Kamis, 14 April 2022

Suci 9 tamas cenik ala bajra Tabanan

 


5 tandingan banten suci yi:
Tamas 1 paling atas:
Tipat kelanan
Tamas 2:
Clemik 6 yi; Kacang batu merah goreng, jagung brondong, kacang mentik, sambal nyuh, saur, kacang putih, takir rasmen ditengah.
Tamas 3:
6 clemik nasi misi paya mengseb
Tamas 4:
Peras putih kuning; kulit peras, raka, tumpeng putih kuning, kj rasmen, sampyan peras sep taledn metagel
tamas 5:
raka, celemik rasmen, celemik isi nasi kuning samuhan kuning n celemik isi nasi putih n samuhan putih, celemik pala bungkah pala gantung, celemik porosan n base tampelan
tamas 6:
raka, celemik rasmen, 2 celemik nasi samuhan putih n nasi kuning kuning, celemik pala bungkah pala gantung, celemik base gulung 1
Tamas 7:
raka, celemik rasmen, 2 celemik nasi samuhan putih n nasi kuning kuning, celemik pala bungkah pala gantung, celemik base gulung 2
Tamas 8:
raka, celemik rasmen, 2 celemik nasi samuhan putih n nasi kuning kuning, celemik pala bungkah pala gantung, celemik base gulung 3
Tamas 9:
Matah-matah 8 clemik isi; kacang komak, jagung, beras, sela, keladi, gula , tepung tawar kapas, porosan
🙏🙏🙏🙏
Suci sari ida bgs sudarsana 3 tamas
Tamas 1:
Raka (biu, tape bantal lambang keteguhan, tebu lambang isap yi meresap, pelas lascarya, begina lambang surya, uli lambang chandra), 4 nasi sodan 5 clemik isi rasmen, timun tuung, uyah, telor bebek lebeng, gerang, sampyan plaus
Tamas 2
Raka, ceper panca pala (5 celemik tempel don bingin isi 5 macam buah bergantung), ceper palabungkah (5 clemik don bingin isi 5 umbi2an), ceper samuan putih, ceper 5 samuan kuning
Putih
Bungan temu simbul bajra aksara sucix sang
Klongkang simbul gada aksara sucix bang
Kekulub simbul nagapasa aksara sucix tang
Karna simbul cakra aksara sucix ang
Dedalas simbul yoni/padma aksara sucix ing
Kuning
Canigara simbul trisula aksara sucix wang
Kerang simbul dupa aksara sucix nang
Panji simbul danda aksara sucix mang
Kebeber simbul moksala aksara sucix sing
Dedalas kuning simbul yoni aksara sucix ing
Clekontong isi 2 biu n samuan yoni lambang rwa bhineda

Tamas 3
Raka, 2 ceper pala bungkah palagantung, 2 ceper isi 2 samuan putih n kuning isi masing2 2, ceper 5 celemik isi masing2 samuan putih n kuning, clekontong isi 2 biu tetukon (takir isi porosan beras benang pis bolong muncuk bingin) n samuan saraswati.
Suci cenik utk caru
Beli di pasar agung jl padma Penatih dentim
2 tamas:
Tamas 1;
Raka, 3 celemik samuan putih
Tamas 2;
Raka, 3 celemik samuan kuning
Ceper payasan
Ceper peras
Suci 5 tamas
Tamas 1
Pisang diiris garis 4 5 samuan nanas
5 tape 5 bantal 5 tebu 5 jaja uli putih 5 jaja uli kuning 1 begina
2 sugituman (ketan kelapa), 2 jaja apit putih kanan kuning kiri, irung, karna kanan kiri, mata 2
Kanan putih; kebeber 2, pecuk3 2, ratu megelung 2, kuluban 2, bungan teleng 2
Kiri kuning; kuluban 2, payasan 2, cinigara 2
Tamas 2
Biu diris garis 3, 4 samuan nanas 4 tape 4 bantal 4 tebu 4 uli putih 4 uli kuning 1 begina
Sugituman (beras kelapa) mewadah kojong, 1 clemik apit putih,
Kanan putih; ratu megelung, kuluban, bungan teleng, ong kebeber, pecuk3
Kiri kuning; payasan, kuluban, cinigara
Irung di clemik, karna di clemik kanan kiri, mata di clemik kanan kiri
Tamas 3
Biu iris 2, 3 nanas 3 tape 3 bantal 3 tebu 3 uli putih 3 uli kuning 3 begina 1 putih, irung diclemik, sugituman di kojong, karna 2 mata2 di clemik
Kanan putih; kuluban, kebeber, rt megelung, b teleng, pecuk3
Kiri kuning; kuluban, payasan cinigara
Jj saraswati canang genten
Tamas 4
Biu iris 1, 2 nanas, 2 tape bantal tebu uli putih uli kuning begina
Sugituman akojong, clemik irung, clemik karna 2, clemik mata 2, clemik apit
Kanan putih; b teleng, rt megelung, kebeber, kulubn, pecuk3
Kiri kuning; kulubn, payasan, cinigara
Jj taman canang genten
Tamas 5
Raka, sugituman kj, apit di clemik, irung, 2 karna, 2 mata,
Kanan putih; kulubn, rt megl, kebeber, b tleng, pecuk3
Kiri kuning; kulubn, cinigr, payasan
Canang base suci (5 lb base wadah lengis bunga)

Upacara Magedong-gedongan (Garbha Wedana)

 


Secara rohaniah adalah suatu usaha pembersihan dan pemeliharaan atas keselamatan si anak dan ibunya. Yang disertai pula dengan suatu pengharapan, agar anak yang lahir kelak menjadi orang yang berguna di masyarakat, dan dapat memenuhi harapan orang tuanya.
Adapun upacara pagedong-gedongan itu pada pokoknya terdiri atas :
byakala, Peras, Daksina, Ajuman, Prayascita, Pagedong-gedongan (gedong), Sayut Pengambean atau sesayut Pemahayu tuwuh.
Pagedong-gedongan (gedong) itu sendiri, adalah : sejenis sesajen yang berbentuk sebuah gedong (rumah-rumahan), yang didalamnya dimasukkan beberapa perlengkapan, seperti misalnya : beras, sebutir telur ayam, klungah nyuh gading, segulung benang, uang kepeng 225 butir, dilengkapi dengan beberapa jenis banten lainnya, seperti canang tubungan, dan beberapa jenis rempah-rempah.


Banten pagedong-gedongan ini merupakan simbolik dari perut ibu, yang menggambarkan si bayi beserta saudara-saudaranya (Sang Catur Sanak). Tujuan banten ini adalah mengandung arti simbolik, agar kandungan si ibu menjadi selamat, dan peliharaan keselamatan si bayi agar kuat nidasi, serta selamat ada dalam kandungan, dapat berproses dengan sempurna sampai pada saat kelahirannya nanti. Dan terakhir adalah upacara Ngelukat Bobotan. Upacara ini agak jarang dilakukan masyarakat. Namun, tetap saja saya tulis disini, karena masih berhubungan dengan bayi dalam kandungan. Kata Ngelukat Bobotan itu mengandung pengertian, peleburan segala dosa, dan korotan (ngelukat) dari kandungan (bobotan) seorang ibu. Jadi upacara Ngelukat Bobotan ini, adalah suatu upacara yang bertujuan melenyapkan atau melebur segala noda kotoran (leteh) suatu kandungan dengan sarana bebantenan, sesajen. Adapun sesajen (banten) yang digunakan dalam upacara ngelukat bobotan ini, antara lain yang terpenting adalah :
air (tirta) penglukatan, canang, peras, daksina, lis, isuh-isuh, serta banten penglukatan di paon (dapur), biasanya berupa peras pengambeyan. Di haturkan kehadapan Bhatara Brahma, agar beliau berkenan untuk melebur kotoran, leteh si ibu hamil. Pengelukatan tersebut secara rohaniah dianggap mengandung suatu mujijat, yang dapat melebur atau melenyapkan segala noda kotoran, yang mungkin masih melekat pada ibu yang sedan mengandung. Dengan demikian, diharapkan agar ibu yang mengandung beserta bayinya itu menjadi bersih dan suci.Mantra Tirtha penglukatan tersebut :
*_“Om Sang Hyang Ayu munggah Pritiwi, Pritiwi melomba-lomba, angebeking Bwana, Om pengelukatan dasamala, kalukat metu sira anadi Dewa, kalukat metu anadi Bhujangga, kalukat metu sira anadi Jadma Manusa, kalukat mameneng kapanggih sukha sugih, saisining rat bwana kabeh, sapangangoning bumi, kelod kauh yeh minagaken, sudha dewa, suda manusa. Om Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya”._*
Dari makna mantra tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa, tujuannya adalah memohon keselamatan dan kesucian agar ibu beserta bayinya menjadi selamat, dan bersih lahir batin. Ucapan mantra itu mengandung pengertian dan pengharapan, agar ibu dan bayi yang dikandungnya itu mempunyai sifat-sifat Dewa (kebaikan), Bhujangga (orang yang memiliki ilmu pengetahuan, sastra dan ilmu agama), dan juga memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Disamping juga bertujuan agar hidupnya nanti memperoleh kesenangan, kekayaan, dengan berbagai isi dunia dan lain-lainnya.

BANTEN SEBAGAI YANTRA




 MPU Klutuk dengan tegas menyatakan bahwa dalam membuat Banten ada maksud untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dalam berkeyakinan..yang didasari atas Yadnya dalam.makna luas tanpa menuntut sesuatu dari Yadnya itu...Yadnya juga harus didasari oleh SADHANA yang terjalin dalam catur Marga, Tri Hita Karana, Tri Mandala dsb.sebagai aplikasi nilai nilai filsafat wedanta..

BANTEN SEBAGAI YANTRA
bukti fisik permohonan melalui mantra yang disimbolkan dari penyucian diri
Tiga element yang luruh dalam kehidupan berkeyakinan di Hindu Dresta Bali meliputi TANTRA ( ajaran suci ) , MANTRA ( doa suci ) dan YANTRA ( simbol suci ) yang saling terkait dan melengkapi. Yang termaktub dalam tiga kerangka dasarnya yang meliputi Tatwa ( keyakinan) , Susila /Etika( tingkah laku yang baik ) and Upakara.( upa berarti dekat, kara berarti cara..cara yang terdekat dalam berkomunikasi dengan- Nya melalui kegiatan relegi .
Banten sebagai Yadnya ( yaj- memuja mempersembahkan ) ,adalah persembahan yang suci yang didasari pemurnian diri yang berupa Tapa ( tiada tergoda ), Brata ( mampu mengendalikan diri ) , Yoga ( pemusatan pikiran ) , Dyana ( pengendalian pikiran) dan Samadhi ( pengendalian indria ). Ini semua terlaksanakan dalam kegiatan persiapan dan pelaksanaan dalam menghaturkan suatu Banten sebagai Yadnya.
Terkait dengan Yadnya, ada Tiga element personal dalam Yadnya yang meliputi Sulinggih yang muput sesajian atau bebantenan, Krama atau prajuru sebagai saksi pelaksanaan Yadnya dan Pelaku Yadnya itu sendiri..
Bagi pelaku Yadnya , dalam hal ini harus menjalankan dan memahami Tiga Dharmaning Yadnya yaitu ; Dharma Kriya ( mengerti akan swadharma sebagai manusia ) , Dharma Jati ( menyelami kata hati atau intuisi ) dan Dharma Putus ( mampu berpikir, berkata dan berbuat yang baik dalam menjalankan Yadnya dengan tanpa mengharapkan hasil )..Inilah yang akan menjadi penguat dalam pelaksanaan Yadnya.


Dalam pelaksanaan Yadnya didasari juga oleh empat pelaksanaan dasar Yadnya ( Catur Polahing Yadnya ) meliputi
Sastra ( mengetahui makna dan tujuan dari Yadnya).Aksara ( kesucian diri dalam pelaksanan Yadnya yang mendasari jiwa ),.Aji ( adanya pemikiran dan konsentrasi yang baik dalam pelaksanaan Yadnya ), Saraswati ( kata hati yang paling dalam dengan pemikiran yang positif ). Dengan dasar ini maka pelaku Yadnya akan memahami hakikat Banten sebagai sesajian suci yang dihaturkan dalam.yadnya..Dengan ini pula dapat menentukan jenis dan tingkatan Yadnya dan bantenya sesuai dengan kemampuan ( Dharmaning Kahuripan ). Pilihan Yadnya itu ada tiga yaitu Nista , Madya , Utama..dimana masing masing tingkatan ini juga dibagi tiga lagi misalnya Nistaning Nista, Nistaning Madya dan Nistaning Utama, begitu juga untuk tingkatan mandya ; madyaning nista, madyaning madya, madyaning utama, dan Utama..; utamaning nista, utamaning.madya dan utamaning utama
Yadnya adalah ketulusan untuk menghaturkan segala bentuk korban suci ( materi, waktu, tenaga, dan perasaan ) kepada Ida Sang Hyang Parama Kawi ( Brahman yang dipuja dan disembah ) tidak boleh dikurangi atau dilebihkan. Namun boleh membuatnya menjadi GENEP TANDING SURUD KUANG ) /.cukup untuk dibuat Banten namun boleh kurang untuk disurud /makan - semua sarana Banten adalah simbol atau yantra yang harus lengkap adanya sebagai sarana komunikasi kepadaNya.
Jadi jangan sekali kali mengganti sarana upakara dalam Banten dengan menggunakan simbol atau gambar gambar yang tidak mewakili Yantra..Yadnya yang salah malah justru membawa petaka bagi pelakunya..
Jadi dapatlah dikatakan bahwa Banten adalah Yadnya yang didasari oleh kesucian jiwa dan pikiran untuk dapat menyatakan doa-doa harapan melalui simbol-simbol suci yang tertuang dalam bentuk, isi dari banten itu. Menghaturkan Banten sama halnya dengan mengucapkan mantra mantra dimana Banten memiliki keistimewaan sendiri dibandingkan hanya dengan ujar japa atau mantra saja.
Dalam pembuatan Banten ada empat jalan yang diaplikasikan ; meliputi..Bhakti Marga ( persembahan yang tulus ), Karma Marga ( didasari atas kehendak, perbuatan yang tulus ), Raja /yoga marga ( mengaplikasikan ajaran Weda dalam bentuk simbol suci ) dan JNANA marga.( Banten dibuat dengan pikiran yang jernih dengan konsentrasi yang tertuju kepada Nya )
Jadi stop memojokan Banten sebagai pemborosan ritual atau mengganti simbol simbol suci dengan bentuk gambar ..
Jangan pernah katakan tenggelam dalam lautan tradisi..karena pada hakikatnya semua dalam kehidupan ini dibangun dari element elemnt tradisi yang membentuk budaya dan peradaban manusia...
Rahayu, mulyaning lan KERTANING Jagad manut ring Tata Titi Dharma

RONG TIGA ADALAH LINGGIH LELUHUR BUKAN LINGGIH TRI MURTI

 


MARI KITA BAHAS SUMBER SASTRA LONTAR HINDU BALI YG MENYATAKAN BAHWA RONG TIGA ADALAH LINGGIH LELUHUR BUKAN LINGGIH TRI MURTI
Ada beberapa LONTAR HINDU BALI yg memberi tuntunan bahwa yg melinggih di KEMULAN RONG TELU adalah ATMA LELUHUR KITA. Adapun lontar2 yg dimaksud adalah....
1. LONTAR TATWA KAPATIAN
Isinya menyatakan bahwa SANG HYANG ATMA ( ROH) setelah mengalami proses upacara akan berstana di sanggah kamulan.
2. LONTAR PURWA BHUMI KAMULAN
Isinya menyatakan bahwa ATMA yg telah disucikan yg disebut DEWA PITARA juga distanakan di Sanggah Kemulan.
3. LONTAR GONG WESI
Isinya menyatakan bahwa NAMA BELIAU SANG ATMA , pada ruang kamulan kanan BAPANTA yg disebut PARAATMA , pada ruang kamulan kiri IBUNTA yg disebut SIWAATMA, ditengah menyatukan wujud mnjadi SANG HYANG TUNGGAL.
4 LONTAR USANA DEWA
Isinya menyatakan bahwa pada sanggah Kamulan BELIAU bergelar SANG HYANG ATMA, pada ruang kamulan kanan BAPA disebut SANG HYANG PARAATMA, pada ruang Kamulan kiri IBU disebut SIWAATMA , pada kamulan tengah diriNYA ITU BRAHMA , yg berwujud SANG HYANG TUDUH (TUHAN YG MENAKDIR).
JADI berdasarkan sumber2 sastra rujukan hindu bali di atas sudah jelas bahwa yg kita puja di KEMULAN RONG TIGA secara umum adalah SANG ATMA LELUHUR KITA yg sudah disucikan melalui proses upacara dari...
A. NGABEN ( ASTI WEDANA) yaitu prosesi upakara mmpercepat kembalinya jazad badan kasar manusa kpd unsur2 PANCA MAHABHUTA yaitu kembali ke unsur2 ( TEJA saat dibakar menyatu dng api ; PERTIWI setelah jadi abu menyatu dng tanah ; APAH abu dibuang ke sumber air suci menyatu dng air ; AKASA setelah di air menguap menyatu dng udara ; BAYU setelah jadi udara menyatu dng angin).
B. MEMUKUR/BALIGIA ( ATMA WEDANA) yaitu prosesi upakara tuk menyucikan SANG ATMA tuk mnjadi DEWA PITARA/DEWA HYANG.
C. MEAJAR2/NYEGARA GUNUNG yaitu prosesi mapakeling ngider bumi mulai dari kahyangan tiga , sad kahyangan dan dang kahyangan jagat or nyegara gunung sbg upasaksi bahwa LELUHUR KITA SUDAH MERAGA DEWA HYANG.
D. NGELINGGIHANG DEWA HYANG DEWATA DEWATI yaitu prosesi ngelinggihang DAKSINA LINGGIH sbg linggih dewa hyang dewata dewati saat prosesi MEAJAR2/NYEGARA GUNUNG dilinggihkan di KAMULAN RONG TIGA yaitu berupa DAKSINA LINGGIH BAPANTA (PURUSHA/LAKI) di kanan, DAKSINA LINGGIH IBUNTA (PREDANA/WANITA) dikiri.
JADI DENGAN ADANYA SUMBER SASTRA ini mnjadi sangat jelaslah yg melinggih di KAMULAN RONG TIGA ADALAH DEWA HYANG DEWATA DEWATI yg disebut sdh menyatu dng TRI ATMA yaitu PARAATMA sbg atma BAPANTA di kanan, SIWAATMA sbg atma IBUNTA dikiri dan ditengah sbg SANG HYANG TUNGGAL/TUDUH purusha lan predana yg melahirkan LELUHUR kita.
JADI SUDAH TIDAK ADA LAGI PENDAPAT YG MENYATAKAN KAMULAN SBG LINGGIH TRI MURTI karena semua sdh ditunjukkan dng sumber SASTRA LONTAR dan prosesi upakara yg dilalui sampai dilinggihkan di KAMULAN RONG TIGA.
Demikian penjelasan SUMBER SASTRA HINDU BALI yg menyatakan KEMULAN RONG TIGA SEBAGAI LINGGIH DEWA HYANG DEWATA DEWATI.

Banten Caru Labuh Gentuh

 


Ritual caru labuh gentuh menggunakan beberapa jenis banten, seperti tampak diselenggarakan dalam berbagai bentuk prosesi ritual caru labuh gentuh menggunakan banten abatekan.
Ida Ayu Mirah Arta Rini menyatakan banten abatekan terdiri atas hal-hal berikut.
Banten bebangkit, tuntunan, pulegembal, lis acakep, jerimpen mesumbu apasang. Suci asoroh, dilengkapi dengan guling
bebek. Aturan adandanan yang terdiri dari: peras, penyeneng,
sayut sumajati, pengulapan, pengambean, penyegjeg, pemapag pengiring, bayuan apasang, daksina, sesayut bangun sakti, tipat kelanan telung kelan, sayut tumpeng papat, penganteban medaging beras, pipis, 254 keteng, canang sari, ayunansari apasang, canang bebaos, saagan manca warna atanding. Salaran atau tegen-tegenan sarwa solas dari kayu dadap isinya padi, jagung, buah-buahan, dan
umbi-umbian. Canang lenge wangi-burat wangi, canang ini dibuat dari alat-alat yang serba wangi (harum) seperti burat wangi (boreh miyik) dan dua jenis minyak yang khusus untuk sesajen ada yang berwarna kuning dan ada yang berwarna hitam kemudian dilengkapi dengan porosan dan bunga. Banten lainnya yang digunakan adalah beakala, durmangala dan prayascita, sayut guru piduka (wawancara, 27 Juni 2014).
Struktur banten yang di gunakan pada ritual caru labuh gentuh, dibagi menjadi empat bagian, yaitu banten ke surya,
banten catur, banten yang mengikuti pemelaspasan, dan caru.
Banten di sanggar surya sebagai upasaksi adalah suci duang soroh, tigasan putih-kuning, toya anyar 1 gelas. Banten ke sanggar tawang adalah bebangkit, suci asoroh, aturan adandanan, Salaran atau tegen-tegenan, canang lenge wangi dan burat wangi.
Semua banten di atas semuanya mengandung simbol.
Triguna (2000 : 35) memaparkan bahwa paling tidak ada empat peringkat simbol, yaitu : (1) simbol konstruksi yang berbentuk kepercayaan dan merupakan inti dari agama, (2) simbol evaluasi berupa penilaian moral yang sangat erat dengan nilai, norma, dan aturan, (3) simbol kognisi berupa pengetahuan yang dimanfaatkan manusia untuk memperoleh pengetahuan tentang realitas dan keteraturan agar manusia lebih memahami lingkungannya, (4) simbol ekspresi berupa pengungkapan perasaan. Banten di hadapan pemuput adalah suci, peras, lis, sesayut prayascita, byakala, durmangala, toya, serta inum-inuman (arak-berem), sibuh pepek, buu kameligi, teenan, payuk pengelukatan.




Ritual caru labuh gentuh memiliki beberapa rerajahan yang
dipakai dalam membuat pengideran. Rerajahan sebagai bagian ritus dalam upacara ritual caru labuh gentuh berupa lukisan aksara suci yang ada di dalamnya. Tidak sembarang orang dapat membuatnya. Penulisan huruf suci ini tidak semata memerlukan keahlian dari si pembuatnya, tetapi idealnya dikerjakan oleh orang suci, yakni orang yang sudah menjalankan inisiasi melalui upacara diksa (setidak-tidaknya dalam kegiatan menyakralkan dan memberikan nilai gaib pada aksara suci) (Suweta, 2006 : 338 - 346). Dalam pelaksanaan kegiatan ritual caru labuh gentuh yang
membuat rerajahan adalah orang yang sudah melaksanakan diksa, yaitu Ida Pedanda.
Caru labuh gentuh dasarnya adalah caru manca sanak. Ida
Resi Bujangga Waisnawa Kertha Bhuana menyatakan dasarnya caru manca sanak dengan dilengkapi dengan hal- hal sebagai berikut:
1) Ngewangun sanggah tawang rong tiga, dihaturkan suci
laksana petang soroh, mecatur wedyaghana, panca saraswati
ring kiwa-tengen, citra gatra siwa bahu, pucuk bahu, papada,
dewa-dewi, tegen-tegenan bebek- ayam, sesantun gede, saji
petang soroh, rantasan kalih pradeg, peras ajuman kalih,
bebek 16 ekor, sesantun sabuatan arthania 1.600 utama.
2) Di panggungan, bebangkit agung makaras kalih, selam kapir, ulam bebek putih jambul saha dangsil apasang, tumpeng lelima jangkep seruntutania, soroh jangkep, pagenian ring sor.
3) Sebagai dasar caru adalah manca sanak winangun urip.
Olahannya ketengan sesuai dengan warna pangideran
dilengkapi dengan karangan, gelar sanga, bakaran masingmasing asiki, cau dandan, takep-takepan.
4) Caru ring sor menghadap
1) Ke timur sapi winangun urip olahannya 55
2) Di selatan manjangan winangun urip olahanya 99
3) Di barat kijang winangun urip olahannya 77
4) Di utara kucit butuhan winangun urip olahannya 44
5) Di tenggara luwak winangun urip olahannya 88 tanpa
bebangkit
6) Di barat daya asu bang bungkem winangun urip olahannya
33
7) Di barat laut irengan winangun urip olahannya 22
😎 Di timur laut kambing winangun urip olahannya 66
9) Urdah angsa winangun urip olahannya asiki disertai
bebangkit.
10) Madya kebo winangun urip olahannya 88
11) Ardah banyak winangun urip olahannya 55 disertai
bebangkit (wawancara, 28 Juni 2014).
Dumogi 𝓢𝓪𝓷𝓰 𝓗𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓙𝓪𝓰𝓪𝓽𝓷𝓪𝓽𝓱𝓪 menganugrahkan keharmonisan, keserasian, dan kerahayuan Jagat Alam Semesta.🙏🙏🙏
𝕽𝖆𝖍𝖆𝖞𝖚 𝕲𝖚𝖒𝖎 𝕭𝖆𝖑𝖎...𝕽𝖆𝖍𝖆𝖞𝖚 𝕾𝖊𝖏𝖊𝖇𝖆𝖌 𝕵𝖆𝖌𝖆𝖙 𝕭𝖆𝖑𝖎 𝒥𝒶𝑔𝒶𝓉 𝒩𝓊𝓈𝒶𝓃𝓉𝒶𝓇𝒶 𝒥𝒶𝑔𝒶𝓉𝒹𝒽𝒾𝓉𝒶 ...𝕽𝖆𝖍𝖆𝖞𝖚 𝕾𝖆𝖗𝖊𝖓𝖌 𝕾𝖆𝖒𝖎💖🕉️💖🙏🙏🙏
Reference
1. Image : kompilasi dari berbagai sumber @ https://www.google.com/ dan @ 2020 Google Earth Pro
2. Dr. Drs. I Wayan Sukabawa, S.Ag., M.Ag. 2018. Teo-Ekologi Caru Labuh Gentuh di Bali. IHDN PRESS.

Tawur Labuh Gentuh

 


Sistem religi, kepercayaan, dan agama di dunia berpusat kepada suatu konsep tentang hal yang gaib (mysterium) yang dianggap mahadahsyat (tremendum) dan keramat (sacer) oleh manusia. Dalam semua masyarakat dan kebudayaan di dunia “hal yang gaib dan keramat” menimbulkan sikap kagum-terpesona, selalu akan menarik perhatian manusia, dan mendorong timbulnya hasrat untuk menghayati rasa bersatu dengannya (Koentjaraningrat,1987: 65).
Kepercayaan tentang gaib semua masyarakat di dunia, yaitu “hal yang gaib dan keramat” menimbulkan sikap akan menarik perhatian manusia dan mendorong timbulnya hasrat untuk mendapatkan kedamaian alam raya ini perlu dilakukan ritual caru labuh gentuh.
Caru labuh gentuh merupakan bagian dari bhuta yadnya yaitu suatu kurban suci yang bertujuan untuk menyucikan tempat (alam beserta isinya), memelihara dan memberikan penyupatan kepada para bhuta kala dan makhluk-makhluk yang dianggap lebih rendah dari pada manusia. Penyucian itu
mempunyai dua sasaran.
Pertama, penyucian terhadap tempat (alam) dari gangguan dan pengaruh-pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh para bhuta kala dan makhluk yang dianggap lebih rendah dari manusia seperti disebutkan di atas. Kedua, penyucian terhadap bhuta kala dan makhluk-makhluk itu dengan maksud untuk menghilangkan sifat-sifat buruk yang ada padanya sehingga sifat baik dan kekuatannya dapat berguna bagi kesejahteraan umat manusia dan (alam).



Hendaknya disadari juga bahwa kehidupan ini memerlukan kekuatan-kekuatan dari mereka, misalnya untuk menjaga rumah, menjaga diri sendiri, dan sebagainya.
Caru adalah jenis upakara, banten atau sesajen yang digunakan di dalam upacara bhuta yadnya.
Kata caru berarti enak, manis, sangat menarik. Bila dihayati secara mendalam, dari pengertian kata enak, manis, sangat menarik itu terkandung kata harmonis, serasi, atau seimbang, yang dalam bahasa Bali disebut “pangus atau adung” (Kamiarta, 2012:15). Dapat disimpulkan bahwa caru merupakan bagian dari ritual bhuta yadnya untuk
menetralisasi alam semesta bhuwana alit dan bhuwana agung menjadi harmoni.
Caru labuh gentuh termasuk caru tawur agung yang menggunakan ayam putih, biing, putih siungan, hitam, brumbun, itik, banyak, angsa, anjing bang bukem, kambing, babi,dan kerbau.
Pengorbanan binatang dan tumbuhan untuk keperluan upacara yadnya juga memotivasi umat untuk menjaga dan memelihara agar hewan dan tumbuhan itu tidak dibunuh begitu saja. Dengan adanya hewan dan tumbuhan yang berguna untuk upakara maka perlu dijaga supaya tidak punah.
Lebih jauh dikatakan oleh “Swayambhu” dalam kitab Manawa Dharmaçstra. V.39 sebagai berikut.
Yadnyaartham pasavah srstah svam eva sayambhuva,
yadnyo sya bhutyai sarvasya tasmad yadnya vadho vadah.
Terjemahannya :
Swayambhu telah menciptakan hewan-hewan untuk tujuan upacara-upacara kurban. Upacara-upacara kurban telah diatur sedemikian rupa untuk kebaikan seluruh bumi ini, penyembelihan hewan untuk upacara bukanlah penyembelihan dalam arti yang lumrah saja.
Sesuai dengan sloka di atas disebutkan bahwa hewan-hewan yang diciptakan di alam semesta ini digunakan sesuai dengan ajaran agama, tidak boleh memilih hewan sembarangan tanpa keperluan ritual. Ritual caru labuh gentuh memberikan labaan kepada para bhuta kala agar tidak murka, memberikan panyupatan/mangruat segala bentuk keberingasan dan kekejaman para bhuta kala agar kembali menjadi somya dan membantu manusia untuk hidup tenang dan damai. Di samping itu, juga untuk mengembalikan keseimbangan kekuatan magis bhuwana agung dan bhuwana alit serta keseimbangan kekuatan sekala dan niskala.
Secara fungsional upacara ritual caru labuh gentuh, memiliki andil dalam mensuperposisi gelombang-gelombang micro cosmos dan macro cosmos. Hal ini dapat dibaca pada uraian fungsi dari caru labuh gentuh pada lontar Kramaning Caru, sebagai berikut:
Denāmetin, mangkanā tmahanya ikang janmā ring bhūmmi, padā kneng sangharā, kneng roga dening pangwişesaning bhūmmi kali, kurang pŗkŗti, kurang pangastiti, paśih aśih ne kawidhi, kabhūtā kālā, kabhummi lěwihne manūşā, kapitrā, ika dahating mirogga, karananing mtu bheda, mtu candalā ring jagat.
Pelaksanaan ritual caru labuh gentuh bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan keharmonis hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (parhyangan), hubungan yang selaras dengan sesama manusia (pawongan), dan hubungan yang harmonis dengan alam lingkungan (palemahan).
Terkait dengan ajaran untuk saling menghormati segala makhluk ciptaan Tuhan, termasuk tanaman, hewan, dan sebagainya maka seluruh umat beragama pada umumnya, khususnya umat Hindu diharapkan supaya memahami makna ritual dimaksud sehingga mampu mencintai sesama ciptaan Tuhan dan bisa menjaga keharmonisan seluruh ciptaan-Nya.
____🙏💖🙏____


Kenapa banten pake arak dan be matah?

 



Dalam ajaran siwa sidanta ...salah satu ajaran yang masuk adalah TANTRA...yi sarana persembahanx...menganut PANCA MA :
1. Mamsa persembahan memakai daging.
2 Matsya persembahan memakai Ikan.
3. Madya persembahan menggunakan alkohol.
4. Mudra persembahan dengan gerakan ( mudra)
5. Maituna persembahan dengan hubungan ....
tuak sebagai pengganti arak.. salah satu bisa dipakai. Arak/tuak dan berem adalah simbul aksara suci yang berfungsi di dlm persembahyangan. Berem (Ang), Arak ( Ah). Kalau digabung Ang Ah artinya memanggil, Ah Ang artinya mengembalikan.
Sama dgn pengolahan tri aksara ( Ang.Ung.Mang = sedang berlangsung), Mang.Ung.Ang = memanggil), (Ung.Ang.Mang = mengembalikan/mantukang). Pemakaian sarana ini dilakukan disaat ngregep (pemusatan fikiran pada saat pemangku nganteb, melakukan persembahyangan).
Arak berem erat hubungannya dgn proses tri kona..dan aksara ang dan ah..ang ( berem ) dan ah ( tuak/ arak ).



makna simbol dari Arak/Tuak - Beremdlm upacara yadnya mesegeh umat Hindu Bali sebagai sarana pengastawa dengan simbol Ang dan Ah kehadapan Sang Hyang Widhi.
Arak/Tuak merupakan simbol dari aksara suci "Ah-kara", sedangkan
Berem adalah simbol dari aksara suci "Ang-kara".
Hal ini terkait mantra pengastawa sehubungan dengan menggunakan dasar dari sastra Rwa Bhineda sebagai berikut :
Utpeti (Pengastawa/Ngajum/Puja); memohon kehadapan Sang Hyang Widhi agar Beliau berkenan kontak dengan manusia melalui manifestasiNya sesuai dengan fungsi Nya, untuk menyaksikan persembahan dari pemujaNya berdasarkan keyakinan dan kekuatan magis dari upacara. Mantra seperti "Ang... Ah". Dalam hal ngastawa mempergunakan sarana (simbol) maka kalau metabuh dalam tujuan ngastawa harus mengikuti urutan Berem (Ang) dahulu, kemudian dilanjutkan dengan Arak (Ah).
Stiti (Ngadegang); menstanakan Beliau, dalam imajinasi seolah-olah Beliau telah duduk pada stana Nya, telah siap menerima dan menyaksikan persembahan pemuja Nya.
Maka pada saat inilah kita melakukan persembahyangan kepada Sang Hyang Widhi Wasa beserta seluruh manifestasi Nya.
Pralina (Ngamantukang); menghaturkan persembahan untuk memohon agar Beliau berkenan kembali ke Kahyangan (kembali pada keheningan Nya), karena acara persembahyangan pemuja Nya telah selesai. Dalam hal ini mempergunakan sarana maka kalau metabuh dalam tujuan pralina harus mengikuti urutan Arak (Ah) dahulu, kemudian dilanjutkan dengan Berem (Ang).
Begitu juga dalam menghaturkan "Segehan", letakkan segehan di posisi yang seharusnya, kemudian ngastawa (Berem-Arak), lalu "ketis" tirtha ening, kemudian "ayab" dan terakhir pralina (Arak-Berem). Sehingga dalam mesegehan pun telah terlaksana Utpeti-Stiti-Pralina.

Arak memiliki unsur panas, tuak memiliki unsur pendingin, dan brem penetralisir, ketiganya itu sangat si butuhkan untuk membangkitkan energi bumi, dalam formulasi kebathinan sarana ini sangat di perlukan.
Menurut Sastra Kanda Pat Butha, tuak arak dan berem itu suguhan Minuman bagi para Butha Kala, sedangkan makanannya berupa segehan putih, putih kuning, manca warna, segehan Agung, Caru dg ayam brumbun, caru dg bebek bulu siket, caru dg angsa, asu bang bungkem caru dg kebo, caru Sarwa Sato/binatang dst, tergantung tingkatannya (itu untuk somya butha yg menggunakan korban Sato/binatang) atau Lelabaan, Agar setelah diSomya menjadi Kekuatan Dewa yang memberikan KERAHAYUAN Bhuana Alit dan Bhuana Agung...
Petikannya : contoh "ih ta kita Sang Bhuta Kala, iki tadah saji nire, segehan manca warna me be bawang jahe muang tasik, tetabuhan tuak arak lan berem...wus AMANGAN - ANGINUM mewali ta kita ring stana nguni soang-soang, sareng-sareng nginardi KERAHAYUAN... dst...