Tersebutlah zaman dahulu, keadaan dunia masih kosong bagaikan perahu yang terombang-ambing yakni di tanah Bali dan Selaparang,
sirna semua yang ada di jagat Bali ini.
Adapun ceritanya: semula ada
Demikian keberadaan gunung itu, yang pada hakikatnya sebagai kunci penguat jagat Bali sejak zaman dulu. Itu sebabnya terasa sulit
menjaga Bali ini. Bersedihlah Hyang Tri Nayana menyaksikan Bali ini bagaikan pralaya (kiamat). Segera berupaya mencabut puncak Gunung
sebagai dasar gunung, Hyang
Hampir sama dengan perihal ketika para dewata memutar Gunung
#Mandara di lautan susu (
#Ksirà rnawa). Demikian cerita kedua pulau itu(
#Bali, Lombok). Entah berapa lamanya, bertepatan
#Wesakyam_Ghni_Bhudara (Isaka ..13), meletus Tohlangkir (Gunung Agung), muncullah #Bhatara_Tri_Purusa, yakni : Bhatara Hyang #Aghni_Jaya
berstana di Pura #Lempuyang,
Bhatara #Putra_Jaya yang juga
bergelar Bhatara Hyang #Mahadewa berstana di Pura #Besakih, dan Bhatari Hyang #Dewi_Danuh beristana di Pura #Ulun_Danu_Batur.
Ada lagi putra Hyang #Pasupati, ditugaskan menjaga jagat Balibergelar Sang Hyang #Tri_Purusa, seperti Bhatara Hyang #Tugu
berstana di Gunung #Andakasa, Bhatara Hyang #Tumuwuh berstana
di Gunung #Watukaru, Bhatara Hyang #Manik_Gumawang di Gunung #Bratan, dan Bhatara Hyang #Manik_Galang
(#Corong) di #Pejeng.
Entah berapa lama beliau berstana di Sad Kahyangan dan disembah jagat Bali, ceritakan kini pada #siwa_kuje_Julung_Mrik yang bernama Anggara Kliwon #Julungwangi, #Sadara
#marga_uttara_badrawada, bernama sasih Karo, ketika Hyang Surya bergerak ke utara, bertepatan pada
#sukla_pawaka_bhudara, yakni
pananggal ke-13 (tahun Candra
Sangkala: #swanita_kala_bhumi
#sirsaya_janma) bernama #rah (satuan) 8, #tenggek (puluhan) 1 (#Naga wulan witangsu Udaning Jagadhitaya) atau
tahun Isaka 18. Ketika itu Bhatara Hyang #Aghni_Jaya dan Bhatara Hyang #Putra_Jaya beryoga dan meletuslah Hyang #Tohlangkir (Gunung Agung) mengeluarkan lahar api membasmi segala yang
dilaluinya. Kemudian menjadi
sungai yang dinamai #Lwah_Embah_Ghni hingga kini. Berkat yoga Bhatara Hyang Putra Jaya lahirlah putranya yang tertua bernama Bhatara #Ghana. Adiknya bernama Bhatari #Manik_Ghni. Berkat
yoga Bhatara Hyang Ghni Jaya lahir putranya empat orang, yakni Sanghyang Sri #Mahadewa bergelar
Mpu #Witta_Dharma, Sanghyang #Sidhi_Mantra yang sangat sakti, #Sang_Kulputih, serta yang terbungsu bernama Ratu Sakti menjadi raja di
#Madura. Berkat yoga Mpu #Witta_Dharma, lahir seorang putra bernama Mpu #Bajra_Satwa, bergelar
Mpu #Wira_Dharma. Adapun adiknya bernama Mpu #Dwijendra bergelar
Mpu #Raja_Kretta. Ceritakan berkat yoga yang dilakukan Mpu #Dwijendra, lahir empat orang putra, yakni (1) Mpu #Gagak_Aking, (2) Mpu
#Bubuk_Sah, (3) Mpu #Brahma_wisesa,
dan (4) Mpu #Lingga_Nata.
Hentikan beliau yang demikian itu, ceritakan berkat yoga beliau Mpu #Bajra_Satwa yang bergelar Mpu #Wira_Dharma, lahir seorang putra
bernama Mpu #Tanuhun yang juga bernama Mpu #Lampitha. Adapun dari yoganya Mpu #Tanuhun lahir lima orang putra, yakni: (1) Sang Brahmana Pandita, (2) Mpu #Sumeru,
(3) Mpu #Ghana, (4) Mpu #Kuturan, dan (5) Mpu #Baradah. Kelimanya
disebut panca pandita atau #panca_tirta dan #panca_dewata. Semuanya
menghadap Bhatara #Gana dan Bhatari #Manik_Ghni yang berada di Gunung Sumeru seraya melakukan yoga semadi menghadap anugrah Bhatara Hyang #Pasupati. Ada kata
#bhisama Bhatara Hyang #Pasupati kepada Bhatara Hyang Panca Tirta
sebagai berikut. “Oh cucuku
sekalian, dengarkanlah baik-baik, jangan lupa terhadap perilaku seorang pendeta, yang taat akan #tutur_kamoksan dan #kebenaran_aksara. jika begini mestinya begini, jika begitu mestinya begitu. Yang
terpenting anugrah beliau, adalah segala ilmu yang tersurat dalam #Sanghyang_Manu, Tri Kaya
#Parisudha, dan #Tatwa_Dyatmika.
Kemudian jika ada keturunanmu, sampaikan juga #bhisamaku ini, untuk mengingatkan perilaku seorang pendeta utama. Jika ada
keturunanku melanggar, tidak #hirau isi lontar (#lepihan), ia bukan keturunanmu. Semoga ia kalah dan turun #wangsanya”. Demikian anugrah serta bhisama Bhatara Hyang Pasupati kepada Panca
Pandita, sepi bagaikan diperciki #tirta_amerta kamandalu setelah merasuk ke ubun-ubunnya. Hentikan dan diganti ceritanya, tersebutlah entah berapa lamanya
#Sang_Panca_Pandita berada di #bumi_Jawa. Ceritakan kini telah berada di #jagat_Bali. #Sang_Brahmana_Pandita
memperistri putri #Bhatari_Manik_Ghni, hingga bergelar Mpu #Ghni_Jaya_Sakti. Kemudian berputra tujuh
orang yang disebut #Sapta_Rsi, yakni:
(1) Mpu #Ketek, (2) Mpu #Kananda, (3)
Mpu #Wiradnyana, (4) Mpu #Wita_Dharma, (5) Mpu #Ragarunting, (6)Mpu #Prateka, dan (7) Mpu #Dangka.
Adapun Mpu Ghni Jaya Sakti datang ke tanah Bali pada Kamis Umanis #Dunggulan, tahun #Isaka 928,
mendirikan parhyangan di
#Lempuyang Madya. Sementara Mpu #Sumeru datang ke tanah Bali pada
Jumat Kliwon #Pujut, purnama #Kaulu, tahun Isaka 921 berstana di #Besakih. Adapun Mpu #Gana turun ke tanah Bali pada Senin Kliwon #Kuningan, tahun Isaka 923, berstana
di #Gelgel. Adapun #Mpu_Kuturan
datang ke tanah Bali pada Rabu Kliwon #Pahang tanggal 6 Isaka 923 berstana di #Silayukti Padangbai. Mpu #Baradah tidak ikut datang ke
Bali, beliau berstana di #Lemah_Tulis #Pajarakan sebagai pendeta oleh
sang prabu di kerajaan #Kediri (Jawa).
Hentikan yang demikian, kini
ceritakan sang #Sapta_Rsi telah
mempunyai keturunan, seperti
tersurat dalam lepihan (lontar),
Adapun kini disebutkan Mpu #Witta_Dharma, putra keempat dari Mpu_Ghni Jaya mempersunting putri #Mpu_Darmaja bernama Dewi #Darmika. Datang ke Bali dan menetap di #Lempuyang Madya berbakti dan
memelihara parhyangan Bhatara Kawitan Hyang #Abra #Sinuhun.
Kemudian berkat keutamaan
yoganya, muncul tirta Tunggang
(tirta utama) dari kemaluannya
sebagai tirta pangentas orang mati. Entah berapa lama fase #grehasta yang dijalaninya, lalu melahirkan seorang putra diberi nama Mpu
#Bajra_Sandi_Wira_Dharma. Adapun Mpu Bajra Sandi Wira Dharma sebagai suami putri Mpu #Siwa_Gandu yang bernama #Dewi_Giri_Nata
melahirkan tiga putra laki, yang
tertua Mpu #Lampitha, yang
menengah Mpu #Adnyana atau
bergelar Mpu #Pananda, dan
terbungsu adalah Mpu #Pastika. Adapun Mpu Pastika dan Mpu Pananda dijadikan murid oleh #Mpu_Kuturan. Keduanya tiada pernah
kawin (sukla #brahmacari), turut di Silayukti Padang. Sedangkan Mpu Lampitha dijadikan suami oleh #Ni_Ayu_Subrata melahirkan seorang putra bernama Mpu #Dwijaksara. Adapun Mpu Dwijaksara berputra Mpu #Jiwaksara, yang kemudian
bernama #Ki_Patih_Wulung.
Ceritakan kini pada tahun Saka
1246, zaman pemerintahan Sri #Aji_Tapa_Wulung di Bali pulina bergelar
#Sri_Aji_Gajah_Waktra dan Sri #Aji_Gajah_Wahana nama lain beliau. Sebagai patih agung adalah #Kriyan_Pasung_Grigis keturunan Sanghyang
#Sidhi_Mantra_Sakti dan Kriyan #Kebo_Iwa sebagai adipati, didampingi oleh para mantri lainnya seperti Ki #Patih_Wulung, Ki #Wudug_Basur, Ki #Kala_Gemet, Ki #Tumenggung serta empat mantri andalan, yakni Ki #Tunjung_Tutur di #Karangasem, Ki #Tunjung_Biru di #Tenganan, Ki #Kopang di #Seraya, Ki #Bwahan di
#Batur, Ki #Walung_Singkal di Taro, Ki #Tambiak di #Badung, Ki #Girik_Mana di
#Buleleng, dan Ki #Ularan di
#Kalopaksa. Demikian banyak bala mantri yang memperkuat raja dalam memegang tapuk
pemerintahan di #Bali_Pulina. Entah berapa lama beliau memerintah, kemudian beliau melaksanakan yajna #Eka_Dasa #Rudra di #Besakih
didamping oleh Sang Sapta Rsi. Tak disebutkan keagungan yajna, kini setelah yajna usai negeri menjadi tentram karena kebijakan beliau memerintah. Rasa bahagia di dunia seakan mengalir. Itu sebabnya
beliau diberi gelar Sri Aji Dalem #Asta_Sura_Bumi_Banten. Demikian sejarahnya seperti tersurat dalam lepihan (lontar).
Kembali kini ceritakan tentang Mpu Dwijaksara yang datang ke Bali tahun Saka 1265. Atas permohonan Mahapatih Gajah #Mada untuk menata jagat Bali setelah kekalahan raja Sri Aji Dalem #Bedahulu oleh
#Majapahit dan tidak ada yang
memerintah di jagat Bali. Setibanya di tanah Bali segera membangun parhyangan di #Gelgel bernama Pura
#Panganggihan_Batur_Gelgel.
Disebutkan bahwa beliau punya seorang putra bernama Mpu #Jiwaksara dan bergelar Ki Patih #Wulung. Kemudian beliau beristrikan #Ni_Ayu #Swara_Reka, menurunkan dua orang putra yang tertua bernama #I_Gusti_Smaranata
dan adiknya bernama #I_Gusti
#Bandesa_Manik. Adapun I Gusti Smaranata beristrikan Ni #Ayu_Rudini menurunkan seorang putra bernama I Gusti #Rare_Angon. Adapun Ki Gusti Bandesa Manik beristrikan Ni #Luh_Ayu_Manik_Hyang
menurunkan Ni Luh Ayu Made
#Manikan dan dijadikan istri oleh Ki Gusti #Rare_Angon.
Ceritakan I Gusti Bandesa Mas
sebagai Bandesa di desa Mas tahun Saka 1257, menetap di #Taman_Pule. Kemudian menurunkan tiga orang,
yang tertua bernama I Gusti
Bandesa Mas, yang menengah
bernama Ni Luh Made Manikan, dan terbungsu bernama Ni Luh
#Nyoman_Manikan. Adapun I Gusti Rare Angon, dari istri beliau I Gusti Bandesa Manik melahirkan tiga
orang putra, yakni: (1) I Gusti #Pasek_Gelgel, (2) I Gusti Pasek #Denpasar, dan (3) I Gusti Pasek #Tangkas. Lagi I Gusti Rare Angon yang istrinya dari
#Tohjiwa berputrakan tiga orang, yakni (1) I Gusti Pasek #Tohjiwa, (2) I Gusti Pasek Nongan, dan (3) I Gusti
Pasek #Prateka. Enam orang putra dari Gusti Rare Angon dan tujuh hingga I Gusti Bandesa Mas menjadikan sebutan #Pasek_Sanak_Pitu di dunia ini. Adapun I Gusti
Bandesa Mas menurunkan tiga
orang putra, yang tertua bernama Pangeran Bandesa Mas di Banjar #Tarukan, Taman Pule Desa Mas #Gianyar, yang menengah Bandesa
Mas di Desa Gading Wani #Jembrana, dan terbungsu Bandesa Mas di Desa
#Mundeh Kaba-Kaba Tabanan.
Hentikan lagi cerita itu, kini
ceritakan ketika pemerintahan Sri Aji Dalem #Waturenggong pada tahun Saka 1382 sebagai raja Bali. Beliau sakti mandraguna, gunawan
penegak dharma dan bijaksana, seorang raja yang disegani rakyat sehingga banyak negeri tetangga
tunduk kepada raja, seperti #Sasak, #Sumbawa, #Bone, #Blambangan, dan #Puger. Tetapi negeri #Pasuruan
belum kalah olehnya. Itu sebabnya raja mengadakan rapat besar mengundang para bahudanda mantri seperti Rakyan #Patandakan,
#Manginte, #Batan_Jeruk, #Panyarikan_Dauh_Bale_Agung, #Gusti_Jelantik, Sanak Pitu Pangeran #Pasek_Gelgel
dan Pangeran #Bandesa_Mas berikut punggawa dan prajuru, disaksikan oleh purahita Siwa-Budha. Karena teringat akan yang terdahulu, adanya duta baginda raja menyerang Sri Aji Pasuruan yang dipimpin Arya Patih Ularan, Arya #Kuta_Waringin, Arya #Manguri, Arya #Delancang, dan Arya #Muda. Ada lagi
tentang masalah pada diri Pangeran Pasek dan Pangeran Bandesa, yang zaman dulu sebagai senapati perang oleh #Dalem_Sri_Kresna_Kapakisan. Tak disebutkan perihal duta perang di #Pasuruan, akhirnya kalah Sri Aji Pasuruan, namun tetap tidak mau diajak ke Bali. Betapa marah Patih Ularan segera dipenggal kepala Sri Aji Pasuruan dan dibawa ke Bali, berikut seluruh kekayaan istana dihaturkan kepada
raja Bali, sebagai bukti beliau telah mengalahkan negeri Pasuruan. Setibanya Ki Patih Ularan dan kedua Pangeran seperti Pangeran Pasek
Gelgel dan Pangeran Bandesa di balairung, lalu bersujud kepada Dalem seraya berkata: “hamba mohon maaf sebagai abdimu, kini telah berhasil mengalahkan negeri
Pasuruan, seperti Sri Aji Pasuruan, telah dipenggal kepalanya olehku, ini hamba serahkan kepada paduka”. Pangeran Bandesa juga
berkata: “Oh paduka, hamba telah hancurkan istana Pasuruan yang dilapisi permata, dan kini telah
mampu hamba raih sebagai bukti mengalahkan kerajaan Sri Aji Pasuruan”. Ketika Kriyan Ularan dan Pangeran Bandesa mengatakan semua itu, raja terdiam bisu bagaikan tertindih gunung mendengarkannya. Wajah beliau merah bagaikan api menyala karena
sangat marahnya. Segera turun dari kursi langsung masuk istana dan menutup pintu. Ada terdengar kata-kata beliau: “ Hai kamu Kriyan Ularan, ada bisama/putusanku kepadamu, kini kamu tak bisa menghadap aku, karena dosamu yang amat berat terhadap kakakku Sri Aji Pasuruan. Ini ada pemberianku padamu, rakyat dua ratus orang, sawah dua ratus sikut.
Pergilah kamu dari sekarang. Aku harap kamu menuju #Patemon sebelah selatan bukit (Singaraja). Jangan kamu menghadap aku. Dan kamu Pangeran Bandesa, karena
telah mengambil permata mas
manik di gapura Pasuruan, mulai sekarang kamu bernama Pangeran Bandesa Manik Mas hingga keturunanmu seterusnya. Tidak kena hukuman mati, jika dosa
sangat berat harus diusir. Jika salah usir wajib dimaafkan. Sekarang juga
pikiranku padamu Pangeran Pasek Gelgel, karena kamu masih satu berkat Kriyan Patih Ulung dulu, senantiasa berbakti padaku. Aku beri rakyat sama-sama seratus
orang, sawah masing-masing seratus wit, dan ladang seratus wit, wajib diterima olehmu sekeluarga hingga keturunanmu”. Demikian kata
Dalem tersurat dalam lepihan.
Kemudian Pasek Gelgel dan
Bandesa Manik Mas membangun rumah di Sweca Lingga Pura (Klungkung) bernama Jero Kuta
sebelah selatan Puri Agung,
diperkuat oleh dua ratus orang
rakyat bersama Pangeran Mas
sebagai pemuka Desa Gelgel atas perintah Sri Aji. Sangat utama dan berkembang keturunannya, didampingi oleh para mantri, dibantu para pemuka desa, seperti I Gusti Agung, I Gusti Nginte, I Gusti
Jelantik, I Gusti Pinatih, I Gusti
Panyarikan Dauh Bale Agung, I Gusti Lanang Jungutan, I Gusti Tapa Lare, I Gusti Kaler, I Gusti Lod, I Gusti Pangyasan, dan I Gusti Batan Jeruk. Itulah seluruh arya di Gelgel dan
para pangeran, yakni: I Gede Pasek Gelgel, I Gede Bandesa Manik Mas, I Gede Dangka, I Gede Gaduh, I Gede Ngukuhin, I Gede Tangkas Kori Agung, I Gede Kubayan, I Gede Mregan, dan I Gede Abyan Tubuh.
Lagi ada pangeran dari predana (wanita) Sri Aji, seperti I Gede Salahin, I Gede Cawu,
I Gede Moning, I Gede Lurah. Dan ada pangeran keturanan Sri Aji dari Dalem Tarukan, seperti Gede Sekar, Gede Pulasari, Gede Belayu, Gede
Babalan, Gede Bandem, dan Gede Dangin. Demikian banyak satria (pangeran) dan pemuka masyarakat yang ada di Gelgel.
Hentikan dan diganti ceritanya. Kini tersebutlah #Danghyang_Nirartha, seorang pendeta utama datang ke tanah Bali pada tahun Saka 1411 bersama istri dan putra-putranya, yakni: (1) Ida Ayu #Swabawa, (2) Ida #Kuluwan, (3) Ida #Lor, (4) Ida #Wetan,
(5) Ida Rai #Istri, (6) Ida #Tlaga, (7) Ida Nyoman #Kaniten. Adapun Danghyang Nirartha menaiki waluh kele / waluh pahit, istri dan putra-
putranya menaiki perahu bocor. Karena kesaktiannya segera sampai di Bali, istirahat di bawah pohon ancak. Kemudian didirikan parhyangan bernama Pura Ancak. Ada bisama/putusannya kepada keturunannya, tidak boleh makan #waluh seterusnya. Dikisahkan ke
arah timur perjalanan #Danghyang_Nirartha, tiba-tiba bertemu dengan seekor naga menganga bagaikan goa. Masuklah beliau, dan ada
telaga berisi bunga tunjung sedang mekar, ada yang putih, merah dan hitam. Lalu dipetik bunga itu. Baru keluar dari perut naga, sirnalah
naga itu, menyeramkan dan
berubah-ubah wajah Danghyang Nirartha, terkadang merah, hitam, dan putih silih berganti. Itu sebabnya pucat istri dan para putranya melihat sang rsi. Kemudian terlihat istrinya Sri Patni Kiniten demikian juga putra-putranya. Tetapi Ida Ayu Swabawa terlihat paling akhir dalam keadaan pingsan, karena diperdaya oleh orang desa di #Pagametan. Lalu marah sang Rsi seraya mengutuk orang Desa Pagametan menjadi
wong #samar bernama wong
#Sumedang berikut desanya
disirnakan. Demikian kisahnya.
Adapun Ida Ayu #Swabawa sirna sebagai dewa wong #Sumedang, berstana di Pura #Dalem_Mlanting disembah sebagai Dewa Pasar. Dan
beliau #Patni_Kaniten sirna di #Pulaki menjadi Bhatara Dalem #Pulaki. Demikian juga putranya yang bernama Ida Rai Istri, ketika mengikuti perjalanan Danghyang
Nirartha, lalu sirna di #Alas_Sepi
bernama #Suwung, disembah di #Pura_Griya_Tanah_Kilat Desa #Suwung Badung, bergelar #Bhatari_Ratu_Niyang_Sakti.
Ceritakan lagi perjalanan
#Danghyang_Nirartha, lalu tiba di Desa Gading Wani Jembrana, ketika penduduk desa kena gering gerubug tak bisa diobati. Di sanalah Bandesa Mas sebagai bandesa di Gading
Wani mohon kepada Rsi agar
berkenan mengobati penduduk
Desa Gading Wani. Tak lama dapat disembuhkan oleh kesaktian Danghyang Nirartha. Kemudian Ki Bandesa Mas Gading Wani didwijati oleh Danghyang Nirartha bergelar Ki
Dukuh #Macan_Gading. Sejak itu Danghyang Nirartha diberi gelar #Padanda_Sakti_Bawu_Rawuh, juga #Danghyang_Dwijendra. Di sana Bandesa Gading Wani
menghaturkan putrinya kepada
Danghyang Nirartha bernama #Ni_Jero_Patapan, serta dayangnya bernama Ni #Berit.
Entah berapa lama Danghyang
Nirartha berada di #gading_Wani, lalu
terdengar oleh Bandesa Mas di Desa Mas dan Bandesa Mas di Kaba-Kaba Tabanan akan kesaktian Danghyang Nirartha. Lalu mengutus seorang duta agar sang Rsi berkenan datang
ke Desa Mas. Tak disebutkan
perjalanan beliau, di tengah jalan dijemput oleh Ki Bandesa Mas di desa #Kaba-Kaba. Tetapi beliau tidak berkenan, karena Ki Bandesa Mas Kaba-Kaba memohon di perjalanan.
Namun, ada anugrah beliau berupa #Siwa-Lingga agar dipuja oleh penduduk setempat, kemudian didirikan Pura bernama Pura Griya
#Kawitan_Rsi hingga kini. Setelah demikian, lalu Danghyang Nirartha berjalan melewati Badung. Tak
dikisahkan. Kini diceritakan perihal Bandesa Mas sebagai Bandesa di Desa Mas bergelar Bandesa Manik Mas atas
anugrah Sri Aji dalem Waturenggong, ketika mengalahkan Sri Aji Pasuruan terdahulu bersama Pangeran Pasek Gelgel dan Arya Ularan. Dikisahkan sekarang Danghyang Nirartha setelah tiba di Desa Mas, dijemput oleh Bandesa Manik Mas, seraya dibuatkan griya (rumah) di #Taman_Pule Desa Mas.
Entah berapa lamanya, lalu
didwijati Bandesa manik Mas oleh Danghyang Nirartha. Ketika itu, Bandesa Manik Mas menghaturkan adiknya yang bernama #Ni_Luh_Nyoman_Manikan, diganti namanya menjadi
#Sang_Ayu_Mas_Genitir
sebagai istri Danghyang Nirartha. Kemudian menurunkan seorang putra bernama #Ida_Putu_Kidul.
Selanjutnya menurunkan Brahmana Mas di tanah Bali. Dari perkawinan Danghyang Nirartha dengan Jero Patapan, menurunkan seorang
putra bernama Ida Wayahan #Sangsi, juga bernama Ida #Andapan atau Ida
#Patapan. Juga beristrikan dayangnya yang bernama Ni Berit, menurunkan Ida wayan #Temesi atau Ida #Bendu
sebutan lainnya. Kemudian datang I Gusti Panyarikan Dauh Bale Agung sebagai duta Sri Aji Dalem #Waturenggong, agar Danghyang Nirartha berkenan menjadi Bhagawanta atau purahitanya. Itulah sebabnya Danghyang Nirartha sebagai pendetanya sang raja. Kemudian Sri Aji Dalem
mengadakan Yajna Homa, yakni #Aghni_Hotra, digelar oleh pendeta Siwa-Sogata, yakni Danghyang Nirartha dan #Danghyang_Astapaka.
dan didwijati Sri Aji dalem oleh
Danghyang Nirartha. Semakin kuat negerinya karena kesaktian sang raja menguasai jagat Bali. Hentikan sejenak dan diganti ceritanya, Dikisahkan Bandesa Manik Mas di Banjar Tarukan Taman
Pule Desa #Mas, menurunkan tiga orang putra, yakni: (1) Bandesa Mas di Taman Pule Desa Mas, (2) Bandesa Mas di Desa Lod Tunduh, (3) Bandesa Mas di Desa #Mawang Gianyar. Adapun Bandesa Mas di
Desa #Lod_Tunduh Gianyar
menurunkan keturunan di Desa
#Ungasan, Bandesa Mas di #Kesiman, Bandesa Mas di #Sangeh, Bandesa Mas di Desa #Abiansemal, dan Bandesa Mas di Desa #Pangastulan Buleleng. Adapun Bandesa Mas di Desa Mawang Gianyar menurunkan Bandesa Mas di desa #Wanayu Bedulu, Bandesa Mas di Desa #Celuk, Bandesa Mas ring Desa #Malinggih, Bandesa Mas di Desa #Paguyangan, dan Bandesa Mas di Desa #Sanur.
Hentikan cerita itu sejenak, kini
ceritakan entah berapa lama
Bandesa Manik Mas sebagai
pemuka Desa Mas secara bergantian sebagai bandesa di Desa Mas, selalu berbakti kepada junjungan. Dikisahkan sekarang, ketika zaman
Sri #Agung_Anom_Sirikan sebagai pemegang kekuasaan Desa #Timbul bergelar Sri Aji Dalem #Wijaya_Tanu_Ratna_Pangkaja, Dalem #Sukawati sebutan lainnya, sekitar tahun Saka
1672-1742, ada rencana Dalem agar Ki Bandesa Manik Mas
menghaturkan pustaka leluhur ke Puri Sukawati, seperti Tombak, keris, mirah manawa ratna manik mas. Mungkin telah takdir datangnya
kehancuran, Ki Bandesa tidak setuju menyerahkannya karena semua itu adalah pustaka/ senjata andalan sejak dulu. Itu sebabnya, meletus perang maha dahsyat. Dikisahkan
perang mulai berkecamuk,
balatentara perang Ki Bandesa Mas telah bersiap-siap. Ada di ladang, persawahan, sebelah selatan DesaMas, semua siap menunggu kehadiran musuh dari Timbul. Perang sengit saling penggal, berhadapan-hadapan dengan perwira, mengamuk sejadi-jadinya,
bunuh-membunuh, karena rasa sayang dan bakti kepada rajanya. Tak terhitung yang mati dan terluka ibarat perang Baratayuda terdahulu.
Demikian juga amukan Kyayi
Bandesa Manik Mas, bagikan
Abhimaniu yang direbut seratus Korawa di medan laga Kuru Ksetra. Wajar saja, karena banyaknya musuh mengitari, akhirnya balatentara dan Kyayi Bandesa Manik Mas tiada berkutik. Sepeninggal Kyayi Bandesa Manik Mas, maka yang masih hidup dan
seluruh keluarganya berlari mencari persembunyian, termasuk seluruh keluarga Brahmana Mas. Semua nyineb wangsa agar tak diketahui
oleh musuh. Ini adalah sebuah
bhisama Kyayi Bandesa Manik Mas sebelum kalah di medan laga. Itu sebabnya semua berlari hingga jauh dari Desa Mas, agar tidak dibunuh oleh musuh. Ada yang bersembunyi
di #Tangkulak, ada di #Badulu, ada di #Tampaksiring, ada di #Tegalalang, #Pujungan, ada menuju #Buleleng,#Bon_Dalem, Banyu Atis, #Banyuning, Kubu Tambahan, Gitgit, Baturiti,
Candi Kuning, Mengwi Kapal, Kaba-Kaba, Jembrana, Negara, Yeh Embang, Badung, Kapisah,
Pedungan, ada di Desa Ungasan menetap di Banjar Kangin, ada di Pabangbai, ada di Karangasem, di Klungkung, Nusa Penida, ada di Abianbase, ada di Balahpane, ada di Bukit, dan ada di Desa Dusun(perkampungan) memenuhi jagat Bali. Bagaikan pohon beringin besar banyak rantingnya merasuk ke pertiwi, lebat daunnya, banyak buahnya tiada terhitung. Lama-
kelamaan ada angin ribut, entah dari mana asal daun dan buahnya, dan ada burung-burung mencari makanan hingga ke desa-desa. Akhirnya, ada yang kaya dan miskin,
ada yang pandai dan bodoh, ada yang masih setia dengan wangsa serta tidak tahu akan sejarah leluhur. Itu semua adalah takdir Tuhan atau titah Sanghyang Para Wisesa, karenanya jangan bersedih,
ceritakan perihal kejelekan, karena yang namanya manusia tiada luput akan suka-duka, ibarat roda berputar, walaupun sangat lambatputarannya, itu pasti akan dijumpai oleh manusia di dunia. Untuk
menghilangkan kekotoran di dalam diri, mesti dibersihkan dengan kesucian pikiran, Sanghyang Sastra dipakai penuntun agar dapat
meraih kebahagiaan dan
keselamatan. Karena segala bentuk buta, manusialah yang mampu menjadikan semua itu bersifat suba dan asubakarma. Tiada lain, sifat subakarmalah yang mampu merubah sifat asubakarma, sehingga meraih keselamatan dan panjang umur. Itu sebabnya,
janganlah lupa terhadap bhisama Bhatara Kawitan (leluhur) kepada keturanan Bandesa Manik Mas dan
wahyu Danghyang Nirartha yang bergelar Danghyang Dwijendra, bahwa keturunan Bandesa Manik Mas dapat memakai sastra utama,
yang dijadikan menjaga jiwanya di
kemudian hari, baik suka-duka,
sekala-niskala, bisa mempelajari tutur tentang perilaku dharma, layaknya seorang pendeta, juga
seluruh isi Weda dan ilmu dyatmika, seperti menjalani tapa brata dan yoga semadi. Yang paling utama adalah melakukan olah nafas dalam
diri (pranayama sarira). Adapun
anugrah Ida Danghyang Dwijendra kepada seluruh keturunan Bandesa
Manik Mas, yaitu : Weda Salambang Geni, Pasupati, Rencana, Suwer Mas
seperti Aji Kepatian (kematian),
wajib menikmati secara wahya dan dyatmika (sekala-niskala), oleh seluruh keturunan Bandesa Manik Mas sejak dulu atau mulai sekarang.
Ada lagi anugrah Pranda Sakti Wawu Rawuh, ketika Bandesa Mas menikmati keberhasilannya di Desa
Mas berdasarkan keutamaan
dharma dan senantiasa mengikuti perilaku seorang pendeta. Seluruh rakyat yang ada di Bali Tengah, bersikap baik dan tulus lahir bathin kepada Pangeran Bandesa Manik Mas, ibaratkan
Dewa Kusala beliau yang senantiasa berbakti kepada raja Bali (Klungkung), terlebih kepada Ida Pranda Sakti (Danghyang Nirartha)
sebagai hadiahnya, maka Bandesa Manik Mas menghaturkan putrinya
kepada Ida Pranda Sakti Wawu
Rawuh. Menurunkan Ida Putu Kidul yang bergelar Ida Buk Cabe. Itu sebabnya, ada wangsa Brahmana
Mas adalah karena istri Danghyang Nirartha adalah putri Bandesa Manik Mas. Sejak itu, Ida Pranda (Danghyang Nirartha) mendirikan Pura untuk para Brahmana di Desa
Mas bernama Pura Pule di bagian utama dan stana putra beliau yang bernama Ida Buk Cabe. Itu makanya dipuja oleh para Bandesa Manik Mas. Jika tidak sesuai dengan prasasti ini, tidak akan bahagia
selamat, semakin kurang
kharismanya. Demikian bhisama Bandesa Manik Mas. (Juga) akan pendek umur, salah perilaku, bingung, tak tahu keluarga, tiada henti halangan hingga keturunan seterusnya. Jangan lupa kalian semua, kata-kataku kepadamu, juga
anugrah Danghyang Dwijendra.
Jika ada upacara kematian di
kemudian hari, kalian bisa
mengikuti sebagaimana tertera di depan (prasasti), antara lain : mantri laksana, bertumpang tujuh, dua warna, sancak, taman, kapas berwarna sembilan, memakai karang gajah, berisi bhoma,
memakai ulon Acintya Reka, seluruh upakara selalu yang utama, berisi kajang, klasa, dan memakai tirta tunggang dari Gunung Lempuyang, beralaskan daun pisang ikik, dan bisa kalian memakai segala jenis upakara Nyawa Madya Kebasen (nista, madya, utama). Yang utama memakai uang (kepeng) 16.000, yang madya (menengah) memakai uang 8.000, dan yang nista (terkecil)
memakai uang 4.000.
SELESAI.
Atas prakarsa Ida Bagus Raka Rusna, pemangku Pura Taman Pule,
disusun oleh Ida Pandita Mpu
Widya Dharma Siwa Dhaksa, Griya Agung Widya Srama, Banjar Sakih, Desa Guwang Sukawati Gianyar, pada hari Jumat Wage Wayang, Panca Dasi, Sukla Paksa (purnama),
sasih Kartika (Kapat) atau sekitar
Oktober, candra sangkala: Gangsal
=5, Netra =2, Duara =9, tunggal =1, bernama Purnama Kapat, Isaka 1925 (10 Oktober 2003 Masehi).