Senin, 30 November 2020

Contoh dan Upaya-Upaya Meningkatkan Perilaku Tri Parārtha

 Perilaku untuk menciptakan dan menumbuhkan kesejahteraan, kedamaian, keharmonisan, serta kebahagiaan dalam masyarakat sangatlah penting. Masyarakat dapat hidup rukun dan damai antar suku, agama, dan negara dengan selalu menjalankan perilaku asih, puṇya, dan bhakti. Berikut adalah contoh-contoh perilaku asih, puṇya, dan bhakti:



Baca: Pengertian Tri Parārtha dan Bagian-Bagiannya



Image; dharmadana

Contoh-Contoh Tri Parārtha


1. Memelihara lingkungan
2. Memberikan sumbangan ke panti asuhan
3. Saling mengasihi antar teman, saudara, dan tetangga
4. Mengasihi binatang yang tidak bersalah
5. Menjaga dan melindungi orang yang membutuhkan perlindungan
6. Membantu orang tua di rumah
7. Rajin belajar dan tekun menuntut ilmu
8. Memberikan bantuan kepada orang suci
9. Rajin melakukan persembahyangan
10. Selalu mengingat nama-nama Sang Hyang Widhi
11. Membantu orang yang terkena bencana, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 6).

PERTANYAAN YG SERING DITANYAKAN SEPUTAR COVID 19

Upaya-Upaya Meningkatkan Perilaku Tri Parārtha


Tujuan akhir dalam agama Hindu adalah mencapai kebahagian yang abadi (moksa). Hal tersebut dapat kita capai jika kita sudah mengamalkan ajaran agama dan menerapkan ajaran Tri Parārtha dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran Tri Parārtha dapat diterapkan baik di rumah, di sekolah, dan di lingkungan. Ada pun upaya-upaya untuk meningkatkan perilaku Tri Parārtha antara lain seperti berikut.

Menjalankan ajaran Tat Twam Asi
Melakukan Tri Sandhya setiap hari
Membiasakan diri untuk melakukan dana punia
Menjalankan ajaran Tri Hita Karana

Tuhan menciptakan manusia untuk saling menyayangi dan membantu satu sama lain. Dalam kebersamaan, akan tercipta keharmonisan. Perbedaan suku, ras, dan agama tidak menjadi penghalang untuk kita saling berbagi. Hal itu karena sesungguhnya kita bersumber dari sumber yang sama, yaitu Tuhan. Kita juga memiliki keterkaitan yang saling membutuhkan. Tidak ada satu pun di dunia ini yang mampu hidup sendiri. Manusia tidak mampu hidup tanpa adanya hubungan antara manusia dan Tuhan, manusia dan sesama, serta manusia dan lingkungan. Semua akan berjalan harmonis jika ada kesadaran dalam diri bahwa segala sesuatu harus kita jaga dengan baik dari ketiga hubungan tersebut.
Seperti halnya manusia membutuhkan makanan. Nasi yang selalu kita makan merupakan sumber energi dalam tubuh. Nasi akan melalui proses yang panjang sebelum berhasil menjadi makanan yang siap disantap. Tahap awal, petani membutuhkan lahan untuk menanam padi, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 10).


Setelah itu, petani mengatur pengairan, merawat, memberikan pupuk sehingga tanaman padi tumbuh dengan baik. Setelah petani merawat padinya dengan baik, petani akan memperoleh padi yang siap untuk dipanen.


Dalam tahap panen, petani membutuhkan beberapa orang untuk memotong dan memisahkan padi dari tangkainya. Setelah berbentuk gabah, padi siap dibawa ke tukang penyosohan/pengupasan untuk digiling. Tujuan penyosohan/pengupasan agar terpisah dari kulitnya dan menghasilkan biji beras. Petani membutuhkan pedagang untuk menjual berasnya, pedagang juga membutuhkan petani untuk membeli beras. Pedagang membutuhkan pembeli sebagai konsumen begitu pun sebaliknya, hingga beras siap dimasak menjadi nasi.

Dagang Banten Bali


Ilustrasi di atas memberi makna, bahwa kita akan saling terkait dan saling membutuhkan satu sama lain. Berbagi kasih sayang atau menolong sesama, hendaknya tidak membeda-bedakan siapa dan dari mana mereka berasal. Karena secara tidak langsung karma akan berjalan mengikuti pahala. Amalkan ajaran Tri Parārtha agar senantiasa manusia dan sesama makhluk hidup bahagia, sejahtera, serta saling menghargai antaragama, suku, dan bangsa. Selalu menjaga hubungan harmonis antara Tuhan, manusia, dan alam. Dengan demikian, akan tercapai kedamaian dalam hati dan kedamaian di dunia, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 11).

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI


Referensi: https://www.mutiarahindu.com/2018/12/contoh-dan-upaya-upaya-meningkatkan.html



RELATED:
Pengertian Budaya dan Jenis-Jenis Tari Keagaman
Kisah Durga Mahishasura Mardini
Pengertian dan Jenis-Jenis Tari Profan
Susila, Komang dan Sri Mulia Dewi, I Gusti Ayu. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti (kelas 3) / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.


Sumber: Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas III
Kontributor Naskah : Komang Susila dan I Gusti Ayu Sri Mulia Dewi
Penelaah : I Wayan Paramartha dan I Made Redana
Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Cetakan Ke-1, 2015

Cerita yang Berkaitan dengan Tri Parārtha; Srī Kṛṣṇa dan Semut dan Burung Merpati

 



Srī Kṛṣṇa
Di sebuah desa, hiduplah seorang ibu bernama Gandari. Ia tinggal bersama anaknya yang masih balita bernama Dhanan. Gandari bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Pekerjaannya membereskan rumah majikannya, mencuci, dan menyetrika. Ia selalu membawa anaknya ikut serta karena mereka hidup hanya berdua. Suaminya telah meninggal beberapa tahun yang lalu.



Image; rajastore_bali

- JUAL BANTEN MURAH hub.0882-9209-6763 atau KLIK DISINI


Kini, Dhanan telah menginjak umur 6 tahun. Gandari harus memikirkan pendidikan untuk anaknya. Desa tempat mereka tinggal tidak terdapat sekolah yang dekat. Letak sekolah jauh di desa seberang dan harus melewati hutan serta menyeberangi sungai. Gandari merasa bingung. Namun, demikian ia berpikir kembali bahwa pendidikan untuk Dhanan sangat penting.


Hari pertama Dhanan sekolah, Gandari meminta izin kepada majikannya untuk mengantarkan Dhanan ke sekolah, berlanjut hari kedua dan ketiga. Karena izin yang diberikan majikannya sudah habis, Gandari mencari alasan agar anaknya berani untuk berangkat ke sekolah sendiri. Gandari terpaksa berbohong kepada Dhanan.


“Anakku, Dhanan, mulai sekarang, kamu harus berani ke sekolah sendiri karena Ibu harus bekerja,” kata ibunya


“Tapi, aku takut, Ibu, aku tidak berani berjalan di hutan dan menyeberangi sungai,” Dhanan merengek kepada ibunya.


“Kamu tidak perlu takut, karena sebenarnya kamu mempunyai kakak yang tinggal di hutan bernama Kṛṣṇa. Jika kamu merasa takut, panggillah kakakmu, ia akan datang,” kata ibunya membujuk.



“ Benarkah, Ibu, aku mempunyai kakak bernama Kṛṣṇa?”, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 13).


“Iya, sayang, Percayalah, dia akan datang membantumu saat kamu ketakutan dan membutuhkan bantuan.”


Keesokan harinya, Dhanan berangkat ke sekolah seorang diri. Sesampainya di hutan dan mau menyeberangi sungai, ia merasa takut. Ia ingat pesan ibunya. Lalu, Dhanan memanggil-manggil nama Kṛṣṇa dengan penuh keyakinan. Lalu, Kṛṣṇa pun datang dan menunjukkan diri-Nya kepada Dhanan, Kṛṣṇa membantu Dhanan menyeberangi sungai. Itulah yang ia lakukan ketika berangkat ke sekolah.


Di sekolah, pada hari ketujuh, dilaksanakan perayaan hari raya Śivarātri. Hari Raya Śivarātri adalah hari raya untuk memuja Deva Śiva. Anak-anak diminta untuk membawa susu pada hari tersebut. Dhanan merasa bingung. Dari mana ia mendapatkan uang untuk membeli susu? Meminta kepada ibunya pun segan. “Harga susu pasti mahal sekali. Kasihan jika harus membebani Ibu,” ucapnya dalam hati.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

SrīKṛṣṇa mengetahui kegundahan hati Dhanan. Bertepatan dengan Hari Raya Śivarātri, Dhanan berangkat ke sekolah dengan hati yang sedih karena tidak membawa susu. Datanglah Kṛṣṇa dan memberikan susu kepada Dhanan. Hati Dhanan sangat senang dan berjalan ke sekolah dengan riang.


Sesampainya di sekolah, teman-temannya bertanya kepada Dhanan. “Dhanan, dari mana kamu mendapatkan susu itu? Memangnya kamu punya uang untuk membeli susu itu?” Kemudian, Dhanan bercerita kepada teman-teman dan gurunya bahwa ia mendapatkan susu itu dari kakaknya yang bernama Kṛṣṇa. Namun, tidak ada satu pun yang percaya dengan perkataannya. Mereka mengetahui bahwa Dhanan tidak mempunyai saudara, teman-temannya mengejek Dhanan.


“Aku tidak berbohong. Aku benar-benar mempunyai kakak yang tinggal di hutan,” kata Dhanan sambil menangis, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 14).


“Kamu pasti bohong... kamu pasti bohong,” teman-temannya mengejek.


Perayaan segera dimulai. Para siswa mulai menuangkan susu ke patung Śiva secara bergiliran. Kini, giliran Dhanan. Ketika susu dituangkan, isi susu tersebut tak ada habis-habisnya. Semua orang merasa heran dengan apa yang disaksikannya.



Pada saat itulah, Kṛṣṇa menunjukkan wujudnya, Dhanan tersenyum dan membuktikan kepada teman-teman dan guru-gurunya bahwa ia berkata jujur. Ia mempunyai kakak bernama Kṛṣṇa.


Dijelaskan dalam Kitab Bhagavadgītā : 
"may eva mana ādhatsva
mayi buddhim niveśaya 
nivasisyasi may eva
ata ūrdhvam na saṁśayah", (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 15).


Pusatkan pikiranmu hanya pada-Ku, maka Aku akan datang padamu, biarlah kesadaranmu ada pada-Ku, setelah itu engkau akan hidup di dalam-Ku, dan ini tak perlu disangsikan lagi (Pudja: 2004: 313).
Bhagavadgītā XII.8


PERTANYAAN YG SERING DITANYAKAN SEPUTAR COVID 19

Semut dan Burung Merpati


Pada suatu hari, seekor semut berjalan-jalan mencari makanan di pinggir sungai. Ѕeperti biasa, dia berjalan dengan riang dan penuh keceriaan. Tiba-tiba, semut terjatuh ke dalam sungai karena tidak berhati-hati.

Dagang Banten Bali

Semut timbul-tenggelam dihanyutkan oleh arus sungai. Semut berusaha untuk berenang ke tepian, tetapi tidak berhasil sehingga semut pun mengalami kepanikan. Kejadian itu disadari oleh seekor burung merpati. Burung merpati merasa kasihan terhadap nasib malang yang menimpa semut itu dan ingin menyelamatkannya.


Lalu, burung merpati memetik daun dan menjatuhkannya berdekatan dengan semut. Semut merayap naik ke atas daun dan akhirnya dapat menyelamatkan dirinya. Daun yang dinaiki semut perlahan-lahan bergerak ke pinggir sungai, dan semut pun terselamatkan. Kemudian, sang semut melihat seorang pemburu burung sedang mengendap- endap berusaha mendekati burung merpati yang telah menolongnya. Semut menyadari bahaya yang akan menimpa burung merpati yang baik tersebut. Semut segera berlari mendekati pemburu dan menggigit kaki sang pemburu.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Sang pemburu mengalami kesakitan dan terkejut, lalu mengibaskan ranting yang digunakan untuk menangkap burung. Burung merpati menyadari kehadiran pemburu yang sibuk mengibas-ngibaskan ranting dan kesakitan. Akhirnya burung merpati itu pun terbang menyelamatkan dirinya (anonim), (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 17).


Referensi: https://www.mutiarahindu.com/2018/12/cerita-yang-berkaitan-dengan-tri.html


Susila, Komang dan Sri Mulia Dewi, I Gusti Ayu. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti (kelas 3) / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.


Sumber: Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas III
Kontributor Naskah : Komang Susila dan I Gusti Ayu Sri Mulia Dewi
Penelaah : I Wayan Paramartha dan I Made Redana
Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Cetakan Ke-1, 2015

Cerita Kalarau dan Terjadinya Bulan Terang (Purnama) dan Bulan Mati (Tilem)

 Kalarau



Berawal dari pemutaran Gunung Mandara Giri oleh para deva dan raksasa di Lautan Ksirarnawa. Pemutaran dilakukan untuk mendapatkan tirta amerta, air suci yang dapat membuat seseorang hidup abadi. Dalam pengadukan lautan susu tersebut, Deva Viṣṇu menjelma sebagai kurma (kura-kura). Beliau bertugas sebagai penyangga Gunung Mandara agar gunung tersebut tidak tenggelam. Naga Vasuki membelit gunung tersebut sebagai tali yang kemudian ditarik oleh para deva dan raksasa. Para deva memegang ekor sang naga, sedangkan para raksasa memegang kepalanya. Deva Indra memegang puncak gunung tersebut agar tidak melambung ke atas selama pemutaran gunung. Dengan semangatnya para deva dan raksasa berusaha mengaduk Lautan Ksirarnawa dengan memutar Gunung Mandara. Lautan menjadi bergemuruh dan gunung pun menyala. Setelah itu, keluarlah berbagai Devi, binatang, dan berbagai harta karun bertuah. Akhirnya, keluarlah Devi Dhanwantari membawa kendi yang berisi tirta amerta. Karena harta karun yang sebelumnya keluar telah diambil semua oleh para deva, para raksasa menuntut tirta amerta dimiliki oleh mereka. Tirta amerta pun kemudian dikuasai oleh para raksasa.


PERTANYAAN YG SERING DITANYAKAN SEPUTAR COVID 19


Image; Google

Melihat tirta amerta berada di tangan raksasa, Deva Viṣṇu menjadi khawatir dan memikirkan siasat untuk merebutnya. Deva Viṣṇu pun mengubah wujudnya menjadi seorang devi cantik bernama Mohini untuk memikat hati para raksasa. Mereka pun akhirnya terpikat oleh kecantikan Mohini dan menyerahkan tirta amerta tersebut kepadanya. Setelah mendapatkan tirta amerta, Devi Mohini pun lari sambil berubah wujud menjadi Deva Viṣṇu, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 96).


Melihat hal tersebut, para detya dan raksasa pun menjadi berang. Kemudian, terjadilah pertempuran sengit antara para deva dengan raksasa. Deva Viṣṇu mengeluarkan senjata cakra dan menyambar-nyambar para raksasa. Mereka lari tunggang langgang karena mengalami kekalahan dari para deva dan tirta amerta pun dikuasai oleh para deva.


Di tempat tinggal Deva Viṣṇu (Viṣṇu loka), tirta amerta dibagi- bagikan kepada para deva sehingga mereka hidup abadi. Mengetahui hal tersebut, seorang raksasa yang merupakan anak sang Wipracitti dan sang Singhika bernama Kalarau mengubah wujudnya menyamar menjadi deva. Perilaku keduanya diketahui oleh Sang Hyang Aditya dan Sang Hyang Candra dan langsung diberitahukan kepada Deva Viṣṇu. Tepat ketika raksasa yang menyamar tersebut mendapat giliran meminum tirta amerta, betapa bahagianya dapat meminumnya. Akan tetapi, baru sampai tirta amerta tersebut di tenggorakannya, Deva Viṣṇu seketika menghempaskannya Deva Visnu kemudian mengeluarkan senjata cakranya dan membinasakan sang raksasa. Raksasa itu pun mati, tetapi kepalanya masih hidup karena tirta amerta telah menyentuh hingga tenggorokannya. Sang Raksasa pun menjadi marah kepada Sang Hyang Aditya  dan Sang Hyang Candra karena mengacaukan penyamarannya Kalarau pun bersumpah akan memakan Sang Hyang Aditya dan Sang Hyang Candra pada saat pertengahan bulan (ngurahpandu). (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 97).


Baca: Pengertian Astronomi dan Nama-Nama Planet dalam Tata Surya Hindu



Terjadinya Bulan Terang (Purnama) dan Bulan Mati (Tilem)


Daksa adalah anak dari Deva Brahmā. Beliau mempunyai putri sebanyak dua puluh tujuh. Putri-putrinya dinikahkan dengan Candra. Rohini adalah istri Candra yang paling cantik dan sangat disayangi oleh Deva Candra. Karena cintanya kepada Rohini, Deva Candra menjadi pilih kasih dengan istri-istrinya yang lain. Kemudian, istri-istri Deva Candra yang lain mengeluh pada ayahnya, Sang Daksa. Daksa menjadi marah dan mengutuk Deva Candra,“ Hai Candra! Karena engkau tidak bisa adil dengan semua istri-istrimu, aku akan mengutukmu! Engkau akan merasakan sakit yang tidak dapat disembuhkan.”

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Karena kutukan tersebut, dari hari ke hari kekuatan dan cahaya Deva Candra berkurang. Akhirnya, Deva Candra meminta perlindungan kepada Deva Śiva. “Oh, Deva Śiva, aku datang ke hadapan-Mu untuk memohon perlindungan atas kutukan yang telah Sang Daksa berikan.” Deva Śiva yang penuh kasih melegakan hati Candra yang sedang sakit dan menaruh Candra di kepala-Nya. Dengan berada di kepala Deva Śiva, Candra/Bulan menjadi kekal dan bebas dari segala bahaya. Mengetahui sang suami telah meninggalkan dirinya, putri-putri Daksa itu sedih dan menangis. Mereka datang menghadap sang ayah, Daksa. Putri-putri Daksa berkata,“ Oh, Ayah, dahulu kami mohon kepadamu agar kami mendapat berkah dari suami. Tetapi, kini bukan mendapat berkah darinya, melainkan dia telah meninggalkan kami.”


“Oh Ayah, meskipun kami memiliki mata, kami hanya menemukan kegelapan di mana-mana. Sekarang kami sadar bahwa suami adalah mata satu-satunya bagi wanita," (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 98).

“Mohon kembalikan suami kami. Anda adalah putra Deva Brahmā dan Anda cukup perkasa untuk menciptakan sendiri satu alam semesta.” Mendengar kata-kata dari semua putrinya itu, Daksa lalu pergi menghadap Deva Śiva. Deva Śiva bangkit dari tempat duduknya dan sujud menghormati Daksa. Daksa lalu memberkati Deva Śiva. Melihat perilaku Deva Śiva yang rendah hati, kemarahan Daksa menjadi hilang. Kemudian, Daksa berkata,“Oh Deva Śiva, mohon kembalikan menantuku yang dicintai oleh putri-putriku yang melebihi nyawanya sendiri. Anda juga adalah menantuku. Jika Anda tidak mengembalikan Candra kepadaku, saya akan ucapkan kutukan keras atas dirimu.”

Dagang Banten Bali


Setelah mendengar Daksa bicara, Deva Śiva mengucapkan kata- kata yang terdengar lebih manis dari amrita. Deva Śiva berkata,“Anda boleh bakar saya jadi abu, atau ucapkan satu kutukan atas diriku sesuai kehendakmu, tetapi saya tidak dapat mengembalikan Candra (Bulan) yang telah berlindung kepadaku.”


Mendengar kata-kata Deva Śiva yang demikian, Daksa hendak mengucapkan kutukan atas Deva Śiva. Deva Śiva ingat Govinda. Pada saat itu pula, Sri Kṛṣṇa muncul di sana dalam wujud seorang Brahmāna tua. Baik Deva Śiva maupun Daksa sujud kepada Brahmāna tersebut dengan penuh hormat. Beliau memberkati mereka berdua dan berkata kepada Deva Śiva.


“Oh, Śiva, tidak ada apa pun yang lebih disayangi oleh semua makhluk hidup selain dirinya sendiri. Dengan merenungi hal ini, oh, penguasa para Deva, Anda hendaknya selamatkan dirimu dengan memberikan Candra kepada Daksa. Anda adalah tempat berlindung terbaik, Anda tenang, Anda adalah Vaisnava yang paling terkemuka dan Anda memperlakukan segala makhluk dengan cara yang sama, (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 99).


Anda bebas dari tindak kekerasan dan kemarahan. Daksa adalah putra perkasa Deva Brahmā dan dia berwatak pemarah. Deva yang mulia, mengalah di hadapan yang sedang marah.”

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Deva Śiva tersenyum dan berkata, “Saya dapat mengorbankan pertapaan saya, kemuliaan saya, semua keberhasilan saya, kekayaan, dan bahkan nyawa saya sendiri. Tetapi, saya tidak bisa meninggalkan orang yang telah berlindung kepada saya. Dia yang telah mencampakkan seseorang yang telah berlindung kepadanya akan ditinggalkan oleh Dharma. Oh, Tuhanku, Anda tahu betul tentang Dharma. Mengapa Anda mengucapkan kata-kata yang dipengaruhi khayalan? Anda adalah pencipta dan pelebur segala sesuatu. Orang yang berbhakti kepada-Mu tidak takut kepada siapa pun.”


Brahmanayangmengetahuibetulperasaansetiaporang,mendengar kata-kata Deva Śiva dengan saksama. Kemudian, Beliau mengambil setengah bagian Candra (Bulan) yang sakit dan memberikannya kepada Daksa. Selanjutnya, Beliau mengambil setengah bagian Bulan yang sehat dan menaruhnya di kepala Deva Śiva.


Melihat setengah Bulan (Candra) yang sakit, Daksa kemudian berdoa kepada Sri Kṛṣṇa. Beliau lalu mengatur bahwa Bulan akan bercahaya penuh selama dua minggu dan tidak akan bercahaya selama dua minggu berikutnya. Demikianlah, setelah memberkati Deva Śiva dan Daksa, Sri Kṛṣṇa kembali ke tempat tinggal-Nya (Brahma-Vaivarta Purana Brahma-kAnda 9.49-53), (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 100).

Referensi: https://www.mutiarahindu.com/2018/12/cerita-kalarau-dan-terjadinya-bulan.html

Susila, Komang dan Sri Mulia Dewi, I Gusti Ayu. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti (kelas 3) / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.


RELATED:
Cerita Bhima dan Naga Vasuki
Hubungan Tri Rna dengan Yadnya dalam Hindu
Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban dalam Melaksanakan Tri Rna
Sumber: Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas III
Kontributor Naskah : Komang Susila dan I Gusti Ayu Sri Mulia Dewi
Penelaah : I Wayan Paramartha dan I Made Redana
Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Cetakan Ke-1, 2015

KEDUDUKAN WANITA DALAM AGAMA HINDU

 


SUNGGUH MULIA DAN TERHORMAT

Yatra naryastu pujyante, ramante tatra devatah, yatraitastu na pujyante, sarvastalah kriyah.

(Manawa Dharmasastra III.56)

Artinya :

Dimana wanita dihormati, disanalah  Para Dewa merasa senang, tetapi dimana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun yang akan berpahala.

Rsi Canakya juga mengatakan dalam Canakya Nitisastra 17.7 :

Na matur daivatam param.


Artinya :

Tidak ada Dewa yang lebih patut dihormati daripada seorang Ibu.

Berdasarkan sloka diatas kedudukan wanita dalam agama Hindu adalah istimewa dan harus dihormati.

Wanita adalah insan perkasa. Setangguh apapun pria, pastilah dia terlahir dari rahim wanita.

Damai sejahteralah bangsa yang menjunjung tinggi harkat dan martabat wanita karena peradaban suatu bangsa dapat diukur dengan bagaimana mereka meluhurkan wanita.

OM Shanti.

Etika Dalam Mempelajari Yoga Menurut Agama Hindu

 Secara umum, konsep etika dalam yoga termasuk dalam latihan yama dan niyama, yaitu disiplin moral dan disiplin diri. Aturan-aturan yang ada dalam yama dan niyama, juga berfungsi sebagai kontrol sosial dalam mengatur moral manusia. Dalam buku Tattwa Darsana, dijelaskan bahwa etika dalam yoga adalah; dalam samadhi, seorang yogi memasuki ketenangan tertinggi yang tidak tersentuh oleh suara yang tak henti-hentinya, yang berasal dari luar dan pikiran kehilangan fungsinya, di mana indra-indra terserap ke dalam pikiran. Apabila semua perubahan pikiran terkendalikan, si pengamat atau purusa, terhenti dalam dirinya sendiri. Keadaan semacam ini di dalam yoga sutra patanjali disebut sebagai svarupa avasthanam (kedudukan dalam diri seseorang yang sesungguhnya), (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014:21).


Baca: Sang Hyang Widhi (Tuhan) dalam Ajaran Yoga dan Contoh Praktik Sikap-sikap Yoga




image: st_sdk_basangbe
Dalam filsafat yoga dijelaskan bahwa yoga berarti penghentian kegoncangan-kegoncangan pikiran. Ada lima keadaan pikiran itu. Keadaan pikiran itu ditentukan oleh intensitas sathwa, rajas dan tamas. Kelima keadaan pikiran itu adalah sebagaimana tertera dalam uraian berikut.

Ksipta artinya tidak diam-diam. Dalam keadaan pikiran itu diombang-ambingkan oleh rajas dan tamas, dan ditarik-tarik oleh objek indria dan sarana-sarana untuk mencapainya, pikiran melompat-lompat dari satu objek ke objek yang lain tanpa terhenti pada satu objek.
Mudha artinya lamban dan malas. Gerak lamban dan malas ini disebabkan oleh pengaruh tamas yang menguasai alam pikiran. Akibatnya orang yang alam pikirannya demikian cenderung bodoh, senang tidur dan sebagainya.


Wiksipta artinya bingung, kacau. Hal ini disebabkan oleh pengaruh rajas. Karena pengaruh ini, pikiran mampu mewujudkan semua objek dan mengarahkannya pada kebajikan, pengetahuan, dan sebagainya. Ini merupakan tahap pemusatan pikiran pada suatu objek, namun sifatnya sementara, sebab akan disusul lagi oleh kekuatan pikiran.
Ekarga artinya terpusat. Di sini, citta terhapus dari cemarnya rajas sehingga sattva lah yang menguasai pikiran. Ini merupakan awal pemusatan pikiran pada suatu objek yang memungkinkan ia mengetahui alamnya yang sejati sebagai persiapan untuk menghentikan perubahan-perubahan pikiran.
Niruddha artinya terkendali. Dalam tahap ini, berhentilah semua kegiatan pikiran, hanya ketenanganlah yang ada. Ekagra dan niruddha merupakan persiapan dan bantuan untuk mencapai tujuan akhir, yaitu kelepasan. Bila ekagra dapat berlangsung terus menerus, maka disebut samprajna-yoga atau meditasi yang dalam, yang padanya ada perenungan kesadaran akan suatu objek yang terang. Tingkatan niruddha juga disebut asaniprajnata-yoga, karena semua perubahan dan kegoncangan pikiran terhenti, tiada satu pun diketahui oleh pikiran lagi. Dalam keadaan demikian, tidak ada riak-riak gelombang kecil sekali pun dalam permukaan alam pikiran atau citta itu. Inilah yang dinamakan orang samadhi yoga.
Ada empat macam samparjnana yoga menurut jenis objek renungannya. Keempat jenis itu adalah sebagai berikut. a) Sawitarka ialah apabila pikiran dipusatkan pada suatu objek benda kasar seperti arca dewa atau dewi. b) Sawicara ialah bila pikiran dipusatkan pada objek yang halus yang tidak nyata seperti tanmantra. c) Sananda, ialah bila pikiran dipusatkan pada suatu objek yang halus seperti rasa indriya dan. d) Sasmita, ialah bila pikiran dipusatkan pada asmita, yaitu anasir rasa aku yang biasanya roh menyamakan dirinya dengan ini, (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014:22).
Dagang Banten Bali


Dengan tahapan-tahapan pemusatan pikiran seperti yang disebut di atas maka ia akan mengalami bermacam-macam fenomena alam, objek dengan atau tanpa jasmani yang meninggalkannya satu per satu hingga akhirnya citta meninggalkannya sama sekali dan seseorang mencapai tingkat asamprajnata dalam yoganya. Untuk mencapai tingkat ini orang harus melaksanakan praktik yoga dengan cermat dan dalam waktu yang lama melalui tahap-tahap yang disebut Astāngga yoga.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Berikut ini adalah sistematika Astāngga yoga dalam bentuk diagram.

Baca: Pengertian dan Hakikat Yoga menurut Agama Hindu





Renungan Bhagavad Gita. III.4


"Na karmaṇām anārambhān naiṣkarmyaṁ puruṣo ’ṡnute, na ca saṁnyasanād eva siddhiṁ samadhigacchati”.

Terjemahan:



RELATED:
Veda sebagai Sumber Hukum Hindu
Glosarium Materi Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas V
Pahala Bagi Anak-anak yang Berbhakti Kepada Orang Tua Menurut Perspektif Hindu"Tanpa kerja orang tak akan mencapai kebebasan, demikian juga ia tak akan mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja”.


Baca: Mengenal dan Manfaat Ajaran Yoga Dalam Agama Hindu


Referensi https://www.mutiarahindu.com/2019/01/etika-dalam-mempelajari-yoga-menurut.html




Mudana dan Ngurah Dwaja. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti : Buku Siswa / Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. -- Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014.vi, 190 hlm.; 25 cm
Untuk SMA/SMK Kelas XI
Kontributor Naskah : I Nengah Mudana dan I Gusti Ngurah Dwaja.
Penelaah : I Wayan Paramartha. – I Made Sutrisna.
Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud
Cetakan Ke-1, 2014

Peran Ibu Sebagai Penyelenggara Aktivitas Agama Menurut Perspektif Hindu

 Peran ibu sebagai penyelenggara Aktivitas Agama, dalam keluarga Hindu sangat jelas Tampak, karena sebagaian besar dilaksanakan oleh para wanita atau kaum ibu-ibu. Akan hal ini sesuai dengan tuntunan petunjuk suci pustaka Manawadharmasastra III dalam sloka 55, 56, 57, 58, menyatakan sebagai berikut:




Pitrbhir bhratrbhic



Caitah patibhir dewarais tatha

Pujya bhusayita wyacca

Bahu kalyanmipsubhin.

Terjemahan:

Wanita harus dihormati dan disayangi oleh ayah-ayahnya, kakak-kakaknya, suami dan ipar-iparnya yang menghendaki kesejahteraan sendiri.

Kemudian Sloka 56 berbunyi demikian:

Yatra naryastu pujyante

Ramante tatra dewatah

Yatraitastu na pujyante

Sarwastaraphalah kriyah

Terjemahan:

Dimana wanita dihormati, disanalah para Dewa-Dewa merasa senang, tetapi dimana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun yang akan berphala.

Berikutnya Sloka 57 berbunyi demikian:

Cocanti jamayo yatra

Winacyatyacu tatkulam

Na cocanti tu yatraita

Wardhate taddhi sarwada

Terjemahan:

Dimana warga wanitanya hidup dalam kesedihan, keluarga itu cepat akan hancur, tetapi dimana wanita itu tidak menderita, keluarga itu akan selalu bahagia.

Selanjutnya Sloka 58 berbunyi demikian:

Jamayo yani gehani

Capantya patri pujitah

Tani krtyahatanewa

Winacyanti samantatah

Terjemahan:

Rumah diaman wanitanya tidak dihormati sewajarnya, mengucapkan kata-kata kutukan, keluarga itu akan hancur seluruhnya, seolah-olah dihancurkan oleh kekuatan gaib.

Berdasarkan pada tuntunan pustaka suci tersebut, bila disesuaikan dengan kenyataannya, memang besar kebenaranya, karena sebagain besar aktivitas agama, ditangani oleh para ibu-ibu.

Lebih jauh dalam pustaka suci Manusmerti XI sloka 28, juga ada dinyatakan sebagai berikut:

Apatyam dharmakaryanicucrusaaratiruttama

Daradhinastathaaswargahgahpitrinam atmanacca ha.

Terjemahan:

Anak-anaka, upacara agama, pengabdian kebahagian rumah tangga, surge untuk leluhur maupun untuk diri sendiri (semua) didukung oleh istri.

Pengamalan dari tuntuna-tuntunan pustaka suci tersebut, dalam kehidupan ibu sebagai penyelenggara aktivitas agama pada keluarganya, diwujudkan dalam pelaksanaan-pelaksanaan upacara, misalnya setelah selesai memasak di dapur sebelum makan, diselengarakan upacara Jadnya Sesa dengan mempersembahkan banten jotan atau saiban, yang terdiri dari hasil masakan berupa sesuap nasi lengkap dengan lauk pauknya. Upacara adalah salah satu kerangka agama Hindu yang paling kongkrit kegiatannya, yaitu merupakan suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan dirinya dengan Hyang Widhi Wasa melalui suatu persembahan berupa Yadnya. 

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Essensi daripada agama adalah Yadnya, yaitu suatu persembahan atau korban suci yang didasari dengan pikiran yang tulus ikhlas terhadap Hyang Widhi beserta manifestasi-Nya. Semua upacara itu dibuat berdasarkan Susila/Etika dan mempunyai inti hakekat yang terkandung di dalamnya yang disebut dengan Tattwa. Dengan demikian, maka pada setiap pelaksanaan upacara agama Hindu, sebenarnya ketiga kerangka agama yang terdiri dari Tattwa, Susila/Etika dan Upacara telah menyatu dilaksanakan, karena ketiga-tiganya itu merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak dapat dipisah-pisahkan. Bila dikaji secara mendalam, dalam pelaksanaan upacara Yadnya Sesa/Masaiban atau Ngejot itu, maka pelaksanaan Ngejot adalah upacara, yang diwujudkan berupa banten, sekaligus berfungsi sebagai alat atau sarana. Adapun waktu untuk mempersembhakannya yaitu setelah selesai memasak sebelum makan adalah susila atau etikanya, itu mempunyai makna mendahulukan Hyang Widhi Wasa/manifestasi-Nya yang telah membantu penyelesaian proses dari bahan mentah hingga menjadi masak dan siap untuk dimakan.

Kerangka Tattwanya terletak pada makna dan tujuan dari pelaksanaan upacara Yadnya Sesa itu, yaitu berfungsi sebagai uacapan terimah kasih manusia atas karunia Hyang Widhi/manifestasi Beliau, telah membantu dengan selamat kepada umatNya berupa perlindungan dalam bentuk makanan, untuk kesegaran dan kesehatan perkembangan tubuhnya.

Selain itu, juga bermakna untuk memohon maaf atas segala kesalahn, kekurangan yang mungkin diperbuat selama melaksanakan proses tersebut. Disamping itu juga Persembahan atau Yadnya itu merupakan wakil atau saran wujud nyata dari manusia untuk mengucapkan rasa terimah kasihnya, yang kesemuanya itu juga sarananya berasal dari segala ciptaan Beliau. Dengan demikian, maka fungsi pokok dari pelaksanaan upacara dan upakara itu adalah secara lahir untuk mewujudkan keseimbangan antara yang memberi dengan yang menikmati dan secara batin merupakan pengendalian hwa nafsu dari manusia terhadap Tuhan selaku sumber-Nya.

Pelaksanaan ini didasarkan atas tuntunan pustaka suci Bhagawadgita III dalam ajaran Karmayoga, yang termuat dalam sloka 10, 11,12,13,14 yang berbunyi sebagai berikut:

Sloka 10: 

Pada jaman dahuku kala prajapati menciptkan manusia dengan Yadnya dan bersabda; dengan ini engkau akan mengembang dan akan menjadi kamadhuk dari keinginanmu.

Sloka 11:

Dengan ini kamu memelihara para Dewa dan dengan ini pula para Dewa memelihara dirimu, jadi dengan saling memelihara satu sama lain, kamu akan mencapai kebaikan yang maha tinggi.

Sloka 12:

Dipelihara oleh yadnya, para dewa akan memberi kamu kesenangan yang kau ingini. Ia yang menikmati pemberian-pemberian ini, tanpa memberikan balasan kepada-Nya adalah pencuri.

Sloka 13:

Orang-orang yang baik yang makan apa yang tersisa dari Yadnya, mereka itu terlepas dari segala dosa. Akan tetapi mereka yang jahat yang menyediakan makanan untuk kepentingan sendiri mereka itu adalah makan dosanya sendiri.

Sloka 14:

Dari makanan makhluk menjelma, dari hujan lahirnya makanan dan dari yadnya muncullah hujan dan dari yadnya lahir dari pekerjaan.

Demikian dasar-dasar dari pelaksanaan upacara-upacara yang dilaksanakan dengan yadnya, sehingga bila hal itu disimpulkan, bahwa hidup ke dunia ini adalah merupakan yadnya, maka itu harus ditempuh dengan beryadnya pula, karena Hyang Widhi yang merupakan sumbernya ini melaksanakan semua yang ada di muka bumi ini beserta segala isinya, adalah melalui Yadnya pula.

Mengenai tempat-tempat mempersembahkan banten jotan, saiban atau yadnya sasa itu, dalam pustaka suci Manawadharmasasstra III sloka 68 dan 69 dijelaskan bahwa:

Sloka 68:

Seorang kepala keluarga mempunyai lima macam tempat penyembelihan yaitu tempat masak, batu pengasah, sapu, lesung dengan alunya, tempayan tempat air, dengan pemakaian mana ia diikat oleh belenggu dosa.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Sloka 69:

Untuk menebus dosa yang ditimbulkan oleh pemakaian kelima alat itu, para Maha resi telah menggariskan untuk para kepala keluarga agar setiap harinya melakukan Panca Yadnya.

Melalui pengamalan upacara Yadnya Sesa/Masaiban atau Ngejot itu, tiap keluarga setiap harinya telah melaksanakan secara rutin, dan malahan jumlah yang dipersembahkan bukan lima buah saja, kadang-kadang keluarga yang kecil saja bisa sampai membuat di atas dua puluh lima buah, apalagi kalau keluarga yang besar, sudah tentu lebih banyak dari jumlah itu, sampai satu tempeh atau satu nyiru. Banten jotan itu dipersembahkan berkeliling di semua tempat yang diyakini membantu dalam kehidupannya, yaitu dari tempat suci, tempat hidup, bekerja sampai ke tempat-tempat pembuangan sampah/Song Sombah yaitu saluran air keluar dari rumah pekarangan keluarga.

Penyelenggaraan upacara agama tersebut umumnya ditempuh melalui jalan Bakti Marga dan Karma Marga. Dilain pihak juga bagi mereka yang batinnya sudah kuat dan pengendalian dirinya sudah tinggi, maka jalan Jnana Marga dan Raja Marga ada pula pula yang melaksanakan, yaitu melalui berdoa dan memakai mantra. Ajaran agama Hindu memang sangat luwes, dapat dilaksanakan sesuai dengan Desa (tempat), Kala (waktu) dan Patra (keadaan) dan dalam tingkatan yang kecil (nista), Madia (menengah) dan Utama ( besar), karena ajarannya mengatasi ruang dan waktu sifatnya. Untuk keluwesan ini pustaka suci Bhagawadgita Bab IV sloka 11 menyebutkan sebagai berikut:

"Dengan jalan bagaimana pun orang-orang mendekati, dengan jalan yang sama itu juga, Aku memenuhi keinginan mereka. Melalui banyak jalan manusia mengikuti jalanKu, O Partha.

Berikut ini untuk tuntunan beberapa mantra atau doa untuk pelaksanaan makan, setelah mempersembahkan Yadnya Sesa, patut pula diberikan oleh para ibu dan dilatihkan pada anak-anaknya secara berkelanjutan, adalah sebagai berikut:

Mantra Saat Duduk Menghadapi Makanan/Hidangan

"Om purnam adah purnam idam

purnat purnam udasyate

purnasya purnam adaya

purnam evawasisyate"

Terjemahan:

"Om Hyang Widhi yang Maha Sempurna dan yang membuat alam ini sempurna. Engkau Maha Kekal. Hamba dapat Makanan yang cukup berkat anugrahMu, hamba menghanturkan terimah kasih".

Mantra Sebelum Memulai Mencicipi Makanan

"Om Anugraha Amrtadi Sanjiwani ya Namah Swaha"

Terjemahan: 

"Om Hyang Widhi, semoga makanan ini menjadi penghidup hamba lahir dan batin serta suci".

Mantra Selesai Makan

"Om dirghayur astu, awighnamastu, subham astu,

Om Criyam bhawantu, sukham bhawantu, purnam

bhawantu, ksama sampurna ya namah swaha.

Om Santi Santi Santi Om"

Terjemahan:

"Om Hyang Widhi, semoga makanan yang masuk ke dalam tubuh hamba, memberikan kekuatan dan keselamatan, panjang umur dan tidak mendapatkan sesuatu halangan apapun. Om Hyang Widhi damai di hati, damai di dunia dan damai selamanya.

Swadharma Ibu sebagai Penyelenggara Aktivitas Agama adalah sangat dominan yaitu dari membuat, mempersembahkan dengan doa atau mantra, yang pada dasarnya adalah untuk memohon keselamatan diri pribadi dan keluarga serta leluhur di dalam keluarganya tiap-tiap hari.

Di samping melaksanakan mesaiban/ngejot, juga pelaksanaan upacara persembahyangan Trisandhya yaitu sebanyak tiga kali sehari pada pagi, siang dan soreh/malam hari. Untuk menuntunya di sekolah juga telah dilaksanakan oleh Bapak/Ibu Guru, namun untuk di rumah juga perhatian dari ibunya sangat diperlukan, karena kesemuanya itu adalah bertujuan untuk memohonkan keselamatan atas segala ciptaan beliau di dunia tiga lain, yaitu di atas, tengah dan bawah, yang merupakan lingkungan hidupnya manusia, agar tetap diberikan kedamaian sepanjang masa.

Dagang Banten Bali


Selain itu juga swadharma ibu di keluarga menyelenggarakan aktivitas agama untuk upacara-upacara yang sifatnya berkala, misalnya setiap kliwon yaitu Masegeh (mempersembahkan korban suci berupa suguhan nasi dengan lauk pauk bawang merah, jahe dan garam) kepada para Bhutakala, yang mungkin mengganggu kelalaian manusia dalam kehidupannya. Di samping itu juga upacara-upacara Kajeng Kliwon, Purnama, Tilem, Anggara Kasih, Buda Kiliwon, Buda Cemeng, Tumpek, Saraswati, Pagerwesi, Galungan, Kuningan, Tawur Ka Sanga menjelang hari Raya Nyepi dan lain sejenisnya, sesuai dengan Desa, kala dan Patra.

Untuk perwujudan upacara-upacara tersebut, sudah tentu didahului dengan berbagai persiapan-persiapan seperti membuat jajan, majajahitan, matanding (mengatur semua sarana upakara menjadi banten) dan langsung mempersembahkan sampai selesai.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Untuk kesemarakan pelaksanaannya, disertai pula dengan Kidung Wargasari, yang juga sebagian besar didukung oleh para ibu-ibu dan kaum wanita lainnya seperti yang masih remaja-remaja. Untuk kelangsungannya juga kepada generasi penerus, patut di bimbing oleh para kaum ibu di masing-masing keluargannya.

Khusus untuk upacara yang erat kaitannya dengan manusia dari lahirnya hingga dewasa dan tua, ada beberapa upacara penting yang patut diselenggarakan oleh ibu-ibu terhadap anak atau anggota keluargannya yang disebut daur ulang atau Manusa Yadnya itu adalah:

1. Upacara bayi lahir.

2. Upacara Kepus puser/Panelahan.

3. Upacara bayi 12 hari/ngelepas hawon.

4. Upacara Turug Kambuhan/42 hari.

5. Upacara Nyambutin/3 bulan.

6. Upacara Oton.

Upacara Oton ini diwajibkan setiap enam bulan sekali supaya tetap diperingati, karena bertepatan dengan hari lahir yang tepat dengan hari, (sapta wara), Pancawara dan Wuku, untuk mohon tuntunan kehadapan Hyang Widhi/manifestasi-Nya dari leluhur kepada yang turun menjelma.

Semua upacara-upacara tersebut, bertujuan untuk membersikan dan menyucikan diri pribadi secara lahir dan batin yang dimohonkan kehadapan Hyang Widhi sebagai sumber-Nya.

Demikianlah Swadharma Ibu sebagai Penyelenggara Aktivitas Agama, yang selalu sibuk dalam kehidupannya sehari-hari, semata-mata untuk mengabdikan dirinya kepada keluarganya secara lahir dan batin. 




Referensi: https://www.mutiarahindu.com/2020/10/peran-ibu-sebagai-penyelenggara.html



Sri Arwati, Dra Ni Made.2016. Ibu dalam Keluarga Hindu. Denpasar: ESBE buku.

Pandangan Hindu Mengenai Kehamilan dan Kelahiran

 



Pernikahan menyatuhkan seorang pria dan wanita dan meraka memulai sebuah hidup baru dimana mereka saling melengkapi. Hindu percaya bahwa baik pria maupun wanita tidaklah lengkap. Bersama-sama mereka menciptkan gambar yang utuh. Ini adalah langkah pertama dalam membentuk keluarga.


Tujuan terpenting dari pernikahan adalah untuk menghasilkan anak-anak. Setiap pasangan ingin memiliki anak-anak yang cakap, sehat, cerdas, yang memiliki nilai-nilai moral yang tinggi dan memberi kebanggaan dan kebahagiaan (Bhalla, 2010 : 159).

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Merupakan hal yang alami bila pria dan wanita intim secara fisik, pada saat tertentu sang wanita akan mengandung dan melahirkan anak. Tetapi tidak semua anak memiliki kualitas yang diinginkan orang tuanya.



Foto: Caturyudiantara

Dipercaya bahwa bila seorang pria dan wanita menginginkan seorang anak yang cakap itu harus direncanakan dengan baik.


Perencanaan tidak hanya menyangkut tentang waktu yang tepat saat pasangan tersebut sudah siap untuk memiliki anak, tetapi juga keselarasan fisik dan emosi antara keduanya.


Keduanya harus mencita-ciatakan sebuah keluarga bahagia. Keselarasan emosi inni akan menurun pada anak. Adalah karena alasan ini Hindu mennnyebut putra sebagai atmaj dan seorang putri sebagai admaja, yang mana keduanya berasal dari kata atma (jiwa) atau diri. Baik putra maupun putri berhubungan dengan diri.



Dalam Smriti Sangrah ada sebuah referensi mengenai kehamilan yang berbunyi demikian:


“Sebuah penyatuan yang direncanakan pada pasangan, akan memastikan kehamilan yang pantas sehingga akan menghasilkan anak yang cakap. Kualitas-kualitas negative dalam semen dan ovum akan menjadi tidak efektif. Sebuah kehamilan yang baik adalah hasil dari pengertian dan perencanaan mutual”.

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

Penelitian medis telah menyatakan bahwa keadaan mental pria dan wanita saat melakukan hubungan intim mempengaruhi karakteristik yang dibawa melalui semen dan ovum. Seorang anak merupakan cerminan dari ikatan emosional ayah dan ibunya, (Bhalla, 2010 : 160).
Dalam Sushrat Samhita, Sharir, 2/46/50, dikatakan:


“Tergantung pada diet, temperamen, dan kelakuan pria dan wanita saat melakukan hubungan intim, putra yang terlahir dari penyatuan seperto itu juga akan memiliki temperamen yang sama”.


Dewa Dhanvantri mengatakan bahwa tergantung pada jenis pria yang bagaimana yang diinginkan wanita saat melakukan hubungan intim di antara siklus menstruasi, ia akan dianugerahi dengan seorang putra.


Bila seorang putra ingin agar anaknya cakap seperti suaminya. Atau gagah berani seperti Abhimanyu, ia harus membayangkan mereka.


Bila ia ingin anaknya berbakti seperti Dhruva, atau memiliki pengetahuan jiwa seperti Janak atau murah hati seperti Karan, ia harus melihat gambar-gambar orang-orang hebat ini.


Dengan pikiran murni ia harus memikirkan mereka dan melakukan hubungan intim pada saat yang tepat. Cipercaya bahwa saat yang paling tepat untuk melakukan hubungan intim adalah antara jam 12 malam sampai jam 3 pagi. Seorang anak dihasilkan pada waktu ini akan menjadi anak religious dan berbakti kepada Brahman.

Dagang Banten Bali


Berseberangan dengan banyak keyakinan, dalam jalan hidup Hindu, hubungan seksual antara pasangan dianggap sebagai sebuah tanggung jawab suci. Pasangan harus memikirkan Dewa dan Dewi pujaan mereka serta meminta anugrah mereka. Dengan demikian, mereka akan dianugerahi anak-anak yang baik Bhalla, 2010 : 161).


Dalam Brihadaranyak, 6/4/21, disarankan bahwa sebelum melakukan hubungan intim dengan tujuan untuk memperoleh kehamilan, Brahmin, Kshatriya dan Vaishya harus membaca mantra:

CARA MUDAH DAPAT UNTUNG DARI TRADING FOREX KLIK DISINI

“Wahai Dewa Siniwali! Wahai Dewi Prathustuka yang berbokong besar! Anugerahilah wanita ini agar ia bisa mengandung. Semoga kehamilannya disucikan oleh kedua Ashvani Kumar dan dihiasi dengan rangkaian bunga teratai”.


Agar dapat dianugrahi dengan anak-anak baik, beberapa larangan juga harus diterapkan dalam hubungan fisik antara pasangan. Sebagai contoh, seorang tidak boleh melakukan hubungan intim saat ia tidak bersih atau selama siklus mestruasi.


Juga dikatakan bahwa melakukan hubungan intim di pagi hari atau sore hari tidaklah baik. Juga dianjurkan agar seseorang tidak mengandung pada saat khawatir, takut, marah, dan dalam keadaan mental yang tidak stabil. Anak-anak yang dikandung pada keadaan yang disebutkan di atas akan memiliki watak dan kebiasaan yang buruk.



RELATED:
Peran Ibu Sebagai Penyelenggara Aktivitas Agama Menurut Perspektif Hindu
Konsep Arca Menurut Veda dan Susastra Veda
Perang Asimetris Dari Mahabharata Hingga Kini
Raksasa Hiranyakashipu, putra Kashyap dan istrinya Diti, terlahir sebagai raksasa karena ia dikandung pada sore hari. Hubungan fisik juga dilarang pada saat hari-hari shraddh, saat upacara religious dilaksanakan atau pada saat maam muda Bhalla, 2010 : 162).


Hubungan seksual yang baik merupakan sesuatu yang penting dalam jalan hidup Hindu. Dalam Bhagavad Gita 7.11 dijelaskan:


“Balam Balavatam Caham Kama-Raga-Vivarjitam Dharmaviruddho bhutesu kamo ‘smi bharatarsabha”


Artinya:


“Aku juga adalah kekuatan dari orang-orang perkasa, bebas dari nafsu dan keinginan. Dan, wahai yang terbaik dalam keturunan bangsa Bharata, Aku adalah hawa nafsu yang ada dalam diri setiap makhluk yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip suci".


Referensi https://www.mutiarahindu.com/2018/06/padangan-hindu-mengenai-kehamilan-dan.html


Darmayasa. 2014. Bhagavad-gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam.
Bhalla. Prem P. 2010. Tata Cara, Ritual dan Tradisi Hindu (Editor: I Ketut Donder/ Alih Bahasa: Diah Sri Pandewi). Surabaya: Paramita.