Senin, 11 Juli 2022

EHIPASSIKO

 


Pada suatu hari Sang Buddha singgah di sebuah kota kecil bernama Kesaputta di kerajaan Kosala. Penduduk kota ini biasanya disebut sebagai kaum Kalama. Ketika mendengar bahwa Sang Buddha singgah di kota mereka, berduyun-duyunlah mereka mengunjungi Sang Buddha dan bertanya kepada Beliau: “Bhante, beberapa orang pertapa dan brahmana yang mengunjungi kota kami memberikan ajarannya kepada kami dengan mengatakan bahwa yang mereka ajarkan itu yang paling benar dibandingkan dengan ajaran-ajaran yang lain.
Sesudah itu, datang pula pertapa dan brahmana lain. Mereka pun memberikan ajaran-ajaran mereka dan mengatakan bahwa hanya ajaran mereka sajalah yang paling benar dibandingkan dengan ajaran-ajaran yang lain. Sementara itu, kalau diperhatikan dengan baik, ajaran-ajaran mereka sering bertentangan satu dengan yang lain.
Oleh karena itu, kami jadi ragu-ragu dan bingung dan tidak tahu siapa di antara para pertapa dan brahmana itu yang bicara benar dan siapa yang berdusta”.
Kemudian Sang Buddha memberikan jawaban yang unik dalam sejarah keagamaan. “Yah, putera-putera Kalama, sudah sewajarnyalah kamu ragu-ragu dan bingung disebabkan oleh sesuatu hal yang memang meragukan dan membingungkan sekali. Nah, dengarlah baik-baik apa yang akan Kukatakan.
Janganlah percaya begitu saja kepada berita yang disampaikan kepadamu, atau karena sesuatu sudah merupakan tradisi atau sesuatu yang didesas-desuskan. Janganlah percaya begitu saja kepada sesuatu yang katanya sudah diramalkan dalam buku-buku suci; juga kepada sesuatu yang katanya sesuai dengan logika atau kesimpulan belaka; juga kepada sesuatu yang katanya telah direnungkan dengan seksama; juga karena sesuatu yang kelihatannya cocok dengan pandanganmu; atau karena kamu ingin menghormat seorang pertapa yang menjadi gurumu. Tetapi, warga suku Kalama, kalau setelah kamu selidiki sendiri kamu mengetahui bahwa ‘hal ini tidak berguna, hal ini tercela, hal ini tidak dibenarkan oleh para Bijaksana, hal ini kalau terus dilakukan akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan’, maka sudah selayaknya kamu menolak hal-hal tersebut di atas.
Tetapi, kalau, setelah kamu selidiki sendiri kamu mengetahui bahwa ‘hal ini berguna, hal ini tidak tercela, hal ini dibenarkan oleh para Bijaksana, hal ini kalau terus dilakukan, akan membawa keberuntungan dan kebahagiaan’, maka sudah selayaknya kamu menerima dan hidup sesuai dengan hal-hal tersebut di atas.
Selanjutnya, Sang Buddha mengatakan bahwa siswa-siswa-Nya harus meneliti dengan baik ajaran Sang Tathagata, sehingga mereka benar-benar yakin bahwa ajaran Sang Buddha itu benar adanya.
Keragu-raguan (vicikiccha) merupakan salah satu dari lima penghalang untuk mendapatkan pengertian yang terang tentang Kesunyataan dan menjadi rintangan bagi kemajuan batiniah seseorang. Tetapi keragu-raguan bukanlah merupakan dosa, karena pada hakekatnya Agama Buddha tidak mengenal dosa seperti yang dimaksud dalam agama-agama lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar