Senin, 11 Juli 2022

KAWISVĀRA PEDOMAN BRAHMANA HINDU BALI

 


Kawisvāra adalah pedoman masyarakat Bali dalam membahas veda baik dalam wujud literasi maupun selipan ajaran susila ( sila ) yang terbungkus tradisi dan budaya.
Masyarakat Bali yang dituntun oleh brahmana dimasa lalu yakni para dukuh, dalam rangka menggali, mempelajari kembali literasi-literasi serta sila-sila yang menjadi pedoman leluhur adalah dengan cara mengupas sandi-sandi bahasa rohani yang diwujudkan dalam sebuah bentuk baik literasi maupun bangunan suci.
Langkah awal agar memperoleh gambaran sebagai inti dan maksud dari para leluhur tersebut harus menguasai tehnik bahasanya yang meliputi sastra dan jnāna, dengan berpedoman pada sistem wedangga yakni siksha ( sandhi bahasa ), wyakarana ( tata bahasa ), chanda ( guru lagu ), nirukta ( asal usul kata ), jyotisha ( urutan waktu penulisan )dan kalpa ( wujud lain dari bahasa sastra ).
Bahasa dalam veda berikut turunannya seperti veda mantra, dharmasastra atau ajaran susila, filsafat atau upanisad, purana atau itihasa dan karya sastra lainya tidak segampang membaca buku bacaan biasa. Veda dan turunannya penuh dengan hiasan kalimat misteri serta jebakan - jebakan kalimat yang membutuhkan kemurnian' bathin, bukan kepintaran membaca dan menghafal.
Bahasa dalam veda terdiri dari linguistik [ mantra ], metalinguistik [ yantra ] serta supralinguistik [tantra ] sebagai substansi antara veda dan pembacanya adalah satu alunan energi yang selaras.
Tidak mungkinlah membaca atau menggali kandungan veda dipenuhi dengan sifat KOTOR, yang akhirnya menghasilkan tafsir - tafsir keliru.
Aplikasi spiritualitas yang menjadi inti dari veda tidak terbatas pada aspek atau wacana kebajikan sebagai landasan kesucian diri, moralitas sebagai landasan welas asih atau wujud menjadi brahmana atau sulinggih sudah mampu mencapai kesucian. Namun sesungguhnya spiritualitas harus mampu mewujudkan simbul-simbul spirit baru sebagai hasil olahan rasa bathin yang berbentuk wujud bangunan atau pecandian kepada generasi mendatangnya.
Candhi bahasa yang berwujud lontar adalah pecandian rohani leluhur sebagai syarat bisa dinyatakan sebagai brahmana. Nyurat atau Ngawi meliputi penguasaan aksara, tata bahasa, guru lagu sampai mampu menyelipkan bahasa sandhi yang dikenal " rajah " adalah keahlian brahmana dimasa lalu.
Rupa berwujud gambar dan seni ornamen lainnya adalah buah karya rohani para brahmana dimasa lalu, meliputi lukisan indah baik dalam bentuk warna datar maupun ukiran atau pahatan yang dipakai ornamen pada sanggar-sanggar pamujaan dan wujud bangunan suci lainnya.
Ada lagi berbentuk RAJAH yakni sebuah simbul rahasia yang tidak tampak oleh mata namun memiliki nilai energi yang sangat supra dan energi ini mampu digunakan untuk pembangkitan energi ( kundalinā ) dalam tubuh manusia, spirit pada sanggar pamujaan sampai kawasan wilayah hidup masyarakat.
Kekuatan yang tidak terlihat ini tidak akan mampu dilihat oleh orang biasa. Kekuatan energi rajah inilah rahasia terdalam seorang brahmana dimasa lalu, sehingga tidak seorangpun masyarakat biasa mampu menerobos dinding jnāna beliau.
Semua yang terlihat ini adalah wujud surat dan gambar saja. Namun jarang masyarakat yang mengetahui motif rajah yang diwujudkan melalui kultivasi atau inisiasi pada praktisi kasunyataan [ para reshi ] yang dipakai untuk alat berspiritual dengan sempurna.
Wujud rajah ini memang sangat dirahasiakan dan bahkan jarang dibahas didepan umum, karena diwajibkan mendapatkan dengan proses guron aguron, tidak segampang mendapatkan pada praktisi pintar, bahkan jangan sampai membeli hal seperti ini, tidak baik buat yang menjual, juga sangat hina bagi yang membelinya.
Veda adalah bahasa misteri atau rahasia sebetulnya, namun leluhur memformulasi dan mewujudkannya pada proses belajar mengajar di sanggar dengan bahasa linguistik agar masyarakat bisa memahami dengan hanya sebagai praktisi yoga standar saja, namun kalau memiliki kemauan pada tingkat madhya dan sunya alangkah bagusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar