Pandita Mpu Putra Yoga Parama Daksa dari Griya Agung Batur Sari, Banjar Gambang, Mengwi-Badung (DOK. BALI EXPRESS)
Orang yang melik dalam sebuah keluarga menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan. Seseorang yang lahir melik biasanya lebih sensitif terhadap hal-hal secara niskala. Banyak orang beranggapan seseorang yang lahir melik memiliki umur pendek. Namun jika bisa merawat dan memperhatikan, tentu hal tersebut dapat dicegah. Akan tetapi tidak semua orang melik dapat melihat roh halus. Ada pula orang melik berdasarkan hari lahir yang lebih menjurus ke kehidupan duniawi.
PANDITA Mpu Putra Yoga Parama Daksa dari Griya Agung Batur Sari, Banjar Gambang, Mengwi, Badung menjelaskan, ada tiga kategori orang melik. Yang pertama adalah melik Adnyana. Orang yang lahir dalam kondisi melik Adnyana ini akan bisa merasakan atau bisa melihat roh halus, dan bahkan bisa berkomunikasi dengannya. Orang yang melik Adnyana biasanya diawali dengan mimpi-mimpi ke pura, bertemu orang berpakaian putih, bertemu Petapakan Bhatara (Rangda atau Barong). “Orang melik Adnyana biasanya bisa menjadi balian atau mangku,” jelasnya saat dihubungi via telepon.
Yang kedua adalah melik Kelahiran. Melik ini disebabkan kelahiran manusia itu sendiri. Ada beberapa macam melik Kelahiran seperti orang yang lahir di Wuku Wayang, anak tunggal, anak yang lahir berkalung tali pusar atau tiba sampir, anak yang lahir berbelit tali pusa dan tidak menangis atau tiba angker, anak yang lahir pada Kamis Pon atau Wuku Watugunung atau disebut Lintangan Bade. Kemudian ada anak yang lahir pada Jumat Paing atau disebut Lintangan Bubu Bolong dan anak yang lahir saat Tumpek, Tumpek Landep, Tumpek Kandang juga bisa dikatakan melik. “Tidak semua melik itu buruk. Bahkan bukan buruk, lebih kepada anugerah istimewa yang diberikan Tuhan. Tentu ada kelebihan dan kekurangannya juga. Kembali pada karma masing-masing. Seperti Lintangan Bade, anak yang lahir akan dekat dengan kematian dan Lintangan Bubu Bolong adalah anak melik yang sifatnya boros,” tutur Mpu Yoga.
Selanjutnya adalah melik Ceciren. Orang yang dikatakan melik Ceciren ini adalah orang yang memiliki tanda dalam tubuhnya. Terkadang terlihat di dunia niskala atau sekala. Tanda itu berupa salah satu senjata Dewata Nawa Sanga. Terdapat tahi lalat pada bagian kelamin, sujenan di bokong, rambut putih beberapa helai dan tak bisa hilang, serta jari tangan lebih. “Kelahiran melik terlihat dari tanda-tanda di tubuhnya, antara lain ketika lahir, badannya dililit tali plasenta beberapa kali putaran. Kelahiran seperti ini sangat jarang terjadi, dan kalau ada, kebanyakan mati beberapa saat sebelum keluar dari rahim ibunya. Ketika tumbuh berumur kurang lebih 2 tahun, rambut di kepalanya kusut (sempuut). Walau digundul, tumbuhnya sempuut lagi. Kepalanya mempunyai pusaran (usehan) tiga atau lebih. Lidahnya poleng (ada warna hitam/coklat). Ada tahi lalat besar (maaf) di kemaluannya. Semua itu cirinya,” tambahnya.
Dalam Lontar Purwa Gama disebutkan, anak yang memiliki melik mempunyai rerajahan sejak lahir yang dapat menimbulkan kematian, sehingga diperlukan upacara pebayuhan otonan melik pada si anak untuk menetralisir kekuatan tersebut, dan selalu ingat dalam melaksanakan suci laksana untuk mempertahankan dan meningkatkan kesucian diri. Rerajahan yang terdapat pada orang melik biasanya terdapat di telapak tangan, dijidat atau di bagian tubuh tertentu. Selain itu, juga bisa terdapat tanda senjata terkadang terdapat salah satu dari sembilan senjata pengider bhuwana, tergantung tugas yang diemban sang anak lahir ke dunia, dengan rerajahan senjata para dewa, seperti Bajra, Gada, Nagapasa, Cakra, Dupa, Angkus, Trisula, Moksala, Api dan Angin.
Ciri-ciri orang melik akan dapat diketahui ketika mepinunas atau metuun kepada sulinggih ataupun balian. Tentu jika ingin melihat tanda-tanda berupa sejata diatas pada orang melik tidak dapat dilihat dengan kasat mata atau oleh mata orang biasa.
Semakin cepat seseorang mengetahui dirinya memelik, maka semakin bagus. Sehingga akan segera dibuatkan upacara penebusan untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk dari memelik. Sesungguhnya orang melik itu adalah berkah bagi keluarganya, karena dia ibarat lokomitif atau pesawat terbang yang akan mengantarkan keluarganya ke alam kebahagiaan sekala-niskala. Maka tolong bantu dan bimbing orang-orang melik itu, karena dia akan berguna tidak hanya bagi keluarga yang memilikim tetapi juga bagi masyarakat luar.
Dalam sejarah Bali, ada contoh kelahiran melik yang sangat heboh, yakni kelahiran bayi tahun 1599, hasil perkawinan (tidak resmi) Dalem Seganing dengan Si Luh Pasek Panji. Ketika lahir, tubuh bayi itu seluruhnya berwarna merah darah, dan di malam hari dari ubun-ubunnya keluar sinar terang berwarna biru. Oleh karena itu, bayi itu dinamakan Ki Barak Panji. Ternyata setelah besar beliau sangat sakti, sehingga berhasil menjadi Raja Buleleng I dengan gelar I Gusti Anglurah Panji Sakti.
Mpu Yoga juga menuturkan salah satu cerita yang berhubungan dengan cerita orang melik ini. Ada kisah seorang raja bernama Raja Aswataki. Raja ini lama tidak memiliki keturunan. Maka ia melakukan pemujaan berupa Agni Holtra. Ia memuja Dewi Sawitri dan Dewi Gayatri setiap hari. Melihat ketulusannya, ia dianugerahi anak perempuan. Maka dinamai Sawitri. Sawitri tumbuh sebagai gadis yang cantik, baik dan penurut. Menginjak dewasa, Sawitri telah menyelesaikan tugasnya sebagai seorang Brahmacari. Tiba saatnya ia harus menginjak tahap Grahasta. Raja Aswataki menyarankan kepada putrinya Sawitri untuk memilih salah satu pemuda dari kenalannya. Namun Sawitri tidak mendapat satu laki-laki yang pas.
Suatu hari, Sawitri meminta izin untuk berjalan-jalan ke desa. Ia ingin melihat-lihat desa dan rakyatnya. Dan mungkin akan menemukan jodohnya disana. Raja Aswataki menyetujui dan merestui setiap pilihan putrinya. Ketika berjalan-jalan di desa, ia bertemu dengan pemuda sederhana bernama Satyawan. Putri Sawitri dan Satyawan saling jatuh cinta. Lalu pulanglah Saitri menemui ayahnya dan menyampaikan bahwa ia telah menemukan calon suami. Kemudian ia bertemu dengan Rsi Narada. Dalam penerawangan Rsi Narada, dikatakan Satyawan memiliki umur pendek. Sisa umur Satyawan hanya 4 tahun saja. Kemudian Raja Aswataki dan Rsi Narada menasehati Putri Sawitri. Namun Sawitri tetap bersikeras untuk menikah dengan Satyawan. Jika pun ia akan menjdi janda dalam waktu yang singkat, ia telah siap. Itu adalah karma yang harus ia terima di dunia. Mendengar pengakuan Sawitri, pernikahan pun dilaksanakan dengan restu dari kedua belah keluarga.
Singkat cerita, ajal Satyawan tinggal 4 hari lagi. Sawitri berpuasa dan berdoa setiap hari. Jangankan sebutir beras, setetes air pun tak ia konsumsi. Tibalah hari terakhir bagi Satyawan. Ia pergi ke hutan. Namun Sawitri ingin tetap mengikuti suaminya. Sampai di hutan Satyawan merasa kelelahan dan tidur di pangkuan Sawitri. Namun setelah beberapa lama, Satyawan tak kunjung bangun. Sawitri pun telah paham bahwa suaminya telah meninggal. Ditengah hutan itu Sawitri melihat sosok yang tinggi besar. Padahal sosok itu hanya dapat dilihat orang yang tidak biasa. Kepada sosok itu, Sawitri meminta satu permintaan untuk menghidupkan suaminya. Tanpa negosiasi yang alot permintaan itu pun dikabulkan. Maka hiduplah kembali Satyawan mendampingi Sawitri.
Anak melik biasanya “kerinyi” (sensitif, mudah tersinggung, mudah marah). Jadi ia perlu diperlakukan beda, misalnya kamar tidurnya harus selalu bersih dan suci, ada pelangkiran diatas hulu tidurnya. Ia perlu sering-sering melukat ke grya, makanannya dijaga agar selalu memakan makanan yang satwika. Banyak bergaul dengan orang-orang suci, karena dia merasa dekat dengannya. Kalau makin dewasa, berikan pelajaran agama yang intensif, panggilkan guru agama ke rumah untuk les, dan berikan pelajaran spiritual secara bertahap. “Nanti ia akan berumur panjang dan menjadi orang suci, karena rohnya sudah dalam kondisi siap menerima lanjutan kemampuan supranatural,” ungkap Mpu Yoga.
Selain melakukan pebayuhan, seseorang yang melik juga harus dijaga makanannya, jangan sampai makan makanan kotor sekala niskala. Pada umumnya orang melik pantang makan darah, tulang dan jeroan. Pantang juga memakan daging sapi, ular, anjing serta pantang minum arak, tuak, berem maupun minuman beralkohol lainnya. “Idealnya adalah makan makanan organik dan vegetarian,” kata dia.
Lalu yang terpenting berikutnya adalah, jangan melakukan hubungan sex di luar pernikahan. Jangan menginap dan tidur di sembarang tempat. Kalau terpaksa, maka sebelum tidur harus dilakukan pembersihan dan pengamanan terlebih dahulu. “Sebenarnya jika sudah punya guru, maka guru itu pasti mengajarkan tata cara ini,” tutupnya.
(bx/dhi/yes/JPR)