Selasa, 21 Mei 2024

SANGHYANG SHRI ASTAPHAKA ADALAH HASIL PEMBANGKITAN KESADARAN BUDDHI PADA HARI SUCI KUNINGAN DI PURA SAKENAN.

 

- [x] #penggalian dari Lontar Tutur Budha Sawenang
Sramat purnam bhawa bhawanam, goh dawak wisanam jagatrayam asri jubisyah…
artinya ; penyebab kehidupan pada dunia ( buwana agung ) dan tubuh fisik manusia ( buwana alit ) adalah sama, begitupula kesadaran pada alam nyata dan sunyata.
Memahami kesamaan pada kedua buwana dan hakekat hidupnya, maka bisa dikatakan kita telah mampu melihat serta mengetahui apa yang terjadi diluar dan juga didalam sebagai kesadaran yang sama, maka dapat dikatakan kita telah mencapai “samma sambodhaya” atau dikenal KAHUNINGAN.
Dikatakan juga kita telah mencapai kebijaksanaan, penuh dengan laku kesucian, penuh dengan kebenaran, juga penuh dengan keunggulan.
Memperoleh kesadaran buddhi ini merupakan jalan pribadi-pribadi, yang ditunjukan oleh seorang guru, kepada siswanya dalam wujud YOGA.
Mamun setelah dirasakan baik sebagai keputusan hidup ( pandhita ), maka jalan itu adalah sepenuhnya milik siswa tersebut, dan berhak pula melantunkan segala macam PUJA, dari wedha sor, madhya weda sampai weda luhur.
Inilah jalan utama Sanghyang Budha Sawenang yang sangat rahasia dan penuh dengan kualitas sastra-jnana yakni kemampuan pengindahkan dirinya dan juga buwana dalam satu alunan bathin pada pulau yang sangat indah.
Istilah SAKENAN yang berada pada pulau yang penuh kemulyaan, namun sejatinya merupakan tempat yang merupakan penjabaran ajaran budha sawenang oleh guru yang dikenal Shri Sakyamuni kepada Shri Astapaka.
Perpaduan yoga dan puja menghasilkan mamfaat paramaguhya yang sempurna, sampai pada pencapaian para praktisinya siddhi dalam berucap, bertindak dan berfikir, maka dikenal Sanghyang Siddhiwakya.
Tahapan ke-4 pencapaian Sanghyang Budha Sawenang memberi ruang yang sangat padat pada dominasi kanuragan sebagai lintasan spiritual pada siswanya.
Fokus pada olahan energi pada terbentuknya sumsum tulang yang sehat pada tulang punggung belakang, tulang kaki, tulang tangan serta tulang tengkorak menyebabkan tersedianya potensi sel darah merah, sel darah putih, kalsium serta unsur pertumbuhan yang lain semakin maksimal.
Maka dari itu wajar sekali para praktisinya memiliki kesuksesan hidup yang sempurna, yang nyata pada kehidupan nyata, entah itu kemampuan yang berfungsi kedalam diri pribadi ( asta aradhanasiddhi ), maupun yang dapat ditunjukan keluar diri pribadi sang praktisi ( asta radhanasiddhi ).
Kedua jenis kesiddhian ini dinyatakan sebagai Asta Vajra dan siswanya dikenal dengan Sanghyang Jinna.
 
Kedisiplinan melakukan yoga dan puja, khususnya sebagai masyarakat beragama, yang diarahkan pada kehidupan yang harmonis bersama seluruh mahluk hidup, serta selalu disiplin melaksanakan yajnya, akan merangsang pertumbuhan masyarakat yang adil dan makmur, sehat, bahagia dan sejahtera.
Model ajaran ini sangat efektif dijaman Kaliyuga ini sebagai penyangga lembaga umat yang mengalami degradasi politik dan motif keserakahan dalam bingkai carut marut berbangsa dan bernegara.
“Gyah samudramyam jaset, satat bikam, danuh bhaskaram”.
Walaupun memiliki pengetahuan seluas samudra, kekuasaan seluas bidang cahaya matahari, namun tidak lebih baik dari mereka yang memiliki pikiran tidak pernah bingung.
Sehingga tidaklah penting ukuran pengetahuan setingkat sarjana, sejauh negara dan semahal biaya…..karena penyangga kesadaran tentang hidup sejati sangat kosong.
Ditambah lagi dengan perkembangan ajaran sampradaya yang merangsuk semakin nyata, bagaikan benalu yang hidup pada cabang-cabang pohon, maka pendalaman pada prinsip kesucian, kesiddhian bathin dan pengetahuan pada lontar dan tutur-tutur kuno seperti tutur Aji Bang Banas, tutur Guhya Wijaya Duratmaka, sampai tutur Tawang Suwung wajib dipakai disiplin dalam hidup sembari bekerja untuk kebutuhan hidup keluarga.
Kesempurnaan menyerap pada ajaran dalam tutur tersebut membuat umat tidak pernah akan takut atau mundur dari desakan perkembangan ajaran sampradaya yang jauh lebih rendah kualitasnya dibandingkan ajaran leluhur kita yang amat sempurna.
Maka itu sebagai umat yang cerdas dan kuat, dikenal ksatria brahmana, merupakan hal yang paling mutlak disaat ini untuk kembali pada ajaran siwa-budha sebagai keputusan leluhur sebelumnya, yang dikenal Siwa Sidantta.
Bagaimana kita mampu menjaga ajaran leluhur jikalau kita tidak pernah menggali ajaran-ajarannya *)?
Aspek prilaku menyucikan diri, nangun yajnya dan berbuat baik secara maksimal, jikalau tidak pernah melakukan penggalian berupa mengunjungi para guru, brahmana dan para pengawi yang mumpuni dibidang sastra dan jnana, bagaimana mungkin dapat menghasilkan kualitas bathin yang sejalan dengan apa yang dilakukan, yang dapat hanyalah “ seremoni latah “ atau sekedar menjalankan tradisi tanpan memahami makna dan mamfaatnya.
Begitupula ketika membantu masyarakat lain pada saat memperoleh penderitaan, tanpa memahami makna dari “ karma “ maka bantuan kita akan sia-sia, bahkan akan terjadi lompatan karma buruk yang tak terlihat, sehingga karma buruk itu akan pindah secara nyata pada kehidupan pada yang membantu tanpa disadarinya.
Pelayanan yang tulus yang berwujud jnana pada pelaksanaan panca yajnya, yang ditopang dengan kesiddhian merupakan hal yang mendasar untuk memperoleh hasil yang maksimal pada masa kini, baik sebagai bhakta maupun sadhaka.
Kahuningan ini dapat dijadikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan penggalian ajaran, sehingga dapat dijadikan sumber energi pada pembangkitan sumber daya umat, melalui ritual keagamaan yang sangat sederhana namun kaya akan makna dan mamfaat, khususnya untuk “wisudha bhumi bali “ yang memang berpotensi untuk hal tersebut diatas.
Demikianlah paparan sedikit tentang mamfaat dari penggalian tutur Budha Sawenang dalam selipan ajaran Hari Suci Kuningan dan semoga dapat dijadikan dasar dan tanggungjawab kehidupan pada umat yang sedang kebingungan mencari guru dan pengetahuan leluhur yang tersembunyi.
Serta sebagai gambaran sederhana untuk masyarakat serta merupakan ilustrasi ajaran bagi yang sama sekali belum memahami bahkan mengetahui apa itu kesadaran bathin yang ditempuh melalui YOGA dan JAPA yang dikenal Astapaka.
Om Ah Hum
Om Mani Padme Hum
Vajra Guru Shri Sakyamuni Siddhi Hum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar