Senin, 11 Juli 2022

SARWA SADAKA VERSUS TRISADAKA

 


Sejak 1999 di Bali muncul istilah Sarwa Sadaka sebagai cetusan keinginan kelompok-kelompok warga mendudukkan Sulinggih mereka sejajar dengan Pedanda (yang lebih populer sebagai Pendeta sejak zaman Dalem Waturenggong di abad ke-15). Kelompok ini menggunakan istilah Sarwa Sadaka sebagai counter Trisadaka.
Istilah Trisadaka sejak berabad-abad telah ditafsirkan keliru, jika mengacu pada Lontar Eka Pratama yang menyatakan bahwa tiga kelompok Sadaka adalah: Sadaka yang berpaham Siwa, Sadaka yang berpaham Bauddha (Boddha), dan Sadaka yang berpaham Mahabrahmana (Bujangga).
Kekeliruan tafsir itu terjadi karena Sadaka yang berpaham Siwa dan Bauddha terlanjur diterjemahkan sebagai Pedanda Siwa-Boddha. Keterlanjuran itu membuat gerah para sisia Pandita Mpu, Rsi, Bhagawan, Dukuh, dll. yang juga disyahkan sebagai Sulinggih yang berpaham Siwa. Yang dimaksud dengan berpaham Siwa adalah penganut Sekta Siwa Sidanta.
Penggunaan istilah Sarwa Sadaka sebagai counter Trisadaka dalam upaya menunjukkan eksistensi Pandita Mpu, Rsi, Bhagawan, Dukuh, dll.
Sebenarnya kurang tepat, karena pengertian Sarwa Sadaka dapat dirumuskan sebagai Semua Pendeta dari berbagai Sekta, kecuali kalau memang ada terkandung maksud di kemudian hari bila Sampradaya eksis sebagai Sekta, maka para Pendetanya mempunyai legitimasi yang sama dengan Sulinggih/ Sadaka yang ada sekarang.
Jika tidak demikian, istilah Sarwa Sadaka sebaiknya tidak digunakan, cukup dengan penegasan PHDI dalam bentuk bisama, bahwa yang dimaksud dengan Trisadaka adalah Sulinggih/ Sadaka yang berpaham Siwa, Boda, dan Bujangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar