "yajina" menjadi yadnya dan maknanya adalah
“an act of applying oneself quietly and persistently to master something by focused intention”
Jadi yajnya adalah suatu tindakan yg dilakukan dengan ketekunan dan khidmat untuk menguasai sesuatu dengan konsentrasi yg menunggal. Dalam melakukan yajnya spirit ini yg harus ditanamkan. Walaupun intinya hanya satu tujuan dr yajnya yaitu untuk mencapai Tuhan, sesuai definisi, tetapi manifetasinya yang beragam membuat kita harus menyesuaikan dg obyek yajnya, karenanya kita mengenal:
(Berdasarkan pembagian yajnya dlm filsafat ANANDA MARGA - Shrii Shrii Anandamurti))
1. Bhuta yajnya,
2. Manusa yajnya (atau Nr Yajnya, nr=nara=manusia),
3. Rsi yajnya,
4. Pitra yajnya atau (Pitr) dan
5. Dewa yajnya(atau Adhyatma yajnya=Tuhan)
Bhuta yajya mencakup segala ciptaan diluar dr keempat lainnya. Berarti seluruh mahluk spt tumbuhan, hewan dan batu, tanah air, lingkungan dsb. Bhuta yajnya dilakukan dg memperlakukan "mereka" (sarvabhuta) dg baik, menjaga keharmonisan lingkungan alam, tidak mencemari lingkungan (udara, air dan tanah) merupakan bentuk bhuta yajnya. Memberi makan hewan, menyiram tanaman juga termasuk bhuta yajnya. Dengan bhuta yajnya keseimbangan alam semesta akan terjaga. Bhuta yajnya harus dilakukan dlm kehidupan sehari2 berkesinambungan.
Manusa Yajnya mencakup pelayanan terhadap sesama manusia, menolong orang yg sakit, membantu yg miskin, membantu org terkena bencana dsb. Semua dilakukan dg spirit melayani Tuhan, menyadari sesama sebagai bagian yg tak terpisahkan dr diri kita. Tat tvam asi.
Pitra yajnya, bagaimana melayani leluhur? Ini sdh sering dibahas panjang lebar. Leluhur yg sdh jauh dr jangkauan dunia maya, maka untuk melayaninya adalah dg menjaga prati sentananya, keturunan dan keluarga yg masih ada, menerapkan nilai2 luhur yg mereka ajarkan.
Rsi Yajnya, diantara manusia ada orang2 tertentu yang telah menyumbangkan hasil karya yang besr bagi umat manusia. Mereka yang menurunkan pengetahuan, yg membuat kesehjateraan manusia spt yg kita nikmati skrng patut dihargai. Dengan meniru tauladannya, menyebarkan ajaran sucinya.
Adhyatma, ini adalah bentuk yajnya terakhir dalam bentuk sadhana. Melakukan yoga, meditasi, dsb. Sebuah usaha mensucikan jiwa raga agar menjadi dekat dgNya.
Kesimpulannya kalau kita fahami dengan baik, semua merupakan satu kesatuan untuk menciptakan tatanan kehidupan yg harmonis fisik mental dan spiritual, dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Internal maupun eksternal. Antar sesama manusia dan dengan alam semesta dan Tuhan (Tri Hita Karana). Kalau ini difahami dan dilaksanakan dengan benar, hasilnya adalah nyata. Tetapi kalau hanya dijadikan simbolik, maka tdk ada hasilnya. Demikianlah Yadnya yang bersifat simbolik kalau tidak diikuti dg praktek nyata, tdk akan memberikan kesejahteraan.

PASUPATI

 


Sang Hyang Siwa beryoga dalam wujud Sang Hyang Pasupati menganugrahkan ketajaman (lelandepan) kepada manusia untuk mempermudah hidupnya.
Ke bhuwana alit Ida menganugrahkan "ketajaman pikiran/intuisi" untuk memudahkan di dalam menelaah, didalam menentukan jalan kebenaran.
Ke bhuwana agung Ida menganugrahkan peralatan/senjata tajam untuk menunjang pelaksanaannya.
Dihari suci ini, sebaiknya diisi dengan renungan-renungan yang bertujuan mempertajam pikiran/intuisi untuk menegakkan Dharma.
Malam hari.... Tidak boleh melakukan pekerjaan yang menggunakan senjata/peralatan tajam atau yang terbuat dari logam termasuk kendaraan. Itulah waktunya untuk mendekatkan diri kepada beliau guna memohon kekuatan pikiran/intuisi ataupun kekuatan senjata tajam agar bertuah.


SELAMAT HARI RAYA TUMPEK LANDEP. SEMOGA DIANUGRAHKAN KEKUATAN PIKIRAN/INTUISI DAN KEKUATAN SENJATA YANG DIKEHENDAKI.
"OM PASUPATI URIP,
BRAHMA URIP
WISNU URIP
SIWA URIP
URIP URIP URIP
OM KSAMA SAMPURNA YA NAMAH SWAHA"
"Om Sanghyang Pasupati Ang-Ung Mang ya namah svaha
Om Brahma astra pasupati, Visnu astra pasupati,
Siva astra pasupati, Om ya namah svaha
Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati-tumurun maring Sanghyang Gana, angawe pasupati maha sakti, angawe pasupati maha siddhi, angawe pasupati maha suci, angawe pangurip maha sakti, angawe pangurip maha siddhi, angawe pangurip maha suci, angurip sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka urip.
Om Sanghyang Akasa Pertivi pasupati, angurip........
Om eka vastu avighnam svaha
Om Sang-Bang-Tang-Ang-Ing-Nang-Mang-Sing-Wang-Yang
Ang-Ung-Mang,
Om Brahma pasupati,
Om Visnu Pasupati,
Om Siva sampurna ya namah svaha"

lis bale gading / kereb akasa

 


Kereb akasa sebagai simbol permohonan kehadapan sang pencipta...agar dianugerahkan kekuatan BAYU, Untuk.menghembuskan ( ngampehang ) segala bentuk keletuhan spiritual
Taledannya sebagai simbol luasnya akasa ( Antareksa )
keben" nya sebagai simbol sumber bayu
Tipat kukurnya sebagai simbol kekuatan angin
Bentuk kubusnya sebagai simbol kekuatan akasa dr keempat belahan langit.