Sistem religi, kepercayaan, dan agama di dunia berpusat kepada suatu konsep tentang hal yang gaib (mysterium) yang dianggap mahadahsyat (tremendum) dan keramat (sacer) oleh manusia. Dalam semua masyarakat dan kebudayaan di dunia “hal yang gaib dan keramat” menimbulkan sikap kagum-terpesona, selalu akan menarik perhatian manusia, dan mendorong timbulnya hasrat untuk menghayati rasa bersatu dengannya (Koentjaraningrat,1987: 65).
Kepercayaan tentang gaib semua masyarakat di dunia, yaitu “hal yang gaib dan keramat” menimbulkan sikap akan menarik perhatian manusia dan mendorong timbulnya hasrat untuk mendapatkan kedamaian alam raya ini perlu dilakukan ritual caru labuh gentuh.
Caru labuh gentuh merupakan bagian dari bhuta yadnya yaitu suatu kurban suci yang bertujuan untuk menyucikan tempat (alam beserta isinya), memelihara dan memberikan penyupatan kepada para bhuta kala dan makhluk-makhluk yang dianggap lebih rendah dari pada manusia. Penyucian itu
mempunyai dua sasaran.
Pertama, penyucian terhadap tempat (alam) dari gangguan dan pengaruh-pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh para bhuta kala dan makhluk yang dianggap lebih rendah dari manusia seperti disebutkan di atas. Kedua, penyucian terhadap bhuta kala dan makhluk-makhluk itu dengan maksud untuk menghilangkan sifat-sifat buruk yang ada padanya sehingga sifat baik dan kekuatannya dapat berguna bagi kesejahteraan umat manusia dan (alam).
Hendaknya disadari juga bahwa kehidupan ini memerlukan kekuatan-kekuatan dari mereka, misalnya untuk menjaga rumah, menjaga diri sendiri, dan sebagainya.
Caru adalah jenis upakara, banten atau sesajen yang digunakan di dalam upacara bhuta yadnya.
Kata caru berarti enak, manis, sangat menarik. Bila dihayati secara mendalam, dari pengertian kata enak, manis, sangat menarik itu terkandung kata harmonis, serasi, atau seimbang, yang dalam bahasa Bali disebut “pangus atau adung” (Kamiarta, 2012:15). Dapat disimpulkan bahwa caru merupakan bagian dari ritual bhuta yadnya untuk
menetralisasi alam semesta bhuwana alit dan bhuwana agung menjadi harmoni.
Caru labuh gentuh termasuk caru tawur agung yang menggunakan ayam putih, biing, putih siungan, hitam, brumbun, itik, banyak, angsa, anjing bang bukem, kambing, babi,dan kerbau.
Pengorbanan binatang dan tumbuhan untuk keperluan upacara yadnya juga memotivasi umat untuk menjaga dan memelihara agar hewan dan tumbuhan itu tidak dibunuh begitu saja. Dengan adanya hewan dan tumbuhan yang berguna untuk upakara maka perlu dijaga supaya tidak punah.
Lebih jauh dikatakan oleh “Swayambhu” dalam kitab Manawa Dharmaçstra. V.39 sebagai berikut.
Yadnyaartham pasavah srstah svam eva sayambhuva,
yadnyo sya bhutyai sarvasya tasmad yadnya vadho vadah.
Terjemahannya :
Swayambhu telah menciptakan hewan-hewan untuk tujuan upacara-upacara kurban. Upacara-upacara kurban telah diatur sedemikian rupa untuk kebaikan seluruh bumi ini, penyembelihan hewan untuk upacara bukanlah penyembelihan dalam arti yang lumrah saja.
Sesuai dengan sloka di atas disebutkan bahwa hewan-hewan yang diciptakan di alam semesta ini digunakan sesuai dengan ajaran agama, tidak boleh memilih hewan sembarangan tanpa keperluan ritual. Ritual caru labuh gentuh memberikan labaan kepada para bhuta kala agar tidak murka, memberikan panyupatan/mangruat segala bentuk keberingasan dan kekejaman para bhuta kala agar kembali menjadi somya dan membantu manusia untuk hidup tenang dan damai. Di samping itu, juga untuk mengembalikan keseimbangan kekuatan magis bhuwana agung dan bhuwana alit serta keseimbangan kekuatan sekala dan niskala.
Secara fungsional upacara ritual caru labuh gentuh, memiliki andil dalam mensuperposisi gelombang-gelombang micro cosmos dan macro cosmos. Hal ini dapat dibaca pada uraian fungsi dari caru labuh gentuh pada lontar Kramaning Caru, sebagai berikut:
Denāmetin, mangkanā tmahanya ikang janmā ring bhūmmi, padā kneng sangharā, kneng roga dening pangwişesaning bhūmmi kali, kurang pŗkŗti, kurang pangastiti, paśih aśih ne kawidhi, kabhūtā kālā, kabhummi lěwihne manūşā, kapitrā, ika dahating mirogga, karananing mtu bheda, mtu candalā ring jagat.
Pelaksanaan ritual caru labuh gentuh bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan keharmonis hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (parhyangan), hubungan yang selaras dengan sesama manusia (pawongan), dan hubungan yang harmonis dengan alam lingkungan (palemahan).
Terkait dengan ajaran untuk saling menghormati segala makhluk ciptaan Tuhan, termasuk tanaman, hewan, dan sebagainya maka seluruh umat beragama pada umumnya, khususnya umat Hindu diharapkan supaya memahami makna ritual dimaksud sehingga mampu mencintai sesama ciptaan Tuhan dan bisa menjaga keharmonisan seluruh ciptaan-Nya.
________