Rabu, 13 Juli 2022

Rangkaian upacara adat Bali untuk keselamatan sang buah hati

 


Hingga saat ini Bali masih memegang teguh adat istiadat, budaya, serta kearifan lokal yang ada. Meski perkembangan zaman sudah semakin maju, namun Bali tak mudah tergerus dan tetap menjunjung tinggi adat istiadatnya.
Masih banyak upacara adat di Bali sampai kini tetap dipertahankan oleh umat Hindu. Masing-masing untuk pemujaan kepada Tuhan, bakti kepada leluhur, selamatan untuk manusia, bakti kepada guru, serta menghormati alam semesta. Salah satunya adalah rentetan keselamatan untuk si buah hati, mulai dari dalam kandungan hingga bayi lahir ke dunia dan menyentuh periode usia tertentu.
Berikut ini adalah delapan rangkaian upacara adat Bali untuk keselamatan sang buah hati.
1. Magedong-gedongan untuk ibu hamil usia kandungan 5-7 bulan
2. Nanem ari-ari ketika bayi baru lahir
3. Kepus pungsed ketika tali pusar bayi sudah terlepas
4. Ngelepas aon ketika bayi berumur 12 harickr.com/Sue
5. Tutug kambuhan saat bayi berusia 42 hari
6. Nelu bulanin saat bayi berumur 3 bulan (Kalender Bali)
7. Otonan saat bayi berumur 6 bulan (Kalender Bali)
8. Mepetik rambut saat berumur 6 bulan (Kalender Bali)
Nah itulah delapan rangkaian upacara adat Hindu Bali untuk keselamatan sang buah hati. Semoga alam semesta selalu memberikan kebaikan.

Dewi Durga

 


Dalam setiap pementasan Drama Tari Calonarang di Bali sering menonjolkan kesaktiannya Dewi Durga. Dewi Durga adalah sumber kekuatan Kiwa (kiri) dan Tengen (kanan). Dalam mitologi Hindu, Dewi Durga merupakan sakti (Lambang kekuatan perempuan) dari Dewa Siwa, yang tugasnya untuk membunuh raksasa.
Dewi Durga, yang juga disebut dengan nama Hyang Nini Bhagawati ini, memberikan jenis ilmu pengiwa (Ilmu hitam) kepada Calonarang sehingga memiliki kesaktian tingkat ketujuh. Hal ini karena Calonarang sangat memuliakan dan memuja Hyang Nini Bhagawati.
Namun di pihak lain, Mpu Bharadah juga menerima anugerah kesaktian dari Dewi Durga berupa ilmu Penengen (Ilmu putih). Sama halnya dengan Calonarang, Mpu Bharadah sangat memuliakan dan memuja Dewi Durga.
Kekuatan-kekuatan Dewi Durga yang dimunculkan dalam Drama Tari Calonarang disebut dengan nama Panca Krtya Sakti. Yaitu Srsti Sakti, Sthiti Sakti, Samhara Sakti, Anugraha Sakti, dan Tirobhawa Sakti.
Pementasan Drama Tari Calonarang yang di dalamnya terdapat tarian rangda, secara tidak langsung menyimbolkan pemujaan terhadap kekuatan atau Panca Krtya Sakti tersebut. Ini juga terlihat dari lokasi pementasan yang dipilih. Yaitu sebagian besarnya mengambil lokasi di Pura Dalem, yang merupakan tempat Dewa Siwa dan saktinya Dewi Durga atau Dewi Uma berstana.



Makna Sate Renteng

 


Sate Renteng, jika dilihat dari beberapa lontar agama Hindu memang belum ada yang membahas secara jelas. Sehingga Sate Renteng dalam upacara Hindu disebut dengan uperengga atau pelengkap upakara yadnya, namun wajib ada dalam setiap upacara yang menggunakan Banten Bebangkit. Sate Renteng sangat erat kaitannya dengan Banten Bebangkit yang menggunakan Babi Guling sebagai ulamnya.
“Hal itu sesuai dengan makna Banten Bebangkit yang merupakan persembahan kepada Dewi Durga,” ujar Budayawan, I Gede Anom Ranuara, S.pd, S.Sn.
Lebih lanjut dijelaskannya, dalam Lontar Tattwa Mpu Kuturan dijelaskan mengenai Rerentengan Jatah yang artinya rangkaian atau susunan sate. Sedangkan dalam Lontar Kadurgan dijelaskan juga mengenai rangkaian sate yang disebut Gayah. Gayah adalah merangkai kembali tulang babi yang akan dipersembahkan kepada Dewi Durga. Karena, apa pun itu segala jenis olahan daging babi pasti dipersembahkan kepada Dewi Durga.
Secara filosofis, Sate Renteng berawal dari permohonan Dewa Wisnu kepada Dewi Durga untuk membunuh Mahesasura, karena diyakini hanya Dewi Durga yang mampu menaklukkannya. Permohonan itu disanggupi oleh Dewi Durga, namun semua senjata para dewa agar berkenan diserahkan untuk mengalahkan Mahesasura. Hal itu dibuktikan dengan terdapatnya sate yang berbentuk sembilan senjata para Dewa.
Sate Renteng terdiri dari beberapa jenis, yakni Sate Renteng Puspusan yang menggunkan kelapa sebagai alasnya. Di mana didalamnya terdapat 13 buah tusuk sate, namun tidak menggunakan bagia Pulekerti. Kedua adalah Sate Renteng Sari. Dalam sate ini terdapat Bagia Pulekerti, namun tetap berpatokan kepada 13 buah tusuk sate. Ketiga adalah sate Renteng Utuh, jenis sate Renteng yang tergolong tinggi, sebab pada alasnya menggunakan kepala babi utuh. Yang terakhir adalah Sate Renteng Durga Dewi yang tertinggi. Hal yang membedakan adalah penggunaan kepala babi yang disertai dengan cabai merah melambangkan taring Dewi Durga.

Selasa, 12 Juli 2022

Pura Dalem Suka Merta atau Pura Suwuk

 


Pura Dalem Suka Merta atau Pura Suwuk berlokasi Banjar Tanjung, Intaran, Sanur Kauh. Pura ini berada di tengah-tengah hutan bakau. Apabila serius menginginkan sebuah kekayaan yang dimohon dari pura ini, tentunya harus siap dengan segala persyaratan yang diminta, di antaranya adalah Guling Buntut (tumbal manusia), penyakit bisul yang sangat menyiksa dan tak kunjung sembuh selama hidup, dan persyaratan berat lainnya.
Pura Dalem Suka Merta di bagi menjadi tiga bagian. Ada pura utama yang difungsikan untuk memohon keselamatan dan tempat memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa seperti pura pada umumnya. Pemedek yang tangkil (datang) cukup membawa banten pejati (sarana persembahyangan umat hindu) seperti biasa. Dipercaya, yang bersemayam di pelinggih ini adalah I Gusti Ngurah Jom, penguasa jagat Intaran.
Ia menambahkan, bangunan pura yang berlokasi di belakang bangunan utama merupakan tempat penyimpanan harta dari Raja Intaran. Raja ini dulu dikenal sangat kaya raya. Bahkan di bawah kekuasaannya, wilayah Sanur berjaya. Pada pelinggih ini terdapat pohon kaktus yang tak pernah mati. Konon harta dari sang penguasa disimpan di bawah pohon ini. Orang yang ingin memohon pesugihan diharuskan membawa sarana pejati dengan minuman tujuh macam, daging kambing serta itik.
Lanjut Patra, di pelinggih ketiga tempat memohon ilmu kanuragan atau kekuatan dan meminta pengobatan. Palinggih ini dihuni oleh jin yang menggunakan permata. Bila memohon di tempat ini, sarananya berupa sesajen yang serba mentah.
Pura Dalem Suka Merta ini juga dipercaya sebagai penjaga wilayah Sanur. Sebab pura ini memiliki keterkaitan antara Pura Pangembak serta Pura Mertasari yang berlokasi tak jauh dari Pura Dalem Suka Merta. Bila dilihat dengan kasat mata, hanya terlihat seperti hutan bakau biasa. Akan tetapi menurut penglihatan orang pintar, hutan bakau itu adalah camp para tentara di alam gaib.

Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap

 


Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap, pura ini memiliki jejak sejarah yang panjang. Pura ini berlokasi di perbatasan Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Tepatnya di Muara Tukad Badung di jalan Bypass I Gusti Ngurah Rai Denpasar. Diyakini yang berstana Ida Ratu Bhatari Niang Sakti, sebagai Dewi Kemakmuran.
Dari penuturan Pemangku Pura Luhur Candi Narmada, IB Made Sudana, sebelum berdiri megah seperti saat ini, pura Luhur Tanah Kilap ini sudah ada, namun masih berupa pura sederhana. "Sejarah pura ini tertulis dalam lontar yang ditemukan di Griya Gede Gunung Beau Muncan- Karangasem," jelasnya.
Adapun sejarah dari pura ini, seperti yang diceritakan Sudana, pada zaman pemerintahan kerajaan Bandana Raja, di pesisir bagian selatan pulau Bali hiduplah seorang Bendega (nelayan) bernama Pan Santeng, yang sehari-harinya hidup dari aktivitasnya sebagai nelayan di muara sungai yang menghadap ke laut Selatan Bali. Pada suatu hari, ketika sedang melaut, ternyata Pan Santeng sama sekali tidak mendapat hasil, dan kejadian tersebut berlangsung selama tiga hari berturut-turut.
Akhirnya pada hari ketiga, akhirnya Pan Santeng mengucapkan janji masesangi (kaul), jika mendapatkan ikan, maka dia akan menghaturkan pekelem dan doanya pun terkabul.
"Sehingga Pan Santeng membangun palinggih di atas batu karang dan setiap hari dengan tekun sang Bendega menghaturkan Bhakti di pelinggih tersebut, seiring dengan semakin banyaknya hasil tangkapan yang diperolehnya," lanjut Sudana.
Hingga suatu hari, Pan Santeng mendapat sabda jika pelinggih tersebut adalah tempat stana Ida Brahma Putri dari Patni Keniten yang bernama Ida Ayu Ngurah Saraswati Swabhawa.
Demikianlah intisari dari sejarah Pura Luhur Candi Narmada dan pura tersebut selama berabad-abad tetap berupa pelinggih batu sederhana di atas karang, hingga akhirnya dilanjutkan Sudana pada tahun 1958 ada seorang ibu dari Kuta menerima pewisik untuk membangun sanggar agung di kawasan pelinggih Ratu Niang Sakti.

Doa atau mantra untuk mengusir atau menangkal ilmu leak

 


Leak sebenarnya ilmu spiritual yang ada di Bali, bisa digunakan untuk kebaikan maupun menyakiti orang lain. Biasanya orang yang mempelajari ilmu ini dalam keadaan tidak kuat mental dan menahan godaan, pasti akan menggunakannya untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. Karena hal itu, ilmu leak sering dianggap sebagai aliran kiri atau ilmu hitam.
Menurut Buku Lontar Pengejukan Leak karya Drs I Wayan Sumawa, terdapat beberapa doa atau mantra untuk mengusir atau menangkal ilmu leak. Mantra ini bisa digunakan oleh siapa saja dan bisa digunakan sehari-hari. Berikut ini 7 mantra penangkal leak.
1. Mantra Ki Dukuh Sakti
2. Mantra pengasih desti
3. Mantra pengejukan atau menangkap leak tanpa sarana
4. Mantra pengejukan leak menggunakan sarana tembakau
5. Mantra membuat leak menjadi buta
6. Mantra Gni Astra atau panah api
7. Mantra penolak bala atau ilmu hitam
Dalam menggunakan mantra-mantra ini diperlukan keyakinan yang teguh dan percaya akan kekuatan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Ketika memohon kepada-Nya, harus dengan rasa bakti yang mantap, dan pasti apa yang diinginkan akan tercapai.

Ade ne ngendah

 


Bagi umah Hindu Bali yang memiliki bayi baru lahir pasti memiliki kendala bayinya menangis terus menerus saat menjelang malam atau tengah malam dan terjadi pada saat menjelang hari-hari yang dianggap keramat, seperti sehari sebelum Kajeng Kliwon.
Orang Bali percaya hal tersebut disebabkan oleh adanya gangguan dari orang yang menjalankan ilmu leak yang sedang iseng saat mempraktekan ilmunya dengan mengganggu sang bayi.
Istilah Balinya “ade ne ngendah” yang artinya ada orang yang mengganggu, sehingga di batu tempat ari-ari ditanam, akan ditaruh kurungan ayam dan lampu, dan ditanam pandan berduri, bertujuan orang yang berilmu leak tidak dapat mengganggu sang bayi.
Adapun upacara untuk melindungi sang bayi setiap hari hingga dilaksanakannya 3 bulanan, ada 2 cara yang hingga kini masih dipercaya, yaitu membuat Perlindungan di Tempat Ari-ari dan perlindungan di Kamar.